“PERLAKUKANLAH kami sesuai dengan kemurahanMu dan menurut besarnya belas kasihanMu.” (Dan 3:42). Itulah penggalan dari doa Azarya yang memohon pengampunan kepada Tuhan.
Doa itu lahir dari keyakinan kuat bahwa Tuhan yang maha pengampun akan menghapus semua dosa dan kesalahan.
Maha pengampun berarti mengampuni tanpa batas. Tidak bisa diukur dengan kriteria dari manusia. Hanya dengan demikian manusia bakal diselamatkan. Tanpa pengampunan tiada keselamatan.
Itu berlaku juga dalam relasi antar manusia. Hanya ketika manusia saling mengampuni dengan tulus hati dan tanpa henti mereka akan mengalami kedamaian dan kebahagiaan. Balas dendam dan menyimpan kesalahan tidak pernah menenteramkan. Di sini gengsi menggandakan rasa benci.
Tantangan yang paling sering muncul adalah mentalitas bahwa mengampuni diartikan sebagai menguntungkan pihak yang bersalah dan merugikan yang mesti mengampuni. Mengampuni itu tanda orang lemah dan terus-menerus mengampuni berarti tidak mendidik.
Bila itu benar, berarti Allah yang selalu rela mengampuni tidak mendidik manusia. Bukankah sebaliknya, karena kerahiman Allah yang tiada batasnya orang mengabdi kepada-Nya dengan takwa?
Bukan balas-dendam yang menghasilkan keuntungan, tetapi kasih dan pengampunan.
Mengampuni memang membutuhkan kasih dan pengorbanan. Lebih dari itu, mengampuni adalah tanda orang kuat; bukan orang lemah dan kalah. “The weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong.” (Mahatma Gandhi)
Universitas Katolik Widya Karya Malang
26 Maret 2019