PRIA peserta retret itu meneteskan airmata, ketika menceritakan tentang ibunya yang sudah lanjut usia. Sebagai anak yang berbakti dia ingin membalas kasih dan kurban ibunya dengan pemberian sederhana.
Sembari berlibur, dia berbagi penghasilan dengan ibundanya.
Alangkah terkejutnya, tatkala kembali dari berlibur dia menemukan uang itu di antara baju-baju di kopernya.
Uang itu dalam amplop disertai tulisan:”Terima kasih anak-ku atas kasih dan pemberianmu. Ibu tahu kamu lebih membutuhkannya. Terimalah uang ini.”
Itulah kodrat seorang ibu: memberi, bukan menerima; apalagi meminta.
Melahirkan, menyusui, memberikan diri, itulah sifatnya yang hakiki.
Menjadi ibu adalah mencinta dan berkurban. Sebagaimana Ibu Pertiwi selalu memberi, demikian pula semua ibu kita.
Dia tidak pernah meminta sesuatu dari anak-anaknya.
Kalau ibu kita meminta apalagi sampai meminta-minta kepada kita, bisa jadi ketidakpedulian kita telah melampaui batasnya.
Berapa banyak ibu lanjut usia yang dititipkan di panti jompo oleh anak-anaknya.
Adakah yang mengemis supaya dijenguk anak-anaknya?
”Ibu selalu memiliki anak-anaknya. Tetapi anak-anak belum tentu memiliki ibunya.”
Ibu tidak pernah bisa dipisahkan dari anak-anaknya.
Walau terpisah, ibu selalu menyertai mereka dengan doa-doanya.
Secara pribadi aku merasakannya. Tanpa doa-doa ibuku, aku tidak bertahan seperti sekarang. “I remember my mother’s prayers and they have always followed me. They have clung to me all my life.” (Abraham Lincoln)
Sebagai anak-anak yang sudah dewasa kita mempunyai tanggungjawab.
Kadang tanggungjawab itu menyita hampir seluruh waktu sampai kita lupa menyapa ibu kita. Memang, dia tidak mengharapkan apapun dari kita.
Namun, untaian doa dari anak-anaknya merupakan harta berharga dan tanda hormat baginya.
”Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.” (Ul 5:16).
Hari Ibu, 22 Desember 2021