MENJALANI hidup panggilan sebagai biarawan atau biarawati, imam, frater, bruder dan suster, kadang tidak seindah atau semudah, semulus seperti tampak dari luar yang terlihat aman, bahagia, mapan atau seperti auh dari susah dan masalah.
Sebagai manusia biasa, para biarawan, biarawati juga mengalami tantangan dan hambatan dalam hidupnya. Tantangan dapat berasal dari dalam atau dari luar.
Tantangan hidup religius
Masalah–masalah dari diri sendiri dan lingkungan komunitas, masalah yang muncul dari tugas dan karya yang ditanganinya, masalah–masalah yang timbul sebagai konsekuensi Kaul Triprasetya yang dijanjikannya.
Juga masalah–masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan zaman, kemajuan tekhnologi.
Semua itu membawa konsekuensi, hambatan dan tantangan ersendiri dalam hidup panggilannya.
Seorang religius, biarawan dan biarawati juga dapat mengalami kesepian, merasa sendirian atau ditinggalkan, merasa tertekan, sedih dan frustasi bahkan dapat juga sampai pada krisis panggilan.
Maka dari itu, perlu saling mendukung dan menguatkan.
Merasa senasib sepenanggungan dan sebagai salah satu bentuk tanggungjawab bersama serta wujud dukungan dalam menjalani hidup panggilan, para pastor, frater, suster dan bruder yang tinggal di Putussibau, Kalimantan Barat, secara rutin mengadakan misa bersama setiap hari Senin pada pekan kedua, pekan ketiga, dan pekan keempat di komunitas–komunitas yang ada di paroki secara bergilir.
Seperti terjadi pada hari Senin, 28 Oktober 2019, Ekaristi bersama diadakan di biara MTB “Bruderan Van Hooijdonk” di Jl. Diponegoro No. 26, Putussibau, Kalbar.
Ekaristi yang dimulai pada pukul 18.00 WIB tersebut dipimpin oleh Romo Rafael SMM; imam Tarekat Para Misionaris Serikat Maria Moontfortan dan bertugas di Komunitas RR (Rumah Retret) Deo Soli Putussibau.
Sebanyak 18 religius hadir pada Perayaan Ekaristi bersama tersebut. Mereka adalah 8 (sembilan) imam dan 1 bruder SMM, 5 suster SMFA (Kongregasi Suster-suster Misi Fransiskan Santo Antonius) dan 4 bruder MTB (Bruder Maria Tak Bernoda).
Kota paling ujung di Kalbar
Putussibau adalah Ibukota Kabupaten Kapuas Hulu. Ia menjadi kota paling ujung Propinsi Kalimantan Barat. Sesudah Putussibau, maka tidak ada kota lanjutannya karena akses jalan akan “menabrak” perbukitan atau halangan alam lainnya.
Sumber mata air Sungai Kapuas juga berasal dari pedalaman Putussibau.
Tiga jalur tranportasi
Putussibau itu luar biasa jauhnya. Ditempuh kurang lebih 14 jam perjalanan darat dengan travel atau bus. Bisa juga dengan pesawat baling-baling dari Ibukota Pontianak, Kalbar.
Perjalanan dari Pontianak menuju Putussibau dapat ditempuh melalui tiga jalur: udara, darat, dan sungai.
Jalur udara memerlukan waktu kurang lebih satu jam; melalui jalur darat dengan kendaraan umum memerlukan waktu 14 jam, sedangkan melalui jalur sungai perlu beberapa hari dengan menggunakan kapal dagang.
Namanya adalah Kapal Bandung, kapal yang bagian atasnya menyerupai bangunan rumah kampung, menyusuri Sungai Kapuas yang panjangnya dari Pontianak sampai Putussibau sejauh 900 km.
Tiga tarekat berkarya
Ada tiga tarekat religius di Kota Putussibau. Yakni, Kongregasi Imam SMM, Kongregasi Suster SMFA, dan Kongregasi Bruder MTB.
Jumlah komunitas dan anggotanya pun sedikit.
- Empat komunitas tarekat imam SMM: dua komunitas di dalam kota dan dua lainnya di luar kota) dengan anggota 10 imam dan satu bruder;
- Satu komunitas suster SMFA, jumlah anggotanya lima suster.
- Satu komunitas bruder MTB beranggota empat bruder.
Bruder MTB di Putussibau mengelola sekolah formal (PAUD/TK, SD, SMP dan SMA) serta asrama putra, sedangkan para suster SMFA, selain mengelola asrama putri, ada yang menjadi guru.
Anak–anak asrama baik putra maupun putri bersekolah di SD, SMP atau SMA Karya Budi yang dikelola oleh Bruder MTB.
Usai Perayaan Ekaristi, para imam, bruder dan suster diberi kesempatan untuk sharing pengalaman dalam tugasnya.
Pada kesempatan itu, Romo Rafael SMM antara lain mengemukakan rencana menggalakkan pembinaan umat paroki. Imam yang bertugas di Rumah Retret Deo Soli itu bekerjasama dengan OMK dan para guru Katolik dan bermaksud ingin menghidupkan pola pembinaan umat dengan Katekese di Rumah Betang.
“Melalui katekese di Rumah Betang, kita dapat mendengar keluh kesah umat dan terbuka dialog serta sharing masalah–masalah iman, budaya dan adat,” demikian penjelasannya.
Sedangkan Sr. Bernadeta SMFA mensharingkan kegiatan seminar bersama kelompok OMK, Guru Katolik, Wanita Katolik, dan misdinar.
Suster Kepala TK Karya Budi Putussibau ini mengucapkan banyak terimakasih kepada pastor, suster dan bruder yang telah bersedia membantu dalam kegiatan tersebut.
Ucapan terima kasih juga disampaikan oleh Romo Yakobus Rua Bai SMM, pastor Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda Putussibau (HSPMTB), atas kerjasama para imam, suster dan bruder dalam kegiatan-kegiatan selama ini di lingkungan paroki.
Diumumkan juga bahwa ada beberapa agenda kegiatan di akhir bulan.
Bentuk peneguhan dan dukungan
Bagi bruder muda dan suster muda, Perayaan Ekaristi bersama kemudian dilanjutkan dengan sharing iman dan pengalaman seperti telah dilakukan selama ini, sangat bermanfaat.
Br. Marianus MTB, staf Perwakilan Pengurus Yayasan di Persekolahan Putussibau ini merasa sangat terbantu dalam menghayati hidup panggilannya.
“Sangat bermanfaat, saya merasa didukung dan diteguhkan secara rohani,” demikian ungkapnya.
Demikian juga dirasakan oleh Sr. Alfonsa SMFA, pembina Asrama Putri Sri Melati Putussibau. “Saya merasa mendapat dukungan,” ujarnya.
Pertemuan rohani para imam, suster dan bruder ini diakhiri dengan makan bersama.