Kadang aku rindu pertengkaran itu. Begitulah penuturan polos dan jujur seorang ibu yang sudah mengarungi hidup berkeluarga dengan suaminya sekitar 13 tahun. Ia menguraikan saat-saat indah dan moment yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Ia juga tidak malu mengungkapkan saat-saat buruk, bahkan sangat memprihatikan yang ia alami dengan suaminya yang membuat bahtera itu hampir kandas. Namun, di saat harapan itu masih menggema dan keinginan itu masih ada, semua hantaman ombak dan hempasan badai itu berlalu dan berganti dengan indah pada waktunya.
Satu ungkapan manis yang ia untaikan yakni, meminta maaf dan memaafkan. Ini selalu mengalir setiap kali mereka bertengkar dan bersoal jawab bahkan saat emosi membara. Rupanya sebelum menikah mereka telah membuat kesepatakan dan komitmen, untuk selalu mengenang “masih indah dan penuh memori”, saat berjanji di altar kudus, disaksikan oleh umat beriman dan pejabat Gereja, setiap kali mereka bertengkar. Ini menjadi kekuatan dasyat bagi mereka untuk melihat yang baik, paling baik dan terbaik yakni meminta maaf dan memaafkan. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun-tahun.
Kini meminta maaf dan memaafkan seperti sudah menjadi kebutuhan untuk mereka berdua. Sekarang, saat penuh perdamaian dan penyatuan dua pihak yang sakit hati, menjadi bagian dari diri dan hidup mereka. Mereka merasa kalau tidak minta maaf dan memaafkan dalam waktu tertentu, seperti merasa ada yang kurang dan belum lengkap, apalagi akhir dari moment itu selalu diakhiri dengan pelukan manis, indah damai dan teduh . Maka sang ibu mengatakan, “Aku rindu pertengkaran itu.” Aku ingin meminta maaf dan suami memaafkan, atau sebaliknya. Aku rindu pelukan maaf itu dan dekapan pengampunan itu.
Saudara-saudari terkasih dan teman-teman sekalian. Saya tidak memaksa anda untuk seirama dengan ibu ini, rindu akan pertengkaran. Yang mau saya hantarkan ialah, bahwa pernikahan bukan berarti semuanya otomatis. Lewat pernikahan bukan berarti kebahagiaan itu otomatis menjadi milikmu. Perjuangan tetap harus dilanjutkan. Pemurnian kasih dan pembaharuan janji nikah masih harus diintensifkan. Pernikahan tidak akan menghapus perbedaan, tetapi justru menerima perbedaan itu adalah salah satu aspek keindahan dari pernikahan.
Maka ingatlah, ketika anda mengatakan YA, itu berarti untuk seumur hidup, dalam suka dan duka. Kesatuan itu kadang goyah karena perbedaan prinsip. Kadang cinta itu diolengkan ombak dan dihempas badai karena salah paham, salah pengertian dan bahkan karena pihak ketiga. Maka, kesiapan dan keinginan untuk melihat yang baik, paling baik dan yang terbaik, yakni masa depan yang indah, dan membawa bahtera itu sampai ketujuan, sesuai dengan janji nikah, harus ditanamkan dalam hati.
Karena memang meminta maaf dan memaafkan dan memperbaiki diri serta komitmen perlu dan bahkan sangat mutlak dalam hidup berkeluarga. Yakinlah ketika anda mau meminta maaf dan juga bersedia memafkan, bahtera itu akan makin kuat. Dan akhirnya juga anda akan mengatakan, “Aku rindu pertengkaran itu.” Ini bukan berarti kita menghendaki pertengkaran, tetapi lewat pertengkaran itu ada maaf yang mengalir dan akhirnya bahtera itu makin kuat, kokoh dan tegar. Semoga.
Selamat malam, Allah memberkatimu, keluarga dan anak-anakmu.
Photo Credit: Royalty Free Stock Photos