KOTA Palembang diguyur hujan sejak siang hingga malam hari (Jumat, 15/2). Umat Lingkungan St. Petrus, Paroki St. Yoseph Palembang, sejak jauh hari sudah menjadwalkan pertemuan rutin bulanan di rumah umat secara bergiliran.
Lingkungan St. Petrus merupakan salah satu dari 39 lingkungan yang berada di wilayah Paroki St. Yoseph Palembang.
Paroki yang meliputi 12 wilayah dengan jumlah umat sekitar delapan ribuan ini digembalakan oleh enam orang imam, tig imam di antaranya mendapat tugas khusus yakni mengurus komisi-komisi dan yayasan pendidikan.
Malam itu, dalam pertemuan di rumah Bapak Yohanes Mujimin, umat yang datang tidak mencapai 20 orang. Alasan ketidakhadiran bermacam-macam: kesibukan, belum pulang dari tempat kerja, hujan, dan lain sebagainya.
Ibu-ibu usia senja
Sebagai tuan rumah, Bapak Mujimin sempat khawatir apakah umat akan datang atau tidak karena hujan belum berhenti. Bahkan, jadwal pertemuan yang biasanya dimulai pkl 19.00 pun yang datang baru pemandu pertemuan yakni Bapak Albertus Samingin.
Walaupun jadwal pertemuan molor hingga pkl. 19.20 karena masih menunggu umat yang akan datang.
Pengalaman menunjukkan bahwa umumnya umat yang hadir dalam pertemuan lingkungan adalah ibu-ibu yang usia lanjut. Dalam pertemuan rutin bulanan di lingkungan St. Petrus biasaya umat yang hadir anak-anak hingga orang dewasa berkisar 20-30 orang.
Jumlah ini tentu tidak sepadan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 58 KK, dan sekitar 300-an jiwa.
Sejalan dengan agenda Komisi Kateketik dan Komisi Kerawam Keuskupan Agung Palembang (KAPal) menetapkan bulan Februari 2019 ini sebagai Bulan Katekese Kebangsaan. Tujuan dari Bulan Katekese ini agar umat sekeuskupan Agung Palembang mendapatkan pengertian, pemahaman dalam menghadapi pilpres dan pileg baik di tingkat basis, lingkungan, stasi dan paroki-paroki di wilayah KAPal.
Pertemuan pertama umat mendalami tema “Bijak Memilih Pemimpin Bangsa dan Pejabat Negara.”
Tema ini merupakan tema pertama dari dua materi katekese kebangsaan.
Di awal pertemuan, fasilitator Bapak Albertus Samingin menepis anggapan masyarakat dengan mengatakan pemilu atau tidak ada pemilu sama saja.
“Pandangan itu yang tidak benar,” tegas Prodiakon Paroki St. Yoseph ini.
Sebelum memasuki materi inti, peserta atau umat yang hadir disajikan sebuah film singkat yang berdurasi 19 tentang Jalan Iman Sang Patriot. Film ini mengisahkan kisah hidup dan perjuangan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ.
Mgr. Soegija adalah Uskup Agung Semarang dan merupakan uskup pribumi pertama Indonesia.
Uskup Soegija terkenal dengan slogan “100% Katolik, 100% Indonesia”. Beliau lahir di Surakarta 25 November 1896 dan meninggal dunia di Steyl, Venlo, Nederland pada 22 Juli 1963.
Dengan sengaja film dokumenter singkat ini ditayangkan agar umat mengenal perjuangan, patriotisme, dan semangat nasionalisme dari Romo Kanjeng ini.
Bapak Albertus Samingin menyampaikan peneguhan kepada umat yang hadir pentingnya sikap kritis umat atau masyarakat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dan para anggota legislatif pada 7 April 2019 mendatang.
“Kristis mengikuti dan mengawasi proses pemilu. Kritis memilih partai politik, anggota DPR/DPRD, DPD serta presiden dan wakil presiden,” tegas Samingin.
Menolak radikalisme dan intoleransi
Sejalan dengan isi buku panduan bulan kebangsaan disusun oleh Komisi Kateketik dan Kerawam ini, Bapak Samingin menyampaikan harapan dan praktek yang harus dihindari dalam pemilu.
Dalam pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) mendatang, umat atau masyarakat diharapkan:
- Cerdas, bertanggungjawab dan proaktif artinya mau meluangkan waktu untuk datang ke TPS guna memberikan hak suara dan mengawasi penghitungan suara.
- Memilih secara cerdas dan bertanggungjawab, artinya mengenal calon yang akan dipilih dan tahu alasan mengapa memilihnya. Pilihlah calon yang yang beriman, Pancasilais, pluralis, dan tegas menolak radikalisme dan segala bentuk intoleransi.
- Memilih calon yang memiliki rekam jejak yang baik, memperjuangkan kepentingan umum dan aspirasi Gereja Katolik.
- Memilih berdasarkan suara hati dan bukan berdasarkan tekanan atau pesanan tertentu.
- Memilih caleg yang pantas sebagai persembahan Umat Katolik untuk bangsa dan negara sebagai wajud nyata kepedulian untuk ikut menentukan masa depan rakyat dan bangsa Indonesia.
Tidak menerima uang dan barang
Sebagai pemilih yang cerdas, bertanggungjawab dan berdasarkan suara hati, sudah selayaknya menghindari praktik-praktik yang tidak pantas dan dilarang oleh ajaran iman Katolik, misalnya:
- Tidak menerima uang dari partai, calon legislatif, tim kampanye dan atau siapapun yang bertujuan agar ikut ajakan serta mempengaruhi pemilih menjatuhkan pilihan pada partai dan atau calon legislatif yang bersangkutan.
- Tidak menerima barang dari partai politik, calon legislatif, tim kampanye dan atau siapapun yang bertujuan agar ikut ajakan serta mempengaruhi agar pemilih menjatuhkan pilihan pada partai dan atau calon legislatif yang bersangkutan
- Tidak mempengaruhi dan atau mendorong orang lain untuk terdaftar sebagai pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
- Tidak menyobek, mencoret-coret suara rakyat saat di bilik TPS karena akan menghilangkan hak suara pemilih.
Semoga rakyat dianugrahi pikiran dan hati yang bening sehingga mampu menjadi pemilih yang cerdas dan bermartabat demi masa depan bangsa dan negara kiat tercinta, dalam salah satu doa umat yang disampaikan oleh Ibu Martha Yuli Pertiwi.
Akhirnya, tentang pemilu, boleh mengutip apa yang dikatakan oleh Pastor Franz Magnis-Suseno, “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik tapi untuk mencegah apa yang terburuk berkuasa.”