Rabu, 6 April 2022
- Dan. 3:14-20.24-25.28.
- Mzm.Dan.3:52.53.54.55.56.
- Yoh. 8:31-42
DALAM situasi dunia yang bersolek genit karena lebih mengutamakan penampilan daripada isi dan kebenaran.
Kita sering dihadapkan pada banyaknya kepalsuan dan kemunafikan daripada sikap tulus penuh kasih.
Tidak sedikit orang yang terjerumus dalam sikap “ikut saja” yang penting aman, nyaman bahkan jika memungkinkan mendapat keuntungan dari longgarnya aturan hidup bersama.
Sikap semacam ini membuat kita suam-suam kuku dalam mengikuti kehendak Tuhan bahkan kita bisa menjadi pribadi yang menolak jalan keselamatan Tuhan Yesus.
Jalan keselamatan Tuhan adalah jalan kebenaran yang harus dijalani harus meski susah, karena harus menderita dan harus berjuang untuk menegakkan kebenaran.
“Saya awalnya bingung mencari pegangan, karena semuanya terasa gelap,” kata seorang bapak.
“Baru ketika saya dipaksa oleh keadaan, saya menemukan bahwa patokan utama kebenaran adalah Sabda Tuhan,” lanjutnya.
“Awalnya saya mengklaim kebenaran yang sesuai versi saya sendiri, berdasarkan pikiran dan kesimpulan sendiri,” katanya lagi.
“Akibatnya saya menjadi pribadi yang keras, tanpa kompromi bahkan kemudian terkesan sombong, angkuh. Dampak sikap ini menyebakan muncul kekacauan dan perselisihan, dengan orang-orang yang dekat denganku; bahkan dengan isteri dan anakku,” ujarnya.
“Mereka pergi karena mereka tidak tahan dengan sikap dan cara saya. Hingga kemudian kami berjalan masing-masing dan mengklaim kebenaran sesuai dengan keinginan masing-masing dan lebih parah lagi kami memaksakan kebenaran kami supaya diikuti oleh pasangan kami,” sambungnya lagi.
“Sekarang kami sadari kekakuan sikap kami telah membawa kesusahan di antara kami. Kesadaran lainnya adalah bahwa kami waktu itu masih terlalu muda dan kurang bijaksana dalam mengelola konflik, hingga kami merasa lebih baik tidak berama dan harus pergi,” katanya lagi.
“Kami kurang sabar dan belum bebas bersikap sebagai pribadi yang dewasa, kami masih menjadi tawanan ego kami masing-masing,” kisahnya.
“Akhirnya setelah kami tidak bersama selama tiga tahun, kami putuskan untuk bersama lagi dan ingin membangun rumah tangga dengan cara dan sikap yang baru,” sambungnya.
“Pengalaman berpisah membuat mata kami bisa melihat komitmen, cinta, pengabdian, ketulusan, pengurbanan bahkan pengampunan,” sambungnya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian,
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal di dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.
Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”
Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tetap berpegang pada apa yang benar sekalipun langit akan runtuh.
Jika kita tetap setiap pada kebenaran, maka kedamaian selalu kita miliki.
Kita tidak dikejar oleh rasa bersalah, kita tidak dihantui oleh batin yang tidak tenang.
Berbohong atau menyampaikan sesuatu yang tidak benar akan membentuk karakter kita menjadi buruk.
Tuhan Yesus mengaitkan iman dengan relasi yang terjalin diantara murid dan diri-Nya.
“Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah”.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita undang untuk bersikap dan berperilaku kristiani dalam relasi-relasi kita dengan sesama di tengah keluarga, lingkungan kerja, dan masyaraka.
Bagimana dengan diriku?
Apakah aku bisa membangun relasi yang kepada siapa pun?