DELAPAN calon mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dicoret dari proses seleksi masuk Fakultas Kedokteran (FK). Mereka tertangkap berbuat curang, dengan cara meminta bantuan pengerjaan soal seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (PBM) gelombang ketiga FK pada Minggu, 29 Juli 2018.
Apa yang perlu dicermati?
Praktik perjokian itu dibongkar lantaran kedapatan memakai paralatan bantu dengar, telepon, hingga pemancar saat mengikuti tes seleksi. Kecurangan juga terjadi pada PMB UAD gelombang pertama, dengan menggantikan calon mahasiswa yang mengikuti tes seleksi atau disebut sebagai joki ujian. Kasus tersebut sudah dilaporkan kepada polisi, tetapi tidak dapat diproses lebih lanjut dengan alasan tidak ada payung hukum.
Data Passing Grade tahun 2018, FK di PTN adalah yang tertinggi, yaitu mencapai 58,57%, sehingga hanya calon mahasiswa yang pintar yang dapat lolos seleksi. Sampai tahun ini, FK masih menjadi primadona bagi calon mahasiswa dengan jumlah pendaftar meningkat sebanyak 23% setiap tahun.
Tingkat kesulitan masuk FK yang tinggi, dikombinasikan dengan calon mahasiswa peminat yang meningkat, tentu saja akan memunculkan ide kreatif dan melenceng, termasuk joki dokter.
Joki dokter ini tidak sejalan dengan Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia.
Filosofinya, ‘tut wuri handayani’ (di belakang memberi dorongan), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia, termasuk Pendidikan Dokter. Pendidikan dokter di Indonesia, sudah dimulai sejak jaman STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Jakarta, pada 2 Januari 1849.
Pendidikan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gubernemen no 22, bertempat di Rumah Sakit Militer (sekarang RSPAD Gatot Subroto) di kawasan Weltevreden, Batavia (sekarang Gambir dan sekitarnya). Ini adalah pendidikan dokter tertua di kawasan ASEAN. Namun demikian, dokter lulusan Indonesia saat ini, juga FK-nya terasa tertinggal kelas, bila dibandingkan dengan negara tetangga. Apalagi kalau dokter yang lulus saat seleksi masuk menggunakan jasa joki.
Pendidikan di FK saat ini sangat mahal, baik untuk dokter umum apalagi dokter spesialis. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir uang pangkal atau uang gedung bisa mencapai ratusan juta rupiah. Proses pendidikan kedokteran yang terjadi, dilakukan di FK dengan kualitas yang bermacam-macam.
Pendidikan dokter juga dilakukan di banyak FK yang terakreditasi C, sehingga membawa implikasi kepada lulusan dokter dengan kualitas yang berbeda. Oleh sebab itu, diperlukan proses Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) sebagai salah satu syarat kelulusan.
Meski sudah mengantongi Surat Tanda Lulus (STL) kuliah dan koas, mereka harus lulus UKMPPD.
UKMPPD kadang harus dilakukan berulang kali untuk dapat lulus, sehingga menghabiskan waktu yang lama. Apalagi masih ditambah dengan Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) yang harus dijalani seorang calon dokter secara wajib, selama 1 tahun.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kemenkes, Usman Sumantri, mengatakan tahun depan diprediksi akan ada 12.000 sarjana kedokteran di Indonesia dari 73 FK yang menghasilkan lulusan. Dengan demikian, kalau total 84 FK sudah meluluskan semua, jumlah dokter di Indonesia tentu akan bertambah banyak. Untuk sekarang ini setiap satu dokter melayani 2.270 orang dan idealnya adalah 1:2.500, sehingga sebenarnya profesi dokter sudah hampir jenuh.
Dengan memperhitungkan Passing Grade atau tingkat kesulitan masuk FK yang tinggi, dikombinasikan dengan calon mahasiswa peminat yang paling banyak, bahkan proses pendidikan yang paling lama dan mahal dibandingkan fakultas lainnya, maka cita-cita menjadi dokter harus direnungkan ulang. Selain itu, tingkat kejenuhan lapangan pekerjaan sebagai dokter yang sudah akan tercapai, layak dicermati, apalagi dikaitkan dengan proses besar mengejar ketertinggalan dunia kedokteran dibandingkan negara tetangga.
Rasanya hanya calon mahasiswa FK yang jujur, sportif dan cerdas yang mampu mengemban berbagai beban berat tersebut. Oleh sebab itu, calon mahasiswa FK yang menggunakan jasa joki, mencerminkan sikapnya yang tidak jujur, kurang sportif dan kurang cerdas, sehingga layak dicoret dari daftar calon mahasiswa FK se-Indonesia.
Tugas sebagai dokter yang berat, sulit dan mulia, sebaiknya memang ditutup untuk untuk para calon mahasiswa yang menggunakan joki. Meskipun joki dokter yang curang bukan pelanggaran hukum dan tidak dapat diproses, tetapi perbuatan tersebut merupakan pelanggaran etika bagi dokter, khususnya Pasal 9 KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) 2012, yang berbunyi seorang dokter wajib bersikap jujur.
Momentum joki dokter mendorong adanya perbaikan total dalam lingkup pendidikan dokter, bahkan sejak awal seleksi masuk FK. Tugas kita semua dengan inspirasi tut wuri handayani, untuk mencetak dokter Indonesia yang lebih unggul.
Sudahkah Anda terlibat membantu?