Jumat 17 November 2023.
- Keb. 13:1-9;
- Mzm. 19:2-3,4-5;
- Luk. 17:26-37.
TIDAK bisa setengah-setengah, perlu kejelasan dan ketegasan. Menerima Tuhan atau tidak.
“Saya cukup lama menjadi orang yang ragu-ragu,” kata seorang bapak.
“Di lingkungan yang kebanyakan tidak seiman, membuat saya banyak toleransinya hingga kadang saya sendiri bertanya dalam hati kesungguhan dan kualitas iman saya,” ujarnya.
“Pernah saya ditawari untuk sebuah jabatan, asalkan saya mau meninggalkan Kristus atau agamaku,” sambungnya.
“Namun syukur waktu aku bicara dengan isteriku, ia dengan sangat memintaku tetap bertahan sebagai pengikut Kristus; meski tidak pernah bisa mencapai jabatan itu,” paparnya.
“Jabatan itu sebuah amanah dan anugerah Tuhan, tidak usah dikejar dengan meninggalkan Tuhan, jangan karena jabatan kita malah kehilangan segalanya,” kata isteriku suatu ketika. “Jangan karena jabatan dan kuasa segalanya ditabrak dan dirusak,” lanjutnya.
“Sejak saat itu, saya mulai berani menampilkan wajah dan semangat kristiani, bertindak dan berpikir seperti apa yang dikehendaki Kristus,” ujar bapak itu.
“Di tengah orang yang berbeda keyakinan, saya tidak merasa minder lagi, bahkan saya merasa bangga mempunyai Kristus sebagai Tuhan dan raja hidupku,” tegasnya. “Saya merasa bangga boleh setia kepada Kristus,” imbuhnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”
Bersikap jelas dan tidak sekadar ikut arus memilih Tuhan sebagai juru selamat, itulah jalan kemuridan yang sejati.
Sebagai murid Kristus berkarakter Kristus sebagai wujud karakter kekristenan tidak hanya sekedar pernyataan iman, namun perbuatan karena iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati.
Iman Kristen merupakan iman yang hidup yang harus diwujudkan dalam sikap dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pilihan itu, akan berhadapan dengan dunia yang memusuhi dan menolak kehadiran Kristus. Namun jika kita tetap setia meski harus berhadapan dengan ancaman yang keji, Tuhan akan memberkati kita.
Wujud komitmen kesetiaan kita pada Tuhan adalah perbuatan berdasarkan “kasih” atau mengasihi karena itulah hukum utama dan pertama yang mengatakan bahwa mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku memilih setia kepada Tuhan daripada pilihan lain yang menjauhkanku dari Tuhan?