Apa Kata Mereka tentang Romo J. Adi Wardaya SJ: Pastur Kaum Muda Berkharisma (1)

0
2,841 views

GAJAH mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan kenangan indah. Pepatah lama ini mestinya sangat sinkron dengan kenangan indah akan mendiang Romo Joseph Adi Wardaya SJ yang meninggal dunia di RS Carolus, hari Kamis (8/12) petang.

Selama puluhan tahun, almarhum Romo Adi Wardaya SJ banyak berkecimpung dalam karya  reksa pastoral di kalangan para mahasiswa dan kaum muda katolik. Tidak hanya di Surakarta (Solo), Yogyakarta, dan Jakarta ketika almahum didapuk Ordo Serikat Yesus (SJ) menjadi pastur moderator mahasiswa. Melainkan  selama beberapa tahun lamanya, Romo J. Adi Wardaya juga mengemban tugas pendampingan kaum muda dalam kapastitasnya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, sebelum akhirnya pos strategis di KWI ini dia tinggal dan digantikan  oleh Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr.

“Kita bersyukur mendapatkan warisan berharga di KWI yakni berbagai jaringan rintisan almarhum,” tulis Romo Dwi Harsanto Pr di sebuah milis katolik. “He is definitely the Words of God dwelt in man,” sambungnya lagi.

“Banyak hal dan semangat keyesuitan saya timba dari almarhum, ketika sama-sama menjadi warga Kolese Kanisius,” kenang Romo Ignatius Sumaryo Pr, Rektor Seminari Menengah Mertoyudan.

Tulisan tentang makna ekaristi

Sebuah tulisan ilmiah almarhum Romo Adi Wardaya SJ tentang makna ekaristi juga mendapat apresiasi dari Uskup Agung Semarang Mgr. Yohanes Pujasumarta Pr. Menurut Monsinyur, kata kunci “lakukanlah” itu yang ditulis almarhum Romo Adi itu harus kita letakkan dalam hidup manusia yang utuh.

 

Tindakan ‘melakukan’, tulis Mgr. Puja, hanya bisa terjadi kalau yang melakukan itu ‘ada’. “Jadi, kalau ‘tidak ada’, maka tindakan ‘melakukan’ pun tidak bisa terjadi. Agere sequitur esse. Romo Adi, terima kasih,” tulis Monsinyur Puja.

Pastur kaum muda berkharisma

“Meski hanya satu kali bertemu langsung secara intensif sewaktu Romo Adi memberi retret para guru-guru negeri di wilayah Keuskupan Agung Semarang tahun 1988, saya mendengar sendiri bahwa guru-guru amat puas dengan bimbingan almarhum. Sangat menarik gaya beliau memberi retret dan bimbingan penyadaran sosial,” tulis Budi Hartono dalam milis forum eks Yesuit Indonesia di Sesawi.

“Beliau mengritik tajam dan keras kaum muda,” sambung Budi Hartono. Namun, tambahnya lagi, “ Kritik Romo Adi sangat konstruktif. Beliau membangkitkan semangat guru-guru muda di seluruh pelosok Keuskupan Agung Semarang yang waktu itu membutuhkan suntikan roh semangat berjuang untuk mewartakan iman.”

“Yang pasti, banyak hal bisa saya timba dari almarhum tentang spiritualitas Ignatian ketika kami mengobrol di emperan rumah retret di kawasan Pakem, Yogyakarta,” tutur mantan Yesuit yang kini telah  “alih profesi” di bidang manajemen human resources ini. (Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here