Jumat, 17 Desember 2021
Kej. 49:2.8-10.
Mzm. 72:1-2.3-4b.7-8.17.
Mat. 1:1-17
IDENTITAS kita sebagai manusia tidak akan pernah terlepas dari keluarga.
Karakter dan sikap serta nilai-nilai keutamaan hidup kita serap dari keluarga.
Seorang anak dibesarkan di dalam lingkungan dengan kekerasan cenderung akan mengguanakan pola yang sama dalam kehidupannya.
Namun jika dia mendapatkan pendidikan yang baik dan terbuka wawasannya, dia bisa saja melakukan berbagai perubahan pola pikir dan pola asuh untuk hidupnya.
Sedangkan anak yang tumbuh dengan penuh kasih sayang, yang secara teori dia akan hidup dengan kasih sayang pula.
Namun masih mungkin, mereka dapat salah arah jika di kemudian hari mereka mengalami pengalaman traumatis dalam hidup mereka.
Pendidikan, keterbukaan pikiran, dan lingkungan dapat mengubah seseorang.
“Saya perlu waktu lama untuk mengatasi trauma waktu kecil,” kata seorang ibu.
“Orangtuaku terlalu keras dalam mendidik kami, hingga ada beberapa peristiwa yang sangat melukaiku,” lanjutnya.
“Karena saya tidak bisa melawan orang tua, maka itu merusak fisikku,” katanya.
“Saya selalu merasa sakit kepala, seperti migraen,” lanjutnya.
“Sudah berobat kemana-mana bahkan ke luar negeri, namun tidak ditemukan penyakit di dalam tubuhku tetapi tiba-tiba daya pusing,” katanya.
“Akhirnya saya temukan akar masalah yang membuatku sering mengalami kondisi seperti itu waktu ikut retret,” lanjutnya.
“Saya sering pusing tanpa sebab karena ada pengalaman luka batin yang diakibatkan oleh peristiwa waktu saya kecil,” ujarnya.
“Saya pernah di kunci di kamar mandi seharian,” katanya.
“Dalam perjalanan waktu saya anggap bukan masalah dan bahkan saya lupakan begitu saja,” katanya lagi
“Hanya saja saya tidak mungkin marah dengan orangtua. Karena saya memahami bahwa seorang anak wajib hukumnya berbuat baik kepada orangtuanya, meskipun orangtua pernah melakukan tindakan kekerasan kepadanya,” lanjutnya.
“Konflik batin seperti inilah yang sering membuatku pusing tanpa saya sadari,” katanya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.
“Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus.”
Injil Matius dibuka dengan daftar silsilah Yesus Kristus. Di dalam daftar silsilah ini tercatat nama-nama para leluhur Yesus, mulai dari Yusuf ayah-Nya sampai Abraham.
Dua hal yang menjadi perhatian Matius dalam pembukaan injilnya adalah memperkenalkan Yesus sebagai “Anak Daud” dan “Anak Abraham”.
Yesus diperkenalkan sebagai Anak Daud untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah Raja yang akan datang, sesuai dengan janji Allah kepada Daud.
Bukan hanya itu saja.
Sebagai “anak Abraham, ” Yesus juga datang sebagai Pembawa Berkat bagi segala bangsa, sesuai dengan kehendak Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tahu silsilah keluargaku dan bisa bahagia dengan situasi keluargaku?