METODE pendampingan iman dan juga katekese dalam persiapan penerimaan Sakramen Inisiasi tentunya harus dipersiapkan secara serius dan matang oleh Gereja dan para katekis.
Berbagai macam materi harus sudah dikuasai oleh para katekis; sebelum dia melaksanakan pendampingan dan katekese kepada jemaat.
Tentu kita bisa melihat sendiri para katekis dengan semangat pelayanan dan keseriusan mereka mempersiapkan materi dan model katekese yang relevan dengan konteks jemaat dalam pendampingan-pendampingan yang dilakukan oleh para katekis kepada jemaat.
Katekese sebagai model pendampingan
Katekese merupakan model pendampingan iman dan pembinaan iman yang mencakup ajaran kristiani yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistemastis.
dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup kristiani seperti yang telah dibahas dalam Dokumen Gereja Cathechesi Tradendae artikel 18.
Dari arti katekese sendiri, maka dapat dipahami bahwa begitu besar dan berdampak peran katekis dalam pendampingan dan pembinaan iman kepada jemaat yang dihadapi.
Peran Gereja dalam pendampingan bagi katekis
Gereja harapannya juga memberi ruang dan kesempatan bagi para katekis untuk terus belajar dan mengolah diri dalam melakukan pendampinga. Denga maksud agar dalam melaksanakan proses pembinaan dan katekese, mereka melakukannya secara kontekstual sesuai dengan situasi dan dinamika jemaat.
Selain karya pastoral yang biasa dilaksanakan oleh paroki-paroki dan gerakan-gerakan -sesuai pola-pola tertentu- sangatlah penting memberi ruang bagi jemaat suatu pelayanan pastoral yang populer, yang memiliki gaya lain, waktu-waktu lain, ritme lain maupun metode lain seperti yang dijelaskan dalam Dokumen Gereja Christus Vivit artikel 230.
Melalui perkembangan-perkembangan yang terus diikuti, seorang katekis dapat menentukan gaya dan metode yang tepat untuk membawa nilai-nilai Injil masuk ke dalam kehidupan jemaat yang mereka hadapi.
Proses penyesuaian diri antara katekis dengan jemaat memang bukan sesuatu yang mudah. Namun diperlukan sebuah metode yang relevan agar proses katekese tidak terkesan membosankan dan formalitas belaka.
Tentu, kita menghindari metode-metode yang membosankan dan formalitas belaka, maka diperlukan upaya-upaya untuk membuat sebuah model pendampingan yang menarik sehingga jemaat dapat benar-benar merasakan proses katekese yang hidup.
Peran katekis dalam katekese sebaya
Kita bisa melihat sendiri, berbagai macam usia dan cara pandang jemaat sangat penting bagi para katekis dalam mempersiapkan diri untuk melaksanakan katekese.
Dalam melaksanakan katekese sebaya, seorang katekis tidak perlu harus setara umurnya dengan para calon. Namun yang terpenting adalah para katekis harapannya mampu masuk ke dunia para calon tersebut.
Kita ambil contoh katekese bagi calon komuni pertama, tentu kita ketahui bahwa calon komuni pertama sebagian besar adalah anak-anak SD yang umurnya antara 11-13 tahun.
Model pendampingan katekese bagi anak-anak usia 11-13 tahun tentunya berbeda modelnya dengan cara pendampingan bagi calon baptis dewasa yang berusia diatas 20 tahun.
Dengan katekese sebaya ini harapannya, para katekis bisa masuk ke dunia anak-anak yang penuh interaksi dan komunikasi.
Dalam katekese sebaya, harapannya para katekis menghindari metode yang hanya ceramah dan membacakan materi secara terus menerus tanpa adanya sebuah dialog dan komunikasi timbal balik.
Model katekese ini memerlukan upaya diskusi, dialog, syering, dan pemahaman iman yang mendalam.
Tujuan dari komunikasi tersebut adalah :
- Katekis dan jemaat bersama-sama dapat saling meresapi pengalaman mereka sehari-hari.
- Katekis dan jemaat semakin dapat merasakan kehadiran Allah yang nyata dalam kehidupan dan pengalaman iman Kristiani sehari-hari.
- Dan harapannya setelah ada dialog iman tersebut, katekis dan jemaat sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup ditengah masyarakat.
Harapan proses katekese sebaya
Pada dasarnya, proses katekese merupakan proses di mana orang kristiani diajak untuk mewartakan pengalaman iman akan Kristus dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Katekese sebaya hendaknya dapat menjadi bentuk atau model katekese yang kontekstual di mana katekis dapat mewartakan Kristus sesuai konteks, situasi, pergumulan jemaat yang mereka hadapi.
Katekis perlu dengan rendah hati untuk memahami situasi jemaat setempat dan belajar model pendampingan yang relevan dengan jemaat yang dihadapi.
Katekese sebaya tidak melulu bahwa katekis harus sebaya umurnya dengan jemaat. Namun katekese sebaya mengandaikan model dan bentuk penyampaian katekese sesuai dengan kebutuhan, pergulatan, situasi, dan dunia jemaat sekarang ini.