PADA hari Selasa, 2 April 2013, para teolog moral katolik berdialog dan berdiskusi dengan staf dari Rehabilitasi Korban Narkoba – Kunci yang merupakan karya sosial yang dikelola oleh para Bruder Karitas FC) di Nandan, Yogyakarta. Ikut dalam diskusi bersama ini adalah para anggota Pimpinan BNN Provinsi DI Yogyakarta.
Gereja Katolik Indonesia terus menggiatkan gerakan bersama-sama untuk mengembangkan Karya Pastoral bagi Korban Narkoba, khususnya umat katolik di paroki-paroki yang terjerat oleh maut narkoba.
Makin dirasa perlu dan mendesak bahwa para pastur paroki bersama tim ‘penyelamat’ terdiri dari OMK dan orangtua bekerjasama yakni membuat gerakan pastoral penyelamatan para korban narkoba.
Saya pikir, ini merupaka bentuk tugas pastoral perutusan rohani baru di masa kini.
Pastoral penyelamatan dari jerat maut narkoba ini tentu meliputi pendampingan keluarga (melibatkan komisi /seksi pastoral keluarga) yang anggota keluarganya (entah ayah, atau ibu, atau anak) yang kecanduan narkoba. Juga kegiatan penyuluhan untuk mencegah/preventif agar umat katolik mempunyai ketahanan Gereja terhadap narkoba.
Termasuk umat katolik sebagai paguyuban paroki membantu warga umatnya yang sudah kecanduan narkoba untuk di rehabilitasi. Ini perlu segera dilakukan sebelum tertangkap polisi — mengingat narkoba itu barang terlarang secara hukum.
Dalam pertemuan itu telah dibahas beberapa hal penting antara lain:
· Bagaimana kalau dari keluarga tokoh umat katolik di paroki ada yang diam-diam sudah terjerat maut narkoba?
· Bagaimana sikap keluarga tersebut merespon hal ini?
· Bagaimana sikap masyarakat umat paroki?
· Bisa terjadi bahwa keluarga akan malu atau malah menjaga gengsi karena terlalu banyak orang sudah tahu kalau anggota keluarnya ‘tersangkut’ narkoba. Kalau demikian halnya, maka bisa terjadi anak malah tidak bisa dibantu mengatasi kondisi ketagihannya, namun seakan-akan bersikap tidak terjadi apa-apa dan kasusnya tidak pernah terselesaikan.
Dalam pengalaman, pernah ada keluarga katolik yang anaknya terjerat kecanduan narkoba, dan berlangsung lama. Dulu keluarga itu relatif kaya, setelah sekitar 10 tahun, keluarga menjadi miskin, karena anak yang kecanduan akan terus mencari dan menggunakan narkoba yang harganya mahal.
Untuk itu anak mencuri apa saja dari rumah sampai ekonomi makin melemah, dan pada akhirnya, uang kantor tempat bapak bekerja, yang belum sempat disetor bank oleh sang bapak, juga dicuri oleh sang anak. Ujung-ujungnya, sang bapak di PHK karena dituduh menggelapkan uang. Rumah akhirnya dijual, dan kehilangan pekerjaan dan keluarga itu langsung jatuh miskin.
Namun sang anak yang sudah kecanduan tetap saja melakukan hal yang sama. Ia tetap mengambil tanpa izin uang dari siapa pun yang bisa dia embat.
Inilah sebuah gambaran keluarga yang ada anggota keluarganya kecanduan narkoba. Ini belum sampai terjadi bila anaknya kena penyakit menular, atau syarafnya menjadi rusak setelah pemakaian narkoba berjangka lama (jadi penderita sakit jiwa) dan boleh jadi over dosis.
Narkoba juga pelan-pelan bisa menggerogoti kekuatan Gereja. Ini terjadi bila semakin banyak anggota umat Katolik terjerat maut kecanduan narkoba.
Pecandu narkoba adalah korban.
Bandar dan pengedar narkoba adalah pelaku kejahatan kemanusiaan.
Mengkritisi maraknya anak-anak remaja mulai kecanduan narkoba dan juga beberapa OMK Katolik mulai coba-toba mengonsumsi narkoba, maka dengan gaya khasnya Uskup Diosis Purwokerto Mgr. Julianus Sunarka SJ menulis komentarnya sebagai berikut:
“Kalau Anda akan menghancur-leburkan Gereja Katolik ( dan manusia sedunia ini), maka ya biarkanlah para anak-anak remajamu kecanduan narkoba?,” tulisnya.
Tentu saja, peringatan dengan gaya ‘dilulu’ khas Jawa ini harus diterjemahkan sebaliknya: Para keluarga katolik, janganlah pernah sampai anggota keluargamu porak poranda karena kecanduan narkoba. Itu sangat berbahaya dan akan merusak seluruh pundi-pundi dan pondasi keluarga. Jadi, jangan sekalipun pernah mengkonsumsi narkoba!
Maka, lanjut beliau, “Silahkan membuat penelitian sudah berapa remaja Keuskupan Purwokerto atau bahkan di seluruh diosis di Indonesia yang sudah kecanduan dan suka menggeleng-nggeleng sendiri terkena efek halusinasi narkoba hingga membuat keluargnyaa berantantakan dalam segalanya. Salam kasih dan doaku. Jsunarkasj”.