Kebersamaan dengan Tuhan, Sumber Kebebasan Sejati

0
0 views
Ilustrasi: Mengampuni.

Sabtu, 22 Maret 2025

Mi. 7:14-15,18-20.
Mzm. 103:1-2,3-4,9-10,11-12; Luk. 15:1-3.11-32

MENGAMPUNI memang bukan perkara mudah. Saat seseorang menyakiti kita, rasa sakit itu sering kali membekas, dan secara naluriah kita cenderung menyimpan dendam.

Dendam dan kebencian muncul begitu saja, tanpa perlu diajarkan. Sedangkan mengampuni? Itu membutuhkan usaha, latihan, dan hati yang terbuka.

Mengampuni memang sulit, tetapi bukan tidak mungkin. Dibutuhkan kerendahan hati, kasih, dan iman kepada Tuhan. Ketika kita memilih untuk mengampuni, kita bukan hanya membebaskan orang lain dari kesalahan mereka, tetapi juga membebaskan diri kita sendiri dari beban kebencian.

Mungkin sulit bagi kita untuk mengampuni, terutama ketika luka yang kita alami begitu dalam. Namun, kita harus percaya bahwa dengan kasih karunia Tuhan, kita mampu melepaskan kebencian dan memilih jalan pengampunan.

Saat kita mengampuni, kita bukan hanya membebaskan orang lain, tetapi juga membebaskan diri sendiri. Hati yang mengampuni adalah hati yang damai, hati yang dipenuhi dengan kasih, dan hati yang benar-benar merdeka.

“Saya hanya bisa menangis melihat anakku berdiri di depan altar dengan pasangannya,” kata seorang ibu.

“Saya sudah melakukan segalanya bahkan semua permintaannya saya penuhi, namun dia tidak ingin bicara sepatah kata pun padaku.

Bahkan dalam pernikahan ini, dia tidak mengundangku, dan lebih memilih orang lain sebagai walinya. Saya, ibunya yang masih hidup ini sudah dianggap tidak ada lagi.

Anakku marah karena aku awalnya mempertanyakan segala sesuatu berkaitan hubungan dia dengan gadis itu, dia merasa aku terlalu ikut campur dan seakan melarangnya, padahal saya hanya ingin dia bersikap benar dan baik dengan anak orang.

Setelah kejadian itu, anakku memusuhiku dan bahkan meninggalkan rumah, dengan membawa uang yang tidak sedikit.

Kesalahanpahaman ini telah membuat anakku dan gadis itu membenciku dan menanggapku musuh hingga mereka tidak lagi menghargaiku sebagai ibunya.

Namun demikian, saya tidak membenci mereka, di hari istimewa mereka ini pun, aku datang dan ingin mendoakan mereka. Aku ingin mereka bahagia.

Aku tidak ingin merusak hari pernikahan mereka, aku hanya ingin berdoa bagi mereka. Aku ingin mereka tahu bahwa meski mereka membenciku namun aku sangat mencintai mereka dan tidak ada ada rasa marah dan dendam di hatiku,” kata ibu itu.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

Yesus mengajak kita untuk untuk menikmati dengan penuh kebebasan kebersamaan dan kesetiaan kita dengan Tuhan. “Engkau selalu bersamaku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu”.

Hanya kalau kita bisa menikmati dengan penuh syukur kebersamaan kita dengan Tuhan kita akan mudah bermurah hati dan berbelas kasih kepada sesama yang berdosa.

Ketika kita hidup dalam kesadaran akan hadirat Tuhan, hati kita dipenuhi dengan rasa syukur. Kita tidak lagi melihat hidup sebagai beban atau perbandingan dengan orang lain, tetapi sebagai perjalanan penuh kasih bersama Tuhan.

Dengan hati yang penuh syukur, kita pun lebih mudah untuk bermurah hati dan berbelas kasih kepada sesama, termasuk mereka yang jatuh dalam dosa. Pengalaman seorang ibu yang disingkirkan anaknya tadi menunjukkan bahwa bahwa hati yang penuh kasih itu mampu meredam kebencian dan tidak jatuh dalam dendam serta amarah. Kesetiaan kepada Tuhan bukanlah belenggu, melainkan kebebasan sejati.

Dalam Dia, kita menemukan sukacita, damai, dan kasih yang melimpah. Hanya ketika kita benar-benar mengalami kasih-Nya, kita dapat membagikannya kepada orang lain. Tanpa itu, kita cenderung menjadi seperti anak sulung dalam perumpamaan anak yang hilang, merasa berhak, tetapi kehilangan sukacita dalam kebersamaan dengan Bapa.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku benar-benar menikmati kebersamaan dengan Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here