Katanya, Rencana “Hura-hura” Pesta Hut Imamat Dua Romo Bisa Habiskan 1/2 Milyar!

18
7,147 views

BANYAK komentar kritis tersaji di sebuah milis katolik, ketika muncul berita tentang rencana merayakan HUT pesta imamat dua orang pastur di sebuah paroki di Jakarta yang menelan biaya sangat  “fantastis”:  sampai 1/2 milyar rupiah lebih!

Angka itu didapat setelah sebuah proposal perayaan HUT pesta imamat itu sampai ke tangan Redaksi Sesawi.Net dari sebuah milis. Dalam proposal kerja itu, panitia menyebutkan pesta besar itu diprediksi akan menelan biaya sebesar Rp 599.500.000,00-.

 

Angka fantastis dalam proposal itu diperoleh dari hitung-hitungan sebagai berikut:

  1. Biaya memroduksi kasula sebanyak 30 buah menelan biaya Rp 15 juta;
  2. Biaya cetak buku misa perayaan untuk 5.000-an undangan sebesar Rp 6 juta;
  3. Konsumsi umat sebanyak 2000-an orang menelan biaya Rp 120 juta;
  4. Undangan untuk 500 orang menelan ongkos Rp 1.5 juta;
  5. Acara dianggarkan Rp 50 juta;
  6. Liturgi sebesar Rp 5 juta;
  7. Dekorasi Rp 5 juta;
  8. Suvenir untuk umat sebesar Rp 10 juta;
  9. Suvenir untuk kedua romo jubilaris sebesar Rp 50 juta;
  10. Suvenir untuk pembesar tarekat dan Gereja Rp 7.5 juta;
  11. Kebutuhan secretariat Rp 5 juta;
  12. Kebutuhan keamanan Rp 5 juta;
  13. Dokumentasi dan publikasi Rp 12 juta;
  14. Konsumsi Rp 5 juta;
  15. Tranportasi untuk kedua romo jubilaris dan keluarganya Rp 50 juta;
  16. Perlengkapan Rp 25 juta;
  17. Biaya tak terduga sebesar Rp 27,5 juta.

Respon kritis

Seorang romo menanggapi berita rencana pesta besar memeringati hut imamat kedua pastur jubilaris itu dengan nada sedikit geram. “Perayaan-perayaan syukuran model duniawi itu harus dipertobatkan. Kadang orang tak bisa berpikir jernih, karena malah memanfaatkan peluang itu sebagai ‘projek’ (mencari keuntungan),” tulis sang romo dalam sebuah milis katolik.

Sang romo ini lalu mencontohkan, pernah ada beberapa teman romo yang membuat perayaan hut imamat mereka dengan cara ‘tidak biasa’.

Para romo jubilaris itu malah pergi ke “tanah-tanah misi” membawa bantuan untuk umat katolik di pinggiran atau pedalaman. “Itu baru perayaan HUT imamat yang membanggakan sekaligus mengharukan,” tulis sang romo.

Seorang umat katolik di Keuskupan Agung Semarang juga mempertanyakan, apakah pesta peringatan HUT imamat semewah  itu memang diperlukan? “Apakah bijaksana merayakan pesta sebesar itu, ketika banyak paroki di pedalaman tidak punya gedung, minim sarana liturgi?,” tulis seorang ibu.

Perkembangan iman –lanjut sang ibu ini—mestinya lebih diperhatikan dan dikembangkan daripada perayaan hura-hura. “Berita itu sungguh menjadi renungan serius untuk kita saat menjalani Masa Prapaska ini. Apakah kita ini sungguh-sungguh mencintai Allah?,” tanya ibu ini.

“Semoga para imam gembala kita lebih bijaksana di masa yang akan datang. Kami, umat mendoakan semua imam, semoga mereka selalu di terangi Roh Kudus dalam penggembalaan mereka,” tulis ibu ini.

Perlu bertobat

Meth –penggiat milis di Keuskupan Agung Semarang—malah lebih keras lagi bicara. “Kedua romo itu perlu ditegur dan bertobat,” katanya tandas.

“Biaya itu lebih besar dari pendapatan rata-rata  orang miskin (US$2/day) menurut standar World Bank. Lebih buruk lagi kalau pakai standar US$1/day selama 100 bulan (8,3 tahun lebih atau 16,6 tahun lebih jika US$1/day),” jelas penggiat sebuah LSM di Yogyakarta ini.

“Kalau informasi itu akurat, maka kedua romo itu perlu ditantang apakah berani bertobat?. Kita sangat membutuhkan imam-imam yang rendah hati, sederhana, tulus ikhlas berusaha memenuhi panggilan imamatnya, bukan asal imam,” tandasnya.

18 COMMENTS

  1. Saya pikir, kita menunggu klarifikasi deskripsi yang diutarakan bapak Martin Surya di milist Komunikasi_KAS. Sekarang sedang diundang agar panitianya melampirkan penggambaran angka-angka tersebut. Karena kalau tidak, akan banyak penafsiran yang tentunya tidak tepat.Yang menghebohkan adalah anggota dari panitia “katanya juga” ada seorang Romo, mosok sih Romo tersebut setuja setuju saja. Dan juga mengapa 2 Romo tersebut tidak berani atau tidak disebutkan oleh yang memunculkan berita ini? Hal ini sudah merupakan tanda tanya yang luar biasa….
    Saya sudah merevisi proposal tersebut, dengan angka-angka yg menurut saya sudah saya lebihkan dan biaya yang lain yang memang saya tidak tahu,sehingga sengaja tidak saya revisi; itupun ada efisiensi sebesar Rp 218.500.000,-, angka yang menurut saya luar biasa besar. Dan total anggaran proposal menjadi Rp 381.000.000,- masih besar sekali. Yah, bagi saya itu adalah hak setiap keluarga dari kedua Romo tersebut dan mungkin kedua Romo itu juga tidak tahu menahu. Namun rasanya saya juga miris, manakala seorang Bruder yang sangat membutuhkan bantuan bagi salah satu anak asuhannya yang sangat memerlukan bantuan dana untuk bisa melanjutkan kuliah, namun tidak bisa; padahal anaknya sangat berprestasi.Selain itu bagaimana sekolah Seminari yang juga memerlukan dana untuk men-subsidi anak didik/para seminaris, yang orang tuanya sangat minim ekonominya.Bukankah ini menjadi sebuah ironi, jikalau benar?. Dan mungkin ini bisa untuk bahan refleksi kita bersama, yang tergerak hati dan pikirannya, dengan tetap teguh dalam Iman dan berjuang dalam kenyataan.

  2. Memang menyedihkan , disatu fihak bahasan APP pertemuan ke 4 dari KAJ , memberikan catatan / bantuan buat Fasilitator yang sangat jelas sbb : Diminta agar umat dalam melayani tidak segan untuk memberikan segalanya hingga bisa memberikan nyawanya , bahkan kehilangan harga dirinya buat Keluarga dan itu di ulang 4 kali ; buat Lingkungan , buat Paroki dan buat Masyarakat luas apapun itu agamanya , warna kulitnya dst . Kehendak Tuhan itu rasanya menjadi terlalu jauh dengan kondisi nyata umat , terutama di gereja gereja kaya , kehendak Tuhan ternyata cuma jadi bahan tertawaan .

  3. saya sangat sedih sekali membaca artikel ini , beberapa tahun yg lalu panitia pesta imamat pastur Leo OSC di katedral bandung merencanakan biaya pesta Imamat 30 th beliau mengabdi sampe 130 juta kurang lebih , tapi begitu beliau tahu anggaran yg bgt besar dan sebagian besar adalah dana sumbangan dari umat , beliau sangat TIDAK setuju dan beliau minta panitia memangkas biaya tersebut agar tidak terlalu besar,saya tdk mengkiuti lagi mengenai berita ini , tapi yg jelas saya yg mengkoordinir u acara muda mudinya di luar greja dgn pesta ini hanya butuh dana sekitar 15 juta aja .
    jadi saya hanya ingin mengingatkan aja apakah ini pantes dilaksanakan oleh umat katolik u pesta imamat Romonya ? semoga Tuhan bisa membimbing mereka semua u melaksanakannya dengan bijaksana dalam suasana yg tidak menguntungkan saat ini sekian dan terima kasih.

    • Pasti pastor Leo misionaris asing (expatriat), dulu di parokiku seorang Yesuit Belanda bahkan melarang ganti gereja dari teraso menjadi marmer, kalau yang domestik (bukasn generalisasi) biasanya menikmati kalau ada yg donasi utk apapun bahkan seringnya menghimbau umat untuk ini untuk itu. jangan tersinggung ini hanya pengamatan sekilas diparokiku. salam.

  4. Wadhauw ……….. (saya fwdkan sharing saya di milis Apikatolik)
    Membaca ini saya [yang juga adalah romo] juga terheran-heran
    dan untung gak serangan jantung dan mati terduduk. Anggarannya RUAR BIASA.
    Bisa disyukuri, karena itu menunjukkan keseriusan umat untuk menghargai gembalanya, sehingga biaya segitu pun berani merencanakan untuk terus jadi merayakannya.
    Tetapi juga bisa memprihatinkan, karena apakah memang begitu cara menghargai dan mencintai para gembala kita?
    Apakah si romo yang mau dipestakan mau dirayakan kalau dengan cara dan
    gambaran pengeluaran seperti itu?
    Kalau saya si romonya, saya akan segera mengatakan TIDAK! Kalau panitia ngotot, ya saya lebih baik mengajak sahabat romo seangkatan saya itu, untuk merayakan sendiri dengan retret di tempat hening entah di Rawaseneng, atau di Padang gurunnya romo Yohanes di Cikanyere. Jadi imamat kami sungguh bisa kami syukuri dengan tanpa menjadikan umat yang perlu kami layani menderita atau apalagi sampai ricuh gara-gara anggaran pesta kami.

    Sharing saja.
    Tahun lalu, kami bertiga merayakan 25 tahun imamat kami. Ini adalah HUT Imamat yang kami rayakan pertama kali bersama umat. Karena di SCJ memang yang biasanya dirayakan resmi adalah 25 th (Pesta Perak), 50 th (Pesta emas) saja. Kalau di luar itu mau dirayakan yah terserah saja, tetapi kesepakatan Kongregasi seperti itu.
    Nah, saat akan merayakan itu, kami bertiga sepakat untuk merayakan dengan retret bersama bertiga. Kedua, kami rayakan di keluarga. Ketiga sesederhana mungkin dan di tempat sederhana yang masuk akal. Kami wanti-wanti anggaran siapa pun yang merayakan kami batasi tidak lebih dari 25 juta, dari mana pun asalnya dan apa pun maksudnya.
    Dan jadilah perayaan itu ternyata bukan main meriahnya, walau angka rupiah itu amat dijaga. Tidak ada proposal anggaran diedarkan, perayaannya adalah perayaan keluarga di salah satu keluarga kami; yakni keluarga Romo Yohanes Haryoto SCJ. Umat yang hadir luar biasa banyak. Sederhana, tetapi untuk ukuran desa itu adalah perayaan luar biasa.
    Panitia tidak perlu mengeluarkan biaya yang sebenarnya tidak biasa dan perlu dikeluarkan. Misalnya, kalau saya bandingkan dengan rincian proposal itu:
    [a]. Transport untuk keluarga dan pastor?! Hal begini kan ya masing-masing akan mengurus sendiri dan mengukur sendiri. Kami para pastor sudah biasa kalau mau menghadiri perayaan atau apapun yang mandiri dan mengukur sendiri, tidak perlu transport ditanggung atau dibebankan kepada panitia. Apalagi kalau saya yang pesta atau dipestakan.
    Demikian juga, waktu salah satu pastor yang pesta, yakni romo M. Halim
    Suryadi SCJ, harus datang dari Vietnam ke Indonesia, kami bertiga tidak pernah membicarakan dan apalagi mempertanyakan siapa yang akan membiayai perjalanan romo Halim ke Indonesia. Kami cukup kontak dan bertanya: “Lim kamu bisa datang tidak tanggal ini ….. di sini ….. dst?” Begitu dia jawab “Bisa!” – Ya OK sudah beres. Titik. Demikian juga bagaimana keluarga saya dan keluarga romo Halim datang, menemukan tempat romo Haryoto, ya sepenuhnya masing-masing keluarga mengurusnya. Simple dan lancar kok.
    Nyatanya jalan bagus, tidak ada komplain dan keluhan kok. Paling-paling kalau ada yang perlu dipikirkan adalah akomodasi atau penginapan kalau diperlukan. Dan umumnya keluarga maunya menginap yang dekat si romo yang pesta dan sederhana. Kalau misalnya si romo di Paroki, ya nginap di paroki itu, kalau pun meleset ya di rumah umat. Hotel mewah? Hallllaw untuk apa?
    Intensinya kan menghadiri pesta si anak atau kakak-adik yg imam itu. Gak perlu hotel hebat.
    [b]. Stipendium [kenang-kenangan] untuk Uskup dan Provinsial? Aneh. Yang pesta itu Uskup atau provinsial SVD kok kenang-kenangannya untuk mereka?
    Stipendium? Ahhh lha ini kan perayaan imamat. Maka normalnya misa ya
    dipimpin si imam yang berpesta. Maka tidak ada dan tidak perlu stipendium untuk mereka.
    [c]. Kenangan untuk pestawan (imam – biarawan)? Wah kami sebagai imam hanya membutuhkan doa dan kasih umat saja. Yang lain kami yang kaul kemiskinan sebenarnya sudah berkelimpahan. Makan, tempat tinggal, pakaian, kami amat cukup. Saat pesta, artinya saat itu pasti sehat, maka kami tidak membutuhkan apapun, kecuali doa, dukungan, dan kasih umat Allah. Itu saja.
    Uang? Kalau pun kami terima uang, Uang itu akan segera kami laporkan dan serahkan kepada ekonom (bendahara atau minister) kami. Hidup kami sudah dicukupi oleh kongregasi kami.
    Apakah kami para pastor tidak perlu uang? Tentu perlu untuk karya, kalau mau bangun sarana pendukung karya, seperti gereja, dll. Maka kalau mau memberi hadiah sebuah kapel di stasi ANU, ya silahkan; asal pas dengan kebutuhan dan keadaan dan tidak mematikan tanggungjawab umat setempat. Atau kalau saya di karya pendidikan, mau memberi hadiah sarana pendidikan, ya silahkan.
    Kedua, kalau kami sakit, ya membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan.
    Kalau pas pesta, kami tidak memerlukan hal itu.

    Saya melihat juga, anggaran untuk 30 kasula. Untuk apa dan siapa? Imam yang pesta kan hanya 2 orang!
    Apakah semua imam yang hadir akan pakai kasula? Lihat praktis saja, apakah ada kebiasaan di daerah itu semua imam yang hadir memakali kasula? Kalau Ya, ya mudah, pakai saja kasula yang biasa dipakai itu. Pasti cukup, karena yang hadir pasti imamnya tidak akan lebih banyak dari perayaan tahbisan.
    Kalau biasanya, imam lain yang tidak di altar, cukup pakai stola. Nah, kalau memang tidak punya anggaran, biasanya ada stola yang tersedia di setiap wilayah karya para romo yang cukup banyak, yang bisa dipakai semua. Alba umumnya para romo akan bawa sendiri. Itulah kebiasaan kami para imam, setidaknya di Keuskupan Palembang dan Tanjungkarang.
    Jadi kalau mau kasula baru, yah cukup 2 kasula untuk pestawan, dan sekalian itu untuk hadiah pesta mereka. Uang tidak usah, kasula OK.
    Hadiah alat misa? Sebaiknya tanya dulu ke yang pesta perlu tidak, kalau perlu alat seperti apa dan untuk kepentingan seperti apa, agar pas dan betul dipakai. Kalau tidak, maka hadiah mahal itu akan menjadi simpanan yang merepotkan. Kok? Lha iyalah. Kan butuh tempat, perawatan, dlsb. Jadi jangan memberikan sesuatu yang mubazir.

    Buku kenangan – 200 juta?!
    Emangnya ada panulis yang menulis biografi si pastor yang begitu berharga, sampai perlu dicetak dengan harga sebegitu mahal? Buku kisah hidup santo dan santa pun rasanya tidak semahal itu. Lalu kisah hebat seperti apa yang akan dituliskan di sana? Kalau hanya kisah sederhana, lampirkan saja riwayat panggilan seperlunya dilembar buku Misa [kalau mau dicetak, walau tidak perlu juga], terutama perjuangan dan perjalanan panggilannya. Itu paling satu sampai 3 halaman saja. Kalau perlu minta dua tiga sponsor, biayanya cukup untuk ganti cetak buku misa itu. Kalau mau murah, ya gandakan saja dengan risograf. Itu lebih enak dibaca dan dipakai selama misa.
    Lalu kenangan bisa buatkan kartu kenangan kecil yang bisa diselipkan di Puji Syukur atau yang lain. Itulah yang lebih pas dan normal dan praktis.

    —- Begitu sekedar sharing saya sebagai seorang imam, dan melihat bagaimana sebaiknya karunia atau martabat imamat disyukuri dan dirayakan.
    Apakah kami ini berasal dari planet lain sehingga tidak wajar karena tidak tahu arti pesta yang sebenarnya?

    salam dan doa,

    Yohanes Samiran SCJ
    =========================
    Semoga Hati Yesus merajai hati kita
    =========================

      • Hehehe,
        sak uger sampun ngantos kekudhungan alasan “mestakaken romo” – lajeng:
        a. mboten peduli mlèthèt umat ngantos mecèdhel.
        b. ingkang paling awon, menawi ngantos memanfaatkan momentum mulia punika kagem korupsi, utawi paling mboten nggolèk bathiné dhéwé.

        Berkah Dalem mugi tansah ngayomi gesang kita!

  5. Di parokiku juga pernah pesta nama dirayakan dengan anggaran 50 juta, mungkin bagi DP tidak masalah karena toh donatur banyak yg entah ditodong entah sukarela menyumbang demikian juga sepefangkay gamelan seharga 125 juta dan selama bertahun2 hanya dipakai satukali saja waktu PE yg khusus. Entah paroki2 demikianmendapat restu dari KAJ?

  6. Menjadi romo itu mau pesta2 ato memberi keteladanan hidup sederhana… kiranya masih banyak umat ato gereja yang memerlukan pertolongan untuk menjadi lebih baik… entah martabatnya atau gedung gereja. Aku cuma heran makin tua kog belum sadar menghayati hidup imamatnya.

  7. Suatu sejarah yg sangat menarik perhatian umat. Bila memang itu benar, saya sebagai manusia biasa yg penuh “kekurangan”, hanya mampu berdoa n berharap hal itu tdk perlu terjadi lagi. Saya yakin, msh banyak cara lain yang tdk mengurangi makna HUT sebagai gembala.
    Maaf, saya ingatkan kembali, bahwa seorang Imam adalah Bukanlah seorang gembala yg bersuka ria di tengah dombanya yg msh banyak mengais2 rumput di padang yg gersang. Semoga kita bs bersepakat dan berpendapat yang sama, bahwa seorang Imam adalah penyambung antara manusia dengan Tuhan dan selalu membawa pembaharuan bagi umatnya, sesuai dengan kehendak Kristus.
    Mohon maaf bila penyampaian saya tdk berkenan. Namun, itulah curahan hati saya sebagai umat yg selalu berharap semua Imam membawa pembaharuan di kehidupan umatnya.
    Semoga penyampaian saya ini bs bermanfaat.
    Selamat HUT dan Tuhan selalu memberkati.

  8. Lebih baik tanggalkan jubah anda..lalu menikah saja..daripada menjadi aib bagi imam2 yg lain..yg mungkin mempunyai niat tulus untuk melayani..tp gara2 teringat tentang cerita anda tadi..jadi ikut berfikiran negatif.
    Maka..tanggalkan jubah anda segera..& mulailah saja dengan ikut berpolitik busuk..karena apa yg anda berdua lakukan itu bukanlah pelayanan yg Tuhan Yesus Kristus ajarkan!!!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here