SETIAP bangunan tua pastilah punya kisah sejarah. Dan tak terkecuali Gereja Salib Suci Paroki Kamuning di Kota Bandung ini.
Terletak di pusat Kota Bandung dan berada di Jalan Kamuning, postur Gereja Salib Suci ini menarik. Antara lain, halaman muka gereja ini menghadap jalan raya besar. Itu adalah Jalan Ahmad Yani. Sementara, di seberang gereja ada Jl. Kamuning.
Di tepi Jalan Kamuning inilah, akses pintu keluar masuk gereja berada. Lebih masuk akal dan dari segi keamanan lebih terjamin, daripada membuka akses pintu keluar masuk dari Jalan A. Yani.
Sederhana tapi historis sekali
Secara bentuk, memang postur Gereja Salib Suci ini terbilang “sederhana”. Namun, di balik unsur sederhana ini terbilang ada sejarah panjang yang menyertainya. Antara lain karena di Gereja Salib Suci Paroki Kamuning ini ada sederet pastor misionaris Ordo Salib Suci (OSC) dari Negeri Belanda yang pernah berkarya di paroki ini.
Beberapa tahun terakhir ini, pengampu karya pastoral di Gereja Salib Suci ini dikerjakan oleh para imam diosesan Keuskupan Bandung. Sekarang ini, Romo Iwan Rusbani Setiawan Pr menjadi Pastor Kepala Paroki.
Pernak-pernik sejarah
Kali ini dan bersama Romo Iwan Rusbani Pr, Titch TV dibawa masuk ke bangunan Pastoran Kamuning. Terlihat sangat anggun dari sisi samping Jalan Kamuning. Terkesan gagah dan kokoh.
Kita mulai dari pintu depan. Porsi kecil lantai depan bercorak putih merupakan tempat di mana keset biasa diletakkan. Di sisi samping pintu utama, ada lobang kecil warna hitam. “Itu adalah lobang kotak surat zaman dahulu,” terang Romo Iwan Rusbani Pr.
Memasuki kamar tamu bagian dalam, maka di situ terlihat skaklar lampu terbuat dari bahan keramik. Itu pun sistemnya masih diputar-putar untuk menyalakan dan mematikan lampu pijar. “Ini masih berfungsi dengan baik,” papar imam diosesan asal Baturetno, Kabupaten Wonogiri, Jateng ini.
Kaca es
Di situ juga ada hal menarik lainnya. Yakni corak salib berbahan tembaga yang mungkin bisa dipersepsi sangat “usang” untuk ukuran desain salib modern. Lalu jenis kaca jendela yang “berbeda” dengan model kaca-kaca zaman sekarang.
Saat itu, lazim digunakan kaca “es” karena dua permukaan kaca ini berbeda coraknya. Bagian luar terasa kasar, sementara bagian dalam.
Disebut “kaca es” karena corak warna dan tekturnya seperti bongkahan es batu yang tidak “jernih”.
Untuk mengurangi transparansi kaca, orang zaman sekarang memakai lapisan – entah apa namanya. Zaman dulu, corak tekstur bongkahan es non transparan itulah yang selalu dipakai agar apa yang ada di dalam tidak bisa dilihat dari luar.
Lainnya adalah koleksi sederetan kursi-kursi model kuno di mana jalinan penjalin atau rotan menjadi cirinya. Lalu juga logo Ordo Salib Suci atau Krosier yang masih menempel kuat di sebuah tembok. Plus bel mekanik yang baru akan berbunyi, ketika tuas tali di luar ditarik ke bawah.
“Sayang juga, tali tuas itu terpaksa kami non aktifkan karena sering dibuat mainan sama anak-anak,” papar Romo Rusbani Setiawan Pr kepada Titch TV. (Berlanjut)
Baca juga: Para pastor Gereja Salib Suci Paroki Kamuning Bandung (1)
koreksi utk admin. RM Iwan Rusbani berasal dari Paroki St. Yusup Baturetno bukan dari Jumapolo. tks
terimakasih