AJANG pesta olahraga bersama dengan berlari sehat dan jalan-jalan santai di forum Joyful Run AYD 2017 bagi saya –sebagai penonton yang tidak ikut lari – ibarat sebuah cangkir dimana semua elemen gula, air, susu, kopi bisa bercampur dan akhirnya lumer menjadi satu santapan minuman yang enak. Begitulah yang terjadi di arena Joyful Run AYD 2017.
Menggembirakan melihat Ketua Komisi Kepemudaan KWI Mgr. Pius Riana Prapdi –Uskup Keuskupan Ketapang di Kalbar—ikut terjun nimbrung gabung dalam perhelatan olahraga lari sehat dan jalan santai ini. Pun pula di situ ada Romo Heru Hendarto SJ –mantan Direktur SMA Kanisius di Menteng, Jakarta, dan kini Rektor Kolese Kanisius—bersama kolega Jesuit yang lebih senior: Romo Ismartono SJ, kakak kandung almarhum Mgr. Johannes Pujasumarta.
Di bagian lain, saya juga melihat Romo Antara, imam diosesan KAJ. Lalu juga ada imam diosesan Keuskupan Agung Semarang: Romo Heribertus Budipurwantoro. Pastor praja KAS asal wilayah Rawaseneng ini sehari-hari mengampu tugas sebagai Ketua Komisi Kepemudaan KAS dan untuk itu ia tinggal bermarkas di Wisma Salam, perbatasan Magelang dan Yogyakarta.
Bisa jadi, di tengah ribuan peserta Joyful Run AYD 2017 ini, masih ada banyak imam lainnya yang lolos dari pantauan lensa kamera.
Ada juga suster biarawati muncul di tengah perhelatan ini. Namun, para biarawati ini tidak ‘lukar busana’ dengan pakaian olahraga alias –sama seperti penulis—mereka datang sebagai penonton saja.
Baca juga:
- 5KM Joyful Run: Bhinneka Tunggal Ika Bergema di Semarang
- Joyful Run AYD 2017: 5.500-an Orang Gelorakan Cinta Olahraga, Semangat Nasionalisme, dan Cinta Gereja Katolik Indonesia (1)
Animo tinggi dan kerja serius
Tingginya animo ribuan peserta Joyful Run AYD ini bisa dicermati dari banyaknya ragam kalangan yang ikut terjun masuk ke arena lapangan untuk berlari atau sekedar jalan-jalan sehat. Dari jajaran panitia terlihat Nixon Silvanus, Romo Antonius Haryanto yang naik ke atas pentas untuk melakukan flag off –tanda semprit dimulainya aksi lari dan jalan sehat.
Lalu ada penasehat kelompok Profesional dan Usahawan Katolik (PUKAT) KAJ Pieneke Sutandi. Yang pasti, usianya boleh dibilang sudah tidak muda lagi. Itu karena pada Juli 2016 lalu bersama suaminya Paul Sutandi, Bu Pieneke sudah merayakan HUT ke-50 Perkawinan. Namun ya itulah, atmosfir sukacita Joyful Run AYD 2017 telah memompa kembali semangat mudanya untuk tetap berkiprah di balik panggung sebagai juri.
Banyak pihak telah ikut terlibat aktif dan bersedia menangani perhelatan ini dengan eos kerja sangat serius dan komitmen tinggi. Buktinya, acara Joyful Run AYD 2017 boleh dibilang sangat sukses, sekalipun hati semua anggota panitia dan para peserta sempat dihantui perasaan was-was kalau-kalau hujan yang telah mengguyur Jabodetabek sejak Sabtu malam hingga menjelang Minggu dinihari dikhawatirkan tidak berhenti.
Ternyata, Tuhan telah mengatur segala sesuatunya dengan sangat indah tepat pada waktunya. Pagi hari di awal Minggu tanggal 7 Mei 2017 ini, hujan deras sudah berhenti sejak pukul 04.00 WIB dan hari itu dimulai dengan cuaca mendukung meski di langit masih menggantung awan dengan sedikit berkabut. Dan anehnya lagi, ketika semua acara sudah berlangsung dan selesai pada waktunya sebelum lepas siang, hujan deras kembali mengguyur di awal petang hari.
Kursi roda
Di arena lapangan lari-lari dan jalan sehat, ada pemandangan menarik. Seorang peserta tampak mendorong kursi roda di atas mana ibundanya ‘duduk manis’ namun tetap lengkap dengan kostum seragam acara. Di belahan lain ada serombongan anak-anak kecil ikut berlari-lari bersama kedua orangtuanya.
Yang muda, yang ceria dan kreatif. Seorang pelari muda dengan amat pede-nya memakai busana tradisional model surjanan khas Yogyakarta sebagai ‘kostum resminya’ untuk berlari. Dan ia tidak main-main. Menjelang menembus garis batas akhir, ia bukannya memperlambat laju larinya, melainkan malah mempercepat langkah kedua kakinya dengan penuh semangat.
1.500-an peserta
Lain lagi dengan rombongan besar yang dibesut umat katolik Paroki Maria Bunda Karmel (MBK) di Jakarta Barat. Kali ini, mereka memboyong peserta jumbo dengan jumlah tak kurang 1.500-an orang.
Jumlah itu tentu saja sudah ‘merebut’ jatah serempat banyaknya dari jumlah kuota yang dipagrok oleh panitia: hanya 5.000-an orang.
Tak mengapa. Toh, namanya juga mencuatnya gelora animo besar untuk ikut memeriahkan Joyfun Run AYD 2017 sekaligus menjaga tubuh agar tetap bugar sehat.
Menjawab Sesawi.Net di luar arena usai acara, Ketua Komisi Kepemudaan KWI Mgr. Pius Riana Prapdi dari Keuskupan Ketapang di Kalbar mengatakan, sejatinya panitia memang telah memasang pagu batas jumlah peserta hanya 5.000-an orang. Itu karena memperhitungkan kebutuhan logistik berupa kaos dan pernak-pernik lainnya.
Baca juga: OMK, Masa Depan Gereja
Ternyata, kata Uskup yang adik kandungnya seorang imam Redemptoris (CSsR) ini, “Animo peserta luar biasa besar sehingga panitia tak sampai hati menyetop registrasi partisipasi. Akhirnya diputuskan, boleh nambah 500-an orang. Untuk itu, panitia segera memproduksi kaos dan semua pernak-pernik lainnya,” terang Uskup yang sehari sebelumnya merajut sejarah umurnya pada angka 50 tahun ini.
Yang cantik dan ganteng
Ibarat panggung catwalk dimana para model peragaan busana berlenggak-lenggok memerankan model busana produk terakhir, maka acara Joyful Run AYD 2017 juga menjadi ajang kebolehan para peserta menguji stamina fisiknya masing-masing. Di arena alam terbuka inilah, masing-masing peserta bereksplorasi diri menikmati alam sekaligus memacu tetesan keringat agar semakin bugar dan sehat.
Dan memanglah, tak ada satu peserta pun yang tampil tanpa tetesan keringat usai menyentuh garis finish. Semuanya godros keringat dan buru-buru menyeka wajah dari leleran cairan tubuh ini dan kemudian mengisi kebutuhan cairan dengan minum.
Lihat misalnya ada pelari ibu muda cantik dengan tampilan menarik. Meski berlelah-lelah karena ikut lomba lari, ibu muda dengan postur menawan ini tetap saja peduli dengan penampilan diri yang dibuat agar tetap menawan. Menakjubkan bahwa setelah sekian kilometer berlari, ia bukan hanya tidak tampak lelah, melainkan tetap saja cantik dengan tampilan kostum yang so colourful pula.
Nah, ibarat panggung fashion, maka di arena Joyful Run 2017 ini juga ada beberapa peserta sengaja berbusana ‘aneh bin aneh’ –sesuatu yang tidak lazim—ketika ikut lomba lari atau jalan sehat di alam terbuka. Satu peserta memakai kostum busana layaknya burung garuda.
Sudah barang tentu, ‘busana spesial’ ini berat dan butuh stamina fisik yang luar biasa. Peserta ini layak mendapatkan bintang karena ditetapkan sebagai peserta yang paling ‘modis’ dengan balutan busana super ‘aneh’ namun terkesan eksotis.
Lalu, ada juga sejumlah orang yang sengaja berbusana khas mengikuti tradisi beberapa negara peserta AYD 2017 mendatang. Ada yang berbusana model Korea dan Jepang, lalu lainnya berbusana sari model pakaian khas untuk perempuan India, dan masih banyak lagi lainnya.
Apakah busana-busana ini sekedar pajangan semata? Ternyata tidak. Meski berbusana khusus dengan sentuhan ‘aneh-nan-eksotik’, para peserta dengan busana khusus ini juga ikut berlari dan berjalan menyusuri rute sedikitnya 2 km. Tentu saja, usai berlarian dan berjalan di alam terbuka yang mulai didera panas matahari ini, ia pun juga mandi keringat.
Dan seperti itulah pula yang dialami model busana Olga Lydia bersama suaminya. Ia pun ikut bermandi keringat — sebuah pemandangan yang mungkin tidak akan terjadi kalau dia tengah berlenggak-lenggok di atas panggung catwalk dan membiarkan busana haute-couture membungkus tubuh ragawinya yang ramping lengkap dengan segala aroma wewangian yang memanjakan hidung.