Kejahatan Apakah yang Telah Dilakukan-Nya?

0
343 views
Ilustrasi: Akhirnya Yesus disalibkan --pertunjukan tablo oleh OMK salah satu paroki di Samarinda, Kaltim. (Ist)

PERBUATAN apa yang telah melegitimasi Yesus sebagai penjahat dan kemudian layak dihukum mati?

Ini pertayaan pembuka.

Judul tulisan ini adalah rumusan pertanyaan yang diajukan oleh Pontius Pilatus kepada imam-imam kepala dan rakyat Yahudi. Ketika mereka membawa Yesus menghadapnya di gedung pengadilan pemerintahan Romawi.

Pertanyaan ini menurut versi Penginjil Markus (Mrk 15: 14). Maksud pertanyaan yang sama, namun dalam rumusan agak berbeda sebagaimana ditampilkan oleh Penginjil Yohanes, “Apakah tuduhan kamu terhadap orang ini?” (Yoh 18: 29).

Kedua rumusan pertanyaan ini bersifat retoris, tetapi sekaligus memuat rumusan hukum pidana. Jika, Yesus seorang penjahat, patut dipertanyakan, apa saja bentuk kejahatan yang telah dilakukan-Nya?

Pertanyaan ini memaksa para pemimpin agama Yahudi (imam-imam kepala, para ahli Taurat, dan tua-tua Yahudi) mencari pembuktian yang melegitimasi tuduhan mereka kepada Yesus. Agar Ia bisa dijatuhi hukuman mati.

Namun para pemimpin agama Yahudi ini tidak memiliki bukti secara hukum. Khususnya hukum Romawi yang bisa menjerat Yesus agar dijatuhi hukuman mati.

Karena bukti hukum yang tidak valid, maka mereka menggunakan argumentasi hukum agama Yahudi, yaitu teologi Yahudi tentang Mesias sebagai dalil agar meligitimasi tuduhan mereka.

Argumentasi

Argumentasi hukum Taurat atau teologi Yahudi tentang Mesias yang dipakai sebagai dalil pembenaran tuduhan mereka adalah pernyataan Yesus sebagai Anak Allah atau Putera Allah yang Maha tinggi. 

Menurut mereka pernyataan ini adalah perbuatan jahat.

Sebenarnya pernyataan sebagai Anak Allah atau Putera Allah yang Maha tinggi tidak pernah dilontarkan secara lagsung (directly speech) dari mulut Yesus. Tetapi secara tidak langsung (indirectly actions) melalui pengajaran dan perbuatan-perbuatan kasih, perbuatan baik-Nya (mukjizat-mukjizat-Nya).

Justru yang menceritakan dan-atau memproklamirkan bahwa Yesus adalah Anak Allah adalah dari orang-orang yang menyaksikan dan mengalaminya sendiri, karena percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Misalnya pengakuan Rasul Petrus, ketika Yesus bertanya tentang siapakah Dia, maka jawab Simon Petrus, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Mat: 16: 16).

Lalu dipertanyakan:

  • Apakah pengakuan oleh umat–rakyat yang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dikategorikan sebagai perbuatan jahat?
  • Apakah karya-karya cinta kasih, karya-karya baik yang dilakukan oleh Yesus dianggap sebagai perbuatan jahat?
  • Mengapa perbuatan baik kok dicap sebagai perbuatan jahat?
  • Sipakah yang sesungguhnya penjahat?
  • Apakah Yesus atau para pemimpin agama Yahudil-ah yang penjahat?  

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada dasar hukum pidana yang melegitimasi bahwa Yesus melakukan kejahatan melawan hukum negara maupun hukum moral keagamaan.

Tuduhan para pemimpin agama Yahudi kepada Yesus sebagai penjahat adalah tuduhan yang direkayasa dengan kedok hukum agama, namun motif sesungguhnya adalah kepentigan kekuasaan dan kekayaan duniawi.

Karena mereka kehilangan wibawa, otoritas, dan kenyamanannnya sebab rakyat kebanyakan tidak lagi percaya kepada mereka, karena kegobrokan hidup mereka yang dibongkar oleh Yesus melalui pengajaran, cara hidup dan keberpihakan-Nya kepada masyarakat (umat) kecil, miskin dan tertindas.

Maka disimpulkan bahwa alasan yang sebenarnya dipakai oleh para pemimpin agama Yahudi untuk memuduh Yesus sebagai penjahat adalah alasan politik kekuaan duniawi.

Siapa sesungguhnya penjahat?

Pada dasarnya, rumusan pertanyaan Pilatus kepada para pemimpin agama Yahudi mengandung pertanyaan retorika yang bersifat otokritik kepada para pemimpin agama Yahudi sendiri.

Pilatus sadar betul bahwa Yesus adalah seorang nabi. Bahkan mungkin juga, ia yakin bahwa Yesus lebih dari seorang nabi.

Mungkin dalam pemahaman agama Romawi, Pilatus mengakui Yesus sebagai dewa yang punya otoritas lebih dari manusia biasa.

Dari pemahaman ini dapat dilihat bahwa Pontius Pilatus sebenarnya sadar betul bahwa yang sesungguhnya penjahat adalah para pemimpin agama Yahudi sendiri, bukan Yesus.

Bagi Pilatus dan isterinya, Yesus adalah dewa yang turun ke bumi, melakukan karya-karya kebaikan (bonum suprema) demi kebaikan bersama (bonum commune) atau kebaikan bagi manusia (human dignity).

Namun para pemimpin agama Yahudi menutupi kejahatan mereka yang terstruktur dan sistematis di balik sistem hukum keagamaan Yahudi.

Mereka bersembunyi di balik dalil teologi Yahudi yang mengajarkan bahwa tidak mungkin Allah berinkarnasi menjadi manusia biasa.

Allah itu transenden, tak terjangkau oleh manusia. Allah ambil jarak dengan manusia.

Karena itu, ketika Yesus diakui dan diyakini sebagai Anak Allah atau Putera Allah yang Maha tinggi oleh mayoritas umat Yahudi dan non yahudi yang melihat, merasakan dan mengalami karya-karya kasih-Nya, yang lain dari yang lain atau yang tak lazim dilakukan oleh manusia biasa.

Ada tindakan-tindakan Yesus yang khas dan luar biasa (tidak seperti biasanya) dilakukan oleh kebanyakan orang.

Demikian pula, Ia mengajarkan ajaran-ajaran baru tentang Allah yang sama sekali berbeda dengan ajaran Hukum Taurat, misalnya tentang pengampunan, mendoakan musuh, pemberian sedekah, dan lain-lain.  

Yesus digiring ke gedung pengadilan Romawi dilihat sebagai konspirasi politik kekuasaan antara para pemimpin agama Yahudi dengan raja Herodes dan Kaisar Romawi yang diwakili oleh Pontius Pilatus.

Yesus diadili secara terbuka di gedung pengadilan Romawi tersebut sebagai korban konspirasi politik para penguasa agama dan sipil.

Yesus digiring seakan-akan sebagai penjahat kelas kakap, melebih para penjahat lainnya, seperti Barabas.

Yesus yang adalah subyek kebaikan tertinggi dan sempurna (bonum suprema et bonum summum) justru dianggap sebagai penjahat kelas kakap dan sangat buruk.

Cara ini adalah kelicikan para penguasa agama dan politik yang sangat kontradiktif dan tidak berprikemanusiaan.

Bagaimana bisa orang yang secara nyata tidak melakukan kejahatan justru dituduh sebagai penjahat dan dijatuhi hukuman mati?

Namun drama penyaliban Tuhan Yesus ini adalah simbolisme yang menggambarkan realitas kejahatan sistem kekuasaan agama dan politik yang terus dipraktekan dalam perjalanan hidup manusia, seperti yang terjadi di Papua saat ini khususnya, dan Indonesia umumnya.

Di manakah letak kejahatan para pemimpin agama Yahudi? Kejahatannya terletak pada strategi politik di mana mereka  menciptakan skenario dengan cara mempengaruhi masa agar berteriak bahwa Kaisar adalah pemimpin mereka satu-satunya.

Tujuan mereka adalah agar status kekuasaan mereka tetap dipertahankan, sehingga mudah membohongi dan menindas rakyat kecil melalui berbagai kebijakan politik, ekonomi, keamanan dan keagamaan.

Hak-hak hidup orang-orang kecil pun ditekan, dirampas, bahkan dibunuh demi kepentingan kekuasaannya daripada kepentingan orang banyak, yaitu kaum miskin, lemah dan tertindas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here