Puncta 27.03.23
Senin Prapaskah V
Yohanes 8: 1-11
BEBERAPA tahun yang lalu pernah terjadi sepasang kekasih yang kedapatan berbuat mesum ditangkap oleh warga. Pakaian mereka dilucuti. Mereka diarak keliling kampung dengan telanjang.
Dengan amarah warga berbondong-bondong mengarak dua sejoli itu untuk mempermalukan mereka.
Yang bikin miris, anak-anak kecil yang tidak tahu duduk persoalan pun ikut bersorak-sorak menonton peristiwa itu seperti sebuah karnaval tujuh belasan. Tindakan yang tidak mendidik ini seolah sebuah hiburan bagi mereka.
Warga bertindak main hakim sendiri. Mereka seolah-olah menjadi polisi moral yang bisa menghukum siapa saja yang melanggar aturan. Tidak boleh orang main hakim sendiri.
Dalam Pasal 10 UU Pornografi dikatakan: “Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.”
Dua sejoli yang merasa dirugikan oleh warga bisa melaporkan berdasarkan UU di atas. Orang bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Mengarak tersangka dalam keadaan tanpa pakaian termasuk dalam perbuatan pronografi yang dapat diancam pidana. Jangan main hakim sendiri. Ada undang-undang yang mengaturnya.
Yesus dihadapkan pada kasus main hakim sendiri. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina.
Mereka berkata, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina. Musa dalam Hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari dengan batu perempuan-perempuan yang demikian, apakah pendapatmu tentang hal ini?”
Yesus tidak menggubris mereka. Ketika mereka mendesak-Nya, Yesus berkata, “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Yesus pertama-tama mengajarkan supaya kita tidak mudah mengadili orang dan main hakim sendiri. Yang kedua, Yesus menghendaki kasih dan pengampunan mengatasi segala aturan.
Yesus berkata kepada perempuan itu, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Kalau Tuhan Yesus mengajarkan demikian, apakah kita merasa melebihi dari Tuhan jika kita mau menghukum orang yang bersalah?
Tuhan saja mengampuni, kita malah menghukum orang. Tidak berdosakah kita?
Ingatlah, jika telunjukmu menunjuk orang lain, jari-jarimu yang lain menunjuk ke arah diri sendiri.
Bunga cempaka bunga selasih,
Tumbuh bersama bunga dahlia.
Tuhan mengajarkan cinta kasih,
Jangan mudah mengadili sesama.
Cawas, terus belajar mengasihi…