“Jurassic World”, Ambisi yang Menjadi Bumerang

0
1,930 views

Mulanya pulau ini hanyalah sebuah taman (Jurassic Park) tempat eksperimen demi kepentingan ilmu pengetahuan. Kemudian ini dikembangkan menjadi miniatur dunia ekosistem zaman dinosourus dari 65 juta tahun yang silam (Jurassic World). Di Jurassic World orang-orang bisa belajar sekaligus berekreasi tentang kehidupan mahkluk-mahkluk yang telah punah itu.

Rekreasi yang tragis

Kisah film Jurassic World terintegrasi dalam cerita sepasang kakak beradik Gray (Ty Simpkins) dan Zach (Nick Robinson) yang pegi untuk berlibur di tempat tantenya Claire (Bryce Dallas Howard), seorang pegawas proyek pengembangan Jurassic World. Di tempat itulah kedua anak remaja ini menikmati petualangan mereka.

Sampai akhirnya harus berhadapan dengan petaka karena salah satu ‘aset’ yakni mahkluk kuno hasil rekayasa laboratorium itu lepas dari kandangnya. Mahkluk yang disebut Indominus Rex ‘dibuat’ bisa dikatakan simbolisasi sifat liar manusia. Dalam diri Indominus Rex, ‘monster’ kuno yang besar, ganas, dan bergigi banyak terpenuhi. Semua perkara yang terjadi di pulau itu akhirnya berhasil diatasi oleh Owen (Christ Pratt) yang dibantu oleh para raptor asuhannya.

Semua pengunjung berhasil dievakuasi, tanpa menutup mata akan adanya kurban-kurban karena keganasan mahkluk kuno itu. Di penghujung film, ditampilkan seekor mahkluk kuno mengaum di bangunan di sebuah dataran tinggi pulau itu.

Dunia yang liar

Film Jurassic world sebenarnya murni hadir untuk memenuhi keinginan masyarakat yang haus akan ‘monster’ kuno. Jurassic World bukan hanya miniatur bumi dari 65 juta tahun yang lalu melainkan miniatur hasrat manusia yang haus dengan dunia rimba: saling memangsa, siapa kuat, dan siapa yang lebih mengerikan. Maka cukup menarik bila kita menyaksikan adegan-adegan dari film ini, lepas dari usaha para ilmuwan untuk meniliti kehidupan purba, film ini justru berbicara tentang sifat dasar mahkluk yang cenderung saling memangsa.

Sedang kehadiran tokoh Owen merupakan refleksi manusia zaman ini tentang perlunya manusia mengontrol ciptaannya supaya tidak menjadi bumerang. Owen selalu menyuarakan pentingnya persahabatan kepada ciptaan lain. Owen mengkritik sikap manusia yang senantiasa memperalat ciptaan lain untuk ambisi diri, entah itu mengeruk uang ataupun kekuasaan.

Satu hal lagi, film yang digarap dengan tehnologi canggih ini berdurasi 2 jam 3 menit. Kendati mahkluk-mahkluk kuno dalam film ini diolah dengan animasi komputer, tetapi penonton akan dipuaskan saat menikmatinya di gedung bioskop. Apalagi bila penonton memakai fasilitas 3D, rasanya penontonpun ada di antara mahkluk-mahkluk itu.

Mari kendalikan ambisi diri agar dunia ini semakin damai bukan liar. Selamat menonton.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here