Kehidupan, Bukan Kematian

0
774 views
Ilustrasi: Ketua KWI sekaligus Uskup Keuskupan-Agung Jakarta Ignatius-Kardinal Suharyo melayat jenazah Mgr.-FX-Hadisumarta-O.Carm. (Ist)

Sabtu, 4 Juni 2022

  • Kis.28:16-20.30-31.
  • Mzm: 11:4.5.7.
  • Yoh. 21:20-25

PERNAHKAH kita berpikir tentang kematian kita? Tanpa sadar, kita lebih tertarik membahas kematian sesama kita daripada kematian untuk diri sendiri.

Hal itu terjadi karena sampai saat ini, masih saja kita menjadikan kematian sebagai peristiwa yang kita hindari dan takuti.

Pertanyaan tentang kematian sering kali terkubur oleh ketakutan kita sendiri. Kita menafikan pertanyaan itu dengan melepaskan ketakutan dan menyerahkan kenyataan itu pada Yang Ilahi.

Kita berdalih bahwa segala urusan yang terjadi dengan kehidupan kita dan orang lain di masa depan adalah rahasia Allah. Dan itu menjadi urusan Allah dengan kita secara pribadi.

“Saya heran sekali, setelah tiga hari meninggal, jenazah eyang masih terasa hangat dan lemas sekali,” kata seorang ibu.

“Saya yang menjadi saksi, ketika dokter menyatakan bahwa eyang sudah meninggal. Tetapi mengapa sampai hari ketiga badannya tidak kaku, dan masih lemas,” lanjutnya.

“Tidak ada aroma bau tidak sedap, bahkan wajahnya seperti orang sedang tidur saja,” kisahnya.

“Padahal eyang tidak diformalin. Maka, sebelumnya saya kuatir, jangan-jangan setelah dua hari jenazah eyang sudah tidak baik,” sambungnya.

“Kematian eyang seperti kebanyakan orang yang meninggal, namun yang membuat kami merasa bahwa eyang mengalami berkat dan kasih yang tiada batas dari Tuhan adalah kondisi jenazah eyang tetap baik, meski sudah beberapa hari,” katanya.

“Bagi kami apa yang terjadi pada eyang telah mengungkapkan kerelaan hati eyang menyambut kematian. Apalagi kematian bagi eyang bagai seorang mempelai yang datang menyambutnya,” imbuhnya.

“Wajah yang legowo, ikhlas menerima kehendak Tuhan terlukis dalam aura wajah eyang yang tenang dan penuh pasrah,” ujarnya lagi.

“Kematian adalah kenyataan hidup yang pasti akan dihadapi dan dialami oleh setiap manusia, termasuk kita. Siap tidak siap jika saatnya tiba kita harus memasuki hidup baru dalam Allah yang diawali dengan kematian,” tegasnya lagi.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian.

Jawab Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.”

Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu bahwa murid itu tidak akan mati.

Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.”

Yesus meminta kepada Petrus agar mengerjakan apa yang menjadi tugas pengutusannya.

Yesus mengatakan demikian, karena tampaknya Petrus terlalu sibuk dengan hal yang bukan jadi tugas pengutusannya.

Yesus menghendaki bahwa kita seyogyanya fokus dengan tugas perutusan kita di dunia ini. Tentang kematian adalah wilayah milik Allah dan kita tidak perlu mendikte Allah dengan kemauan kita.

Marilah fokus pada pekerjaan kita dan tidak melakukan hal hal yang kontraproduktif terhadap tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa fokus pada tanggungjawab yang dipercayakan padaku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here