Puncta 22.03.23
Rabu Prapaskah IV
Yohanes 5: 17-30
SEORANG bapak sedang menyetir mobil bersama keluarga. Anak-anaknya juga ikut di dalamnya. Tiba-tiba ada sepeda motor nyelonong memotong jalannya.
Bapak itu spontan marah dan berteriak kasar, “Kurangajar, anak gak tahu aturan, nyelonong sembarangan, mati loe nyium aspal.”
Apa yang diucapkan bapak itu direkam dalam ingatan anaknya. Seorang anak adalah spon penyerap yang baik. Anak-anak usia dini adalah pengingat ulung.
Mereka juga peniru yang fasih. Mereka akan menyerap segala informasi, sikap, perilaku dari lingkungan sekitarnya.
Sebagian besar apa yang dilakukan anak-anak didapat dari lingkungan keluarga. Apa yang mereka lihat dari orangtua itulah yang diingat di bawah sadarnya.
Suatu saat jika menghadapi satu peristiwa yang mirip, ingatan itu – entah baik entah buruk – akan dilakukan juga.
Orangtua bisa memberi teladan yang baik. Tetapi tidak jarang ada perilaku buruk yang dilihat anak-anak dan ditiru dalam tindakan mereka.
Ada beberapa tindakan orangtua yang sering ditirukan anak; suka berteriak dan mudah menyalahkan, berlaku kasar, bertindak tidak sopan, suka berbohong, suka melanggar aturan.
Bisa jadi jika sikap anak-anak yang sulit diatur, malas dan tidak sopan, mungkin mereka meniru perilaku orang-orang tua dan tokoh idola mereka.
Kita bisa saja menyalahkan lingkungan mereka, tetapi bukankah lingkungan paling dekat dan intim adalah keluarga?
Pepatah “Kacang mangsa ninggala lanjaran” artinya seorang anak akan belajar dan meniru sikap dan perilaku orangtuanya.
Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.”
Yesus dan Bapa adalah satu. Pekerjaan Yesus adalah pekerjaan Bapa juga. Ia menegaskan, “Sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari Diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.”
Maka segala hal yang dikerjakan Yesus sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. Kalau kita melihat Yesus, kita juga melihat dan mengenal Bapa.
Kalau kita percaya pada Yesus, kita juga percaya pada Bapa.
Yesus bekerja untuk melakukan kehendak Bapa-Nya. Apa yang dikerjakan Yesus berasal dari Bapa.
Bagaimana kita mengenal Allah yang disebut Bapa? Dengan melihat apa yang dikerjakan Yesus yang mangasihi semua orang.
Sikap-sikap yang diwariskan oleh orangtua, itulah yang kita hidupi sekarang. Begitu pula orang akan mengenal siapa Allah yang kita imani, jika mereka melihat perbuatan-perbuatan kita.
Sudahkah sikap dan perilaku kita menggambarkan siapa Allah yang mengasihi semua?
Telah beredar buku puncta serial senjakita,
Yang belum kebagian hubungi saya saja.
Tidak penting nasehat yang berbusa-busa,
Tunjukkan sikap dan teladan yang nyata.
Cawas, sudah punya Senjakita…?