Kehidupan yang Utuh

0
337 views
ILustrasi kebahagiaan (ist)

MANUSIA dipanggil untuk menjadi pribadi yang utuh dan sempurna (Matius 5: 48). Untuk itu mereka mesti mengembangkan seluruh dirinya, yang rohani dan jasmani; yang batiniah dan lahiriah. Agama bisa membantu untuk meraih panggilan itu.

Tantangan yang dihadapi antara lain hidup yang pincang atau tidak seimbang. Hanya memperhatikan sisi sebelah. Contohnya, orang Farisi yang mengamati Yesus yang makan tanpa mencuci tangan (Lukas 11: 38). Dia heran, karena tahu bahwa menurut adat Yahudi hal itu tidak benar. Orang mesti mencuci tangan sebelum makan.

Kaum Farisi sangat taat kepada Hukum Taurat dan memegang teguh tradisi nenek moyang. Demikian kuat penghayatan itu hingga yakin bahwa mereka dapat diselamatkan karena melakukan aturan-aturan itu.

Ada bahaya bahwa mereka terjebak dalam hal-hal lahiriah seperti sekadar memenuhi kewajiban tanpa mengembangkan hati yang menjiwainya. Mereka jatuh ke dalam kemunafikan; tanpa integritas, tidak utuh. Mereka beragama tanpa sungguh beriman.

Kepada mereka yang yakin bahwa bisa selamat karena disunat dan menaati Hukum Taurat, Santo Paulus menyampaikan pentingnya iman akan Yesus yang menyelamatkan. “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.” (Galatia 5: 6).

Sedangkan Yesus mengecam orang Farisi yang lebih memerhatikan dan mengurus aspek lahiriah dan mengabaikan yang rohaniah (Lukas 11: 39-40). Tuhan yang menciptakan badan lahiriah juga membuat jiwa rohaniah.

Orang perlu memerhatikan keduanya secara seimbang. Bukankah yang batiniah atau rohaniah memancar dalam yang badaniah dan lahiriah? Yang rohani menentukan yang jasmani.

Contohnya, hati yang bahagia memancarkan wajah penuh senyum dan ceria. Wanita yang hatinya murni dan penuh kebijaksanaan memancarkan sorot mata teduh dan mendalam. Di sana kecantikan sejati ditemukan.

Kahlil Gibran berkata, “Kecantikan tidak ada di wajah, kecantikan adalah cahaya di hati.”

Kebahagiaan sejati itu bukan soal memiliki banyak harta duniawi atau tampilan jasmani yang bersifat imitasi, tetapi menyatunya seluruh diri dengan roh ilahi. Hidup yang utuh, sempurna, atau kudus.

Selasa, 11 Oktober 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here