Bacaan I: Keluaran 32: 7-14.
Injil: Yohanes 5: 31-47.
DALAM perjalanan Semarang-Jakarta dengan kereta api, seorang anak remaja duduk bersama seorang lelaki paruh baya dan isterinya.
“Jadi kamu anak Pak Matri, ya dik,” kata lelaki itu setelah remaja tadi memperkenalkan dirinya.
“Iya Om, saya anak yang bungsu,” jawabnya.
“Pak Mantri, almarhum kami kenal sebagai orang jujur, pekerja keras, dan murah hati,” kata seorang isteri lelaki itu yang duduk di sampingnya.
“Terima kasih, dengan mata berbinar,” kata remaja tadi.
“Dulu, kami pernah ditolong, waktu anakku sakit dan kami tidak punya uang, bapakmu merawat dan memberi obat tanpa kami bisa bayar,” kata lelaki itu.
“Dan waktu kami, punya rezeki kami datang dan mau membayarnya, bapakmu tidak menerimanya. Namun setelah kami desak untuk menerimanya, bapakmu memberi resep. Dan kami belikan obat yang bapakmu berikan untuk salah satu pasien yang tidak mampu,” kata isterinya.
“Bapak, hanya ingin setiap orang yang bisa berobat mendapatkan pertolongan dan sembuh,” kata remaja itu.
“Betul, dari perjumpaan dengan bapakmu itu, kami belajar untuk tidak segan-segan membantu orang lain, orang yang membutuhkan,” kata isteri lelaki itu.
Kebaikan yang kita buat dalam kehidupan inilah yang akan memberi kesaksian siapa diri kita.
Kebaikan yang telah dilakukan oleh Pak Mantri almarhum membuat dia tetap hidup dan dikenang dengan nada syukur serta pujian.
Tidak ada kesaksian yang paling valid, kecuali keuatamaan hidup yang kita lakukan setiap hari.
Namun itu tidak berlaku bagi orang yang tidak percaya. Seperti Yesus yang tetap ditolak oleh orang Yahudi.
Di hadapan orang-orang Yahudi yang tidak percaya, meski Tuhan Yesus telah mengadakan mukjizat.
Yesus menunjuk dua tokoh penting yakni Yohanes Pembaptis dan Musa. Mereka telah memberi kesaksian dan menulis tentang Yesus. Namun sekali lagi, orang Yahudi belum bisa menerima Dia.
“Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar.”
Semoga kita bisa menjadi saksi-Nya, yang pernah mengalami sentuhan kasih, dan berbagai rahmat dalam hidup ini.
Seperti lelaki dan isterinya yang dengan lantang memberi kesaksian tentang kebaikan, kejujuran, kemurahan hati Pak Mantri.
Demikian juga kita dipanggil untuk bersaksi akan Tuhan kita Yesus Kristus.
Pengalaman kasih apa yang Anda terima dan terus terpatri dalam hati?