Jengkel

0
328 views
Ilustrasi - Ugal-ugalan menyetir mobil. (Ist)

Renungan Harian
Selasa, 28 September 2021
Bacaan I: Za. 8: 20-23
Injil: Luk. 9: 51-56

 
“PAGI itu, aku berangkat ke kantor sebagaimana biasa harus berjuang di tengah kepadatan jalan raya. Aku selalu berangkat lebih awal agar aku tidak “kemrungsung” (resah tergesa-gesa).

Aku ingin menikmati perjalanan dengan rileks sambil mendengarkan lagu dan renungan-renungan yang kuterima. Saat sedang menikmati perjalanan tiba-tiba ada sebuah mobil yang memotong jalur dan langsung berhenti karena ada temannya yang menunggu di pinggir jalan.

Aku amat terkejut dan seketika aku mengerem dan membunyikan klakson. Untunglah aku masih bisa mengerem demikian juga dengan pengendara di belakangku.

Semua pengendara di belakangku pun sontak membunyikan klakson berulang-ulang. 
Pengemudi mobil yang memotong jalan dan tiba-tiba berhenti itu bukannya minta maaf tetapi justru mendatangi aku dengan marah, menggedor-gedor pintu mobil sambil memaki-maki.

Aku diam saja, tetapi dia justru semakin kuat menggedor-gedor pintu mobil, sementara di belakang semakin keras membunyikan klakson.

Lama kelamaan aku tidak tahan, aku buka mobil pintu mobil dengan keras sehingga mendorong tubuhnya hingga terjengkang. Banyak orang yang di situ teriak: “Hajar saja, beri pelajaran biar tahu rasa.”

Aku tidak tahu orang-orang datang dari mana, tiba-tiba orang itu sudah dipukul. Untung dia bisa lari masuk mobil dan pergi.
 
Ketika kembali ke mobil dan jalan aku berpikir: “Seandainya aku punya senjata sudah saya tembak orang itu. Sok-sokan, mentang-mentang.”

Sepanjang jalan aku berandai-andai aku punya sarana atau kekuatan untuk menghancurkan dan menghilangkan orang-orang yang melawan diriku. Kejadian seperti itu sering kualami di jalan, orang salah tetapi justru lebih galak dan dengan kasar memaki-maki.

Biasanya aku diam, karena tidak punya keberanian untuk ribut takut kalau jadi masalah besar. Maka khayalanku untuk punya sarana dan kekuatan melawan dan menghancurkan menari-nari dalam benakku.
 
Kurang lebih 5 km dari tempat kejadian tadi, ada kemacetan luar biasa. Setelah hampir 30 menit tidak bergerak, aku bisa jalan lagi.

Aku melihat sebuah mobil yang menabrak pembatas jalan dan kabarnya pengemudinya meninggal. Dan mobil itu adalah mobil yang tadi memotong dan berhenti di depanku.

Tiba-tiba tubuhku bergetar, perasaan bersalah dalam diriku. Aku merasa seolah-olah kutukku kepada orang itu menjadi kenyataan.

Walaupun aku juga berpikir bahwa orang itu tadi ngebut karena takut sehingga kehilangan konsentrasi. Sejenak aku diam dan berdoa untuk orang itu.
 
Saat itu, aku bersyukur bahwa aku tidak punya sarana dan kekuatan untuk menghancurkan orang lain seperti yang muncul dalam khayalku.

Seandainya aku sungguh-sungguh mempunyai sarana dan kekuatan seperti itu, berapa banyak orang yang sudah menjadi korban keganasanku. Aku sering jengkel, dan emosiku mudah tersulut sehingga pasti aku menggunakan kekuatanku untuk menghancurkan.

Agak lucu dan kekanak-kanakan khayalku itu, tetapi betapa keinginan untuk menghancurkan atau menghilangkan orang lain yang menjengkelkan atau membuat aku benci selalu ada dalam diriku,” seorang teman cerita pengalamannya beberapa waktu yang lalu.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, mengingatkanku bahwa menyelamatkan orang jauh lebih penting daripada menghancurkan orang lain.

Dan betapa kemarahan dan benci selalu mendorongku untuk menjadi penghancur. “Kalian tidak tahu apa yang kalian inginkan. Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan orang, melainkan menyelamatkannya.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah dalam kemarahan dan kebencianku ada dorongan untuk membinasakan orang lain?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here