MANUSIA itu terbatas dan pengetahuannya tidak lengkap. Ketika melihat hanya berdasarkan kemampuannya, hasilnya amat tidak sempurna. Walhasil, waktu menilai (mengadili) sesama, penilaiannya pun bisa tidak adil.
Hal itu tampak dari sikap kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam melihat Levi. Mereka melihat dia sebagai orang berdosa, karena sebagai pemungut pajak bekerjasama dengan penjajah. Dia juga mencari keuntungan dengan memeras bangsanya sendiri.
Berdasar cara pandang itu, Levi tidak pantas diperhatikan; apalagi dikasihi. Seharusnya, dia diasingkan dan diisolasi. Pandangan sempit menghasilkan kesimpulan terbatas.
Tetapi Tuhan memiliki cara pandang yang berbeda. Pertama, pengetahuan Tuhan tentang manusia itu utuh dan menyeluruh. Karena itu, penilaian-Nya pun adil dan benar (Mazmur 96:10). Kedua, Tuhan itu kasih (1 Yohanes 4: 8). Maka, Dia menilai dan bersikap betdasarkan belas kasihan-Nya.
Injil hari ini (Lukas 5: 27-32) memberikan dua pesan reflektif. Pertama, pentingnya menyadari keterbatasan diri dan karena itu mesti menilai secara hati-hati. Orang tidak boleh mengadili sesama hanya berdasar pengetahuannya yang terbatas (Yesaya 58: 9b-14).
Orang mesti belajar dari Tuhan yang benar dan penuh belas kasihan. “Ajarkanlah aku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya hidup menurut kebenaran-Mu.” (Mazmur 86: 11).
Kedua, pentingnya menyadari bahwa Tuhan itu penuh belas kasihan. Dia tidak bertindak semena-mena kepada kaum pendosa. Mereka itu bukan orang-orang yang dibuang-Nya, tetapi dicari-Nya.
“Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.” (Lukas 5: 32).
Sebagai orang berdosa, kita selalu dapat bertobat dan kembali kepada Tuhan serta mengharapkan belas kasihan-Nya. Sekaligus kita mesti berbelas kasih kepada sesama.
Demikianlah, kita belajar bahwa semua orang itu berada dalam jangkauan belas kasih Tuhan.
Sabtu, 25 Februari 2023