PERISTIWA kematian membuat syok dan sedih. Bahkan kadang-kadang mengantar seseorang pada kefrustrasian akan kehidupan selanjutnya. Terlebih kalau yang mati itu adalah seseorang yang sangat dicintainya, dan menjadi penopang kehidupannya. Pengharapan dan cita-citanya seolah-olah terpotong begitu saja. Perasaan seperti itulah yang kira-kira dialami oleh para murid.
Mereka sesungguhnya menaruh pengharapan besar akan Yesus, guru yang diikutinya dengan meninggalkan keluarga serta pekerjaan. Namun nyatanya lain. Sang Guru telah ‘kalah’ tanpa perlawanan. Cara wafatNya pun tidak terhormat: disalibkan dan menjadi olok-olok banyak orang. Kepada siapa lagi hidup harus digantungkan?
Kisah tentang dua orang murid Emaus menggambarkan situasi hati yang ‘kacau’. Keduanya masih kaget dan tidak percaya akan apa yang baru saja terjadi. Sepanjang perjalanan 10 kilometer itu mereka memperbincangkan tentang segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu tentang harapan yang pupus oleh kematian Yesus. Lihatlah, betapa emosi mereka naik ketika seseorang (Yesus) bergabung dalam perjalanan dan bertanya tentang apa yang sedang dipercakapkan.
“Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?” (Luk 24: 18). Sesungguhnya mereka berharap banyak kepada Yesus. Dan harapan itu adalah tentang kemuliaan duniawi: mengalahkan penjanjahan Kekaisaran Romawi/ memerdekakan bangsa Israel, menyejahterakan ekonomi negeri, dan mengangkat mereka menjadi ‘menteri-menteri’ dalam kabinetNya.
Hati mereka diterangi, pemahaman mereka diluruskan, dan iman mereka diteguhkan kembali, ketika mereka melakukan perjamuan bersama malam itu. “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan, dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Luk 24: 32) Kedua murid tersebut mendapatkan pemahaman baru tentang karya keselamatan Allah yang memuncak dalam diri Yesus Kristus yang telah wafat dan dibangkitkan Bapa. Dan kini mereka yakin bahwa Allah selalu menyertai mereka untuk misi yang jauh lebih besar dan mulia: mewartakan Kerajaan Allah yang datang.
Apa pun keadaannya, situasi apa pun yang mesti kita hadapi, tantangan apa pun yang ada di depan kita, tidak akan pernah lagi membuat kita frustrasi dan ‘nglokro’. Sebab nyata benar Allah telah mengalahkan kematian. Dan setelah bangkit, Dia menyertai kita! Dialah Allah yang penuh kasih setia, yang tidak pernah meninggalkan kita seorang diri! Libatkanlah Allah dalam setiap perkara.