ADA sepasang calon pengantin non katolik datang ke Wisma Keuskupan KAJ dan minta agar diperkenankan mengikuti prosesi iman tatacara perkawinan katolik. Ketika dijawab hal itu tidak bisa, tetap saja kedua pasangan non katolik ini mohon dengan sangat agar hal itu bisa dipenuhi. (Baca: Kasus Perkawinan Katolik di SAGKI 2015: Usai Menikah, Langsung Minta Cerai (4)
Ketika ditanyai apa alasan utama sehingga ‘minta dengan sangat’ agar boleh menikah di gereja katolik, maka pasangan non kristiani itu pun menjawab: “Kami merasa kagum dengan prosedur persiapan perkawinan katolik karena memperlakukan perkawinan itu sebagai hal yang sangat luhur dan mulia. Sekali saja dan untuk seumur hidup,” begitu kurang lebih isi hati pasangan calon pengantin non kristiani ini.
Akhirnya, setelah melalui diskusi sangat panjang, Romo Purbo meminta keduanya membuat surat pernyatan di atas meterai bahwa pernikahan mereka dengan meminjam ‘lokasi’ kapel katedral itu berjalan atas kemauan mereka sendiri dan tidak ada paksaan apa pun dan dari siapa pun.
Selang berapa lama kemudian, pasangan suami-istri yang mendapat berkat peneguhan perkawinan mereka itu datang ke Keuskupan KAJ dan mengaku hidup mereka sebagai suami-istri sangat bahagia.
Moral lesson yang bisa dipetik: banyak orang katolik sendiri sering kali menciderai perkawinan mereka yang sakramental ini, namun ini ada pasangan non kristiani justru melihat perkawinan katolik itu sangat agung dan mulia. “Mereka menjunjung tinggi martabat perkawinan dan berkat gerejani itu mereka pandang sebagai modal hidup bersama untuk ke depannya,” kata Romo Purbo.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)
1. Apakah mereka menjadi Katolik dahulu dengan ikut katekumenat dst. hingga ikut kursus perkawinan dan menerima Sakramen Perkawinan? Ataukah
2. Hanya pinjam lokasi saja? Tapi jika demikian lalu siapa imam/penghulunya?
3. Bagaimana perbedaan menerima Sakramen Perkawinan dengan menerima berkat saja?
Sangat luar biasa pekerjaan Roh Kudus atas pasangan non Katolik, yang mau menguduskan perkawinan sesuai iman Katolik. Nah bagaimana dengan keluarga Katolik, mampukah menjaga keutuhan perkawinan sampai akhir hayat?