Kasus Pelecehan Seksual: Vonis Penjara Enam Tahun untuk Kardinal George Pell

0
540 views
Kardinal George Pell (77) - mantan Bendahara Vatikan dan mantan Uskup Agung Melbourne with courtesy of CNN International.

PEJABAT Gereja Katolik kini tidak imun lagi terhadap hukum sipil. Terbukti, mantan Bendahara Vatikan sekaligus mantan Uskup Agung Melbourne di Australia, Kardinal George Pell (77), pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2019 mendapat vonis hukuman penjara selama enam tahun.

Vonis hukuman kurungan di balik jeruji besi bagi Kardinal George Pell (77) jatuh karena mantan Uskup Agung Melbourne ini terbukti bersalah pernah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap dua remaja anggota kelompok koor di tahun 1990-an dengan ada sedikit unsur pemaksaan.

Ia dinyatakan bersalah atas satu kasus pelecehan seksual terhadap seorang remaja putra dengan melakukan “penetrasi” melalui mulut, selain juga dinyatakan bersalah atas empat kasus yang melibatkan tindakannya yang dianggap “tidak senonoh” secara seksual terhadap seorang anak cowok akhir Desember 2018 lalu.

Proses peradilan terhadap Kardinal Pell selama ini berlangsung tertutup dalam kurun lima pekan, namun dalam sidang terakhir di mana vonis terhadapnya jatuh, peradilan itu dinyatakan terbuka bagi publik.

Suara korban

Duduk di kursi terdakwa, Kardinal George Pell memilih diam dan tidak bereaksi, ketika vonis itu ditimpakan oleh Hakim Ketua Peter Kidd dalam sidang Pengadilan Tinggi di Melbourne yang disiarkan secara langsung oleh beberapa jaringan televisi ke seluruh penjuru Australlia.

Kardinal George Pell masuk kategori pejabat Gereja Katolik paling senior di Australia yang terseret kasus pelecehan seksual dengan korban dua remaja putra dan kini harus meringkuk di penjara.

Dalam sebuah pernyataan yang diungkapkan korban usai mendengar putusan Ketua Majelis Hakim atas vonis terhadap Kardinal Pell, yang bersangkutan hanya berujar pendek bahwa amat susah baginya untuk menghibur diri meski vonis telah menimpa Kardinal.

Melalui pengacaranya yang bernama Vivian Waller, korban ini hanya berujar pendek demikian. “Bagi saya, problem ini belum rampung. Biarkan saya menyelesaikan sendiri bersama keluarga.”

Kardinal Pell masih menjabat Bendahara Vatikan hingga Februari 2019.

Dalam pembelaannya terhadap dakwaan jaksa, tim hukum Kardinal beranggapan bahwa mantan petinggi Tahta Suci di Vatikan dan mantan Uskup Agung Melbourne ini mestinya harus dinyatakan “tidak bersalah” atas beberapa alasan antara lain berikut ini:

  • Dakwaan tim jaksa penuntut umum dirasakan sebagai tidak masuk akal berdasarkan segala bukti forensik yang ditampilkan di persidangan.

Tim pembela Kardinal Pell masih memiliki waktu hingga awal Juni mendatang untuk mengajukan kasasi atas kasus ini.

Sebelum vonis hari ini menimpanya, Kardinal Pell sudah terlebih dahulu “dikarantina” dalam sebuah ruang tahanan di sebuah gedung yang disebut “Melbourne Assessment Prison (MAP)”. Untuk menghindari kerumunan massa dan sorotan kamera TV, petugas terpaksa mengalihkan rute perjalanan dari MAP ke Gedung Pemgadilan melalui pintu akses khusus.

Proses peradilan terhadap Kardinal Pell itu sendiri dihadiri oleh tak kurang 150-an orang, sementara banyak yang lainnya terpaksa harus berpuas diri di luar persidangan karena kapasitas tempat duduk terbatas.

Duduk di kursi terdakwa dengan tangan tanpa pemborgolan, Kardinal Pell tampak tenang mendengarkan rentetan dakwaan hingga kemudian menerima putusan vonis tetap dari Ketua Majelis Hakim Kidd yang mengganjarnya enam tahun hukuman kurungan di penjara.

Kasus di tahun 1990

Kasus pelecehan seksual oleh Kardinal George Pell atas seorang remaja putra anggota kelompok koor gereja itu terjadi di suatu masa pada tahun 1990-an.

Sekali waktu, usai misa hari Minggu pagi di sebuah bulan pada tahun itu, tanpa sengaja Kardinal Pell memergoki dua orang remaja putra anggota kelompok koor yang diam-diam telah “mencuri” anggur misa dan kemudian meminumnya di Ruang Sankristi.

Entah apa yang terjadi dalam benak pikiran Sang Kardinal, tiba-tiba saja dia memaksa kedua remaja itu untuk melakukan “tindakan seksual” dengan sedikit unsur paksaan, meski keduanya telah memohon kepada Sang Kardinal sembari menangis sesenggukan agar “diampuni” dan diperbolehkan segera pergi dari Ruang Sankristi.

Satu remaja korban mengaku bahwa dia telah dipaksa melakukan seks oral oleh Kardinal Pell yang saat itu masih menjabat Uskup Agung Melbourne dan dikenal sebagai pemegang otoritas Gereja Katolik di Australia yang sangat kesohor.

Kasus pelecehan seksual oleh Kardinal Pell ini sebenarnya sudah “terkubur” oleh perjalanan waktu, hingga akhirnya merebak terkuak setelah Kepolisian Negara Bagian Victoria di mana Melbourne menjadi wilayah jurisdiksinya melakukan penyelidikan kasus lama ini di tahun 2015, setelah 20 tahun kasus itu terkubur waktu.

Kardinal Pell dan Paus Fransiskus — with courtesy of National Catholic Reporter

Hukuman Vatikan: “defrocked”

Kesaksian korban itu membawa konsekuensi penting hingga akhirnya Jaksa Penuntut Umum melakukan eksaminasi kasus dan kemudian membawa kasus ini ke pengadilan.

Hingga saat ini, belum muncul reaksi resmi dari Vatikan atas kasus ini, termasuk merespon keputusan Pengadilan Melbourne yang hari ini telah mengganjar Kardinal Pell dengan hukuman enam tahun di penjara.

Meski demikian, pihak otoritas Tahta Suci juga sudah melakukan investigasi independen setelah Kardinal Pell dinyatakan bersalah.

Kita belum tahu hukuman macam apa yang akan ditimpakan Vatikan terhadap mantan Bendara Tahta Suci ini. Namun, kasus buruk yang sama seperti yang pernah ditimpakan kepada mantan Uskup Agung Washington di AS –Kardinal McCarrick—bisa saja terjadi juga pada diri Kardinal Pell.

Katakanlah demikian, Vatikan bisa saja  akan tanpa ampun melakukan apa yang disebut “defrocked” alias mendepak Kardinal dari fungsi dan jabatan gerejani sebagai imam dan uskup.

Itu berarti, yang bersangkutan menjadi terhukum dan dipaksa menjadi seorang awam lagi alias bukan lagi seorang imam dan apalagi uskup.

Kalau Vatikan nanti memutuskan demikian, maka keputusan itu tidak bisa diganggu gugat.

Sumber: CNN International, BBC.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here