Selasa, 14 Mei 2024
Kis 1:15-17.20-26;
Mzm 113:1-2.3-4.5-6.7-8;
Yoh 15:9-17
SEBUAH kejadian pembubaran orang yang sedang berdoa Rosario oleh orang-orang dengan berteriak-teriak dan bahkan dengan kekerasan seakan menjadi pembuka peziarahan iman bersama Bunda Maria di Bulan Maria kali ini.
Muncul banyak tanggapan dari berbagi pihak, tak luput juga dari Kemenag, bahkan pihak berwajib yang isinya bisa kita baca dan lihat di berbagai mass media.
Sebuah kegiatan rutin setiap tahun di kalangan umat beriman kristiani yang biasanya aman dan tidak menimbulkan reaksi kini diusik dan dijadikan masalah serta diributkan bahkan dilarang.
Saya kira larangan ini menunjukkan adanya sebuah rasa tidak suka dan cenderung menjadi kebencian atas aktivitas keagamaan, selain agamanya sendiri.
Kelompok yang selama ini diam dan dipaksa tidur kini mulai menggeliat dan mencoha muncul dan menunggu reaksi yang ada. Jika perbuatannya aman maka akan diikuti tindakan-tindakan yang lain.
Banyak orang tidak rela ada perbedaan di antara kita semua. Mereka melihat orang berkeyakinan lain ibarat duri dalam daging. Harus dibuang, haru disingkirkan. Mereka bukan hanya tidak menghargai agama lain namun mereka tidak menghargai kemanusiaan.
Menghargai kemanusiaan memerlukan kesadaran totalitas, bukan sekedar menahan diri dengan tidak mengganggu atau mengusik orang lain, atau hanya bersifat pasif semata. Menghargai kemanusiaan lebih ditekankan bagaimana manusia memperlakukan manusia lain melalui pikiran, ucapan, maupun perbuatan badan jasmani atas dasar nilai-nilai universal kemanusiaan.
Dengan lain kata, menghargai kemanusiaan adalah sebagaimana manusia memanusiakan manusia itu sendiri.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Kasih itu paling sering dibicarakan, namun yang paling sedikit atau paling sukar dilakukan. Kalau pun itu dilakukan, orang melihat kasih dilakukan sebagai investasi yang harus menguntungkan di kemudian hari
Perintah Kristus sangat menggembirakan karena dilandaskan pada kasih. Ide tentang kasih selalu melekat pada ketaatan kita dimulai dengan kasih Allah kepada kita.
Bahkan ketaatan merupakan upaya untuk tetap tinggal di dalam kasih-Nya. Dengan kata lain, ketaatan kita didirikan di atas pengalaman dan keyakinan bahwa Allah telah lebih dahulu mengasihi kita. Jika semua digerakkan oleh cinta, semua akan dilakukan dengan gembira.
Bagiaman dengan diriku, apakah aku kurang kasih ?