IBLIS merupakan musuh utama kehidupan manusia dan semesta. Ia berusaha merusak tatanan manusia dengan perilaku-perilakunya.
Menyadari bahaya dari iblis, biksu Tang Sanzang (Kris Wu) bersama murid-muridnya yakni Sun Wukong (Lin Gengxin), Zhu Bajie (Yang Yiwei) dan Sha Wujing (Mengke Bateer) melakukan perjalanan untuk menangkap para iblis.
Kisah klasik biksu Tang dengan tiga muridnya ini difilmkan oleh Stephen Chow. Film terdahulu Journey to the West: Conquering the Demons telah dirilis pada tahun 2013. Journey to the West: The Demons Strike Back (2017) merupakan sekuelnya.
Perjalanan ke Barat yang dimaksud dalam kali ini adalah India.
Biksu Tang memiliki sikap yang lugu. Namun demikian, ia sangat mendalam hidup rohaninya sehingga telah mengalami tingkat meditasi yang tinggi. Kesuciannya bisa menundukkan para iblis. Ia mengurus tiga muridnya yang berperangai unik yang sebenarnya merupakan reinkarnasi dari jenderal-jenderal ampuh di kahyangan.
Sun Wukong yang biasa dipanggilnya Monyet Nakal terkenal tabiatnya yang mudah sekali marah dan cemburu kepada sikap sang guru. Namun demikian ia sangat hebat dalam kung fu. Sedang Bajie, si babi, mudah dikuasai nafsu birahi kepada wanita khususnya bila melihat wanita cantik. Sedang Wujiing (seperti ikan) karakternya begitu setia dan taat kepada gurunya.
Meringkus iblis
Dalam film ini, Biksu Tang dan para muridnya meringkus beragam iblis: iblis berujud laba-laba, Bocah Merah alias iblis dengan polah tingkah kekanak-kanakan, Jiu Gong (Yao Chen) dan siluman Tulang Putih.
Film yang bernuansa aksi, fantasi dan komedi ini sangat kental dengan pesan rohani tentang perjalanan hidup manusia pada umumnya. Perjalanan biksu Tang dan tiga muridnya menjadi gambaran perjalanan semua manusia untuk membebaskan kehidupan dari penderitaan akibat kekuasaan nafsu.
Melepaskan kemelekatan diri
Dalam tradisi Buddhisme, itulah perjalanan menuju moksa. Seseorang dapat mencapai tahap itu bila berhasil melepaskan kemelekatan diri yang bersumber dari aneka nafsu.
Perlawanan kepada iblis pun dilukiskan cukup sengit dalam pertempuran besar-besaran antara Tang dan kawan-kawan melawan para iblis. Tak jarang menyebabkan kehancuran. Justru melalui pertempuran itu terlihat jelas bahwa perjuangan melawan iblis adalah suatu hal yang serius dan tidak mudah.
Yang menarik pula, iblis-iblis berwujud menarik padahal mereka itu manifestasi dari sifat-sifat atau nafsu buruk manusia. Iblis begitu cerdik untuk melemahkan setiap pribadi. Iblis mendekati titik kelemahan manusia dengan memuaskan kelemahannya.
Mereka menampilkan diri sekeren mungkin sehingga keburukannya tersamar. Mereka berparas cantik seperti yang ditampilkan sang menteri Jiu Gong dan Felicitas (Siluman Tulang Putih). Ada juga yang tampil dalam bentuk kekuasaan dengan ujud sebagai kaisar (Bocah Merah). Bila manusia tidak seksama dan penuh kesadaran, ia akan tertipu dan tunduk padanya.
Peziarahan hidup
Kisah film ini membantu kesadaran penonton tentang peziarahan hidup manusia, apa pun agama dan keyakinannya.
Dalam tradisi Kristen, iblis atau setan pada hakekatnya berarti pemecah belah. Ia memisahkan manusia dari Allah dan sesama. Ia menciptakan pertikaian sehingga tidak ada damai.
Pesan St. Petrus begitu jelas, “Hendaklah kalian waspada dan siap siaga! Sebab Iblis adalah musuhmu. Ia seperti singa berjalan ke sana kemari sambil mengaum mencari mangsanya.” (1 Pet 5:8).
Kuasanya pun nyata dalam kedagingan.
St. Paulus menampilkan daya iblis ini dengan beragam hawa nafsu kedagingan yang dipertentangkan dengan buah-buah Roh dalam Efesus 5.
Perjalanan hidup rohani seorang kristen pun jelas yakni hidup dalam Roh Kudus. Istilah yang biasa dipakai dalam Gereja untuk hidup dalam Roh ini ialah menjadi ciptaan baru.
Menonton film ini selama 103 menit cukup mengasyikkan, kendati visualisasinya terlihat fantasi dan kurang hidup.