Katakanlah Apa Adanya

0
2,424 views

Bukanlah hal baru kalau kita mendengar seseorang mengatakan suka restoran tertentu. Akan tetapi barangkali kening kita sedikit mengernyit kalau seseorang selalu pergi ke restoran yang sama untuk makan siang.

Barangkali kita akan melontarkan secuil pertanyaan untuknya, “O ya, sebegitu  istimewakah restoran itu? Sebegitu enakkah menunya sampai setiap hari musti ke sana?”

Tanpa harus jauh-jauh mencari, saya adalah contoh orang yang selalu pergi ke restoran yang sama untuk makan siang.

Di sekitar kampus saya ada restoran Korea favorit, namanya Pochon Restaurant. Restoran itu bersih dan semua pegawainya ramah, simpatik, murah senyum dan selalu menyapa dengan hangat.

Saya selalu mampir ke sana untuk makan siang setelah urusan kampus usai. Para pegawai restoran sudah  mengenal saya sebagai pelanggan setia mereka, dan mereka mungkin tahu persis pada jam berapa saya akan datang.

Di samping hal baik lain, salahsatu  yang membuat saya ketagihan adalah masakannya yang melekat di lidah, dan menggugah selera.  Maksud saya, makanan di sana sangat enak hingga sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Sayapun selalu memesan menu yang sama; steak (daging sapi) sebesar telapak tangan raksasa. Sebenarnya tidak terlalu besar kok, sebesar raksasa Indonesia tepatnya. Steak tersaji bersama kentang goreng dan nasi putih.

Beberapa minggu yang lalu, “bos” restoran itu, duduk di samping saya saat makan siang. Kami asyik bercakap-cakap dengan penuh persaudaraan. Saat saya beranjak pergi untuk kembali ke kampus,  ia dengan penuh kelembutan berkata, “Kami senang kamu datang ke restoran ini setiap hari, tetapi kalau kamu datang setiap hari tentu tidak baik untuk kesehatan.”

Dalam hati saya spontan membatin, “Luhur dan mulia sekali hati dan pandangan bapak ini. Baginya lebih penting “hidup” (kesehatan) orang lain daripada urusan bisnisnya sendiri. Dan yang paling utama ia mengatakan apa adanya berlandaskan kasih dan  persaudaraan.”

*************

Saudara-saudari dan teman-teman sekalian, berkata apa adanya sangat penting di kala kita berhadapan dan hidup bersama dengan orang lain (suami, isteri, teman dan siapa saja). Intinya mengatakan nilai yang sejatinya. Kalau orang lain benar, pujilah ia dan sebaliknya kalau mereka salah berilah koreksi dan kritik yang membangun dengan penuh kasih dan rendah hati. Yang biasanya kita alami; karena ia teman dekat saya, apapun yang ia ungkapkan kendati salah, akan saya dukung habis-habisan. Sebaliknya karena ia bukan teman saya, apapun pendapat dan idenya kendati benar, akan saya akan tentang mati-matian dan saya katakan salah.

Mari kita belajar berkata apa adanya dan bukan ada apanya. Tekanan di sini ialah nilai objektivitas. Sebagaimana ungkapan yang sering  kita dengar, “Jangan ada dusta di antara kita, kadang kita harus mengesampingkan perasaan kita saat kita mengemukakan suatu pendapat. Di atas segalanya ialah kebaikan di masa depan yang lebih penting daripada perasaan saat ini. Kita harus membuat keputusan itu walau kadang keputusan itu meninggalkan rasa sakit. Kita bisa memulainya dalam konteks kecil, keluarga dan kelak berlanjut ke ruang lingkup besar, lingkungan, Gereja dan masyarakat. Semoga

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here