Kerendahan Hati Seorang Perwira

0
833 views
Ilustrasi: Kerdil di hadapan Tuhan.

Puncta 26.06.21
Sabtu Biasa XII
Matius 8: 5-17

PERNAH ada berita yang menghebohkan tentang kehadiran para uskup dan imam dalam pemberkatan perkawinan seorang artis.

Orang terkenal, pejabat penting atau orang kaya mampu menghadirkan banyak imam, bahkan uskup dalam pemberkatan mereka.

Bisa saja orang-orang itu sangat berjasa bagi Gereja. Bisa juga mereka punya karya amal sosial yang tinggi di masyarakat.

Mereka sangat dihargai dan dihormati. Mereka adalah kelompok terpandang, status sosialnya sangat tinggi.

Dengan status sebagai orang terpandang, berkuasa, kaya harta atau terkenal, mereka mampu mendapatkan pelayanan apa saja.

Yang bagi orang biasa, pelayanan seperti itu adalah sesuatu yang sangat mewah.

Status sosial kadang bisa menentukan bentuk pelayanan yang dimaui.

Perwira dari Kapernaum ini beda. Ia datang kepada Yesus bukan untuk dirinya sendiri. Hatinya sangat sedih melihat hambanya sakit lumpuh.

Ya “hanya” untuk seorang hambanya.

Ia berkata, semacam memberi laporan, ”Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh, dan ia sangat menderita.”

Ia menunjukkan kepedulian untuk hambanya yang sakit. Ia tidak memikirkan dirinya, tetapi sekali lagi untuk hambanya.

Yesus langsung menanggapi, “Aku akan datang menyembuhkannya.”

Tetapi sekali lagi perwira itu menunjukkan sikap kerendahan hati dan ketidak-pantasannya. “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku. Sebab aku sendiri seorang bawahan.”

Bukan hanya rendah hati, tetapi ia juga sangat percaya kepada Yesus. “Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.”

Dengan “power” sebagai perwira, ia pasti bisa meminta Yesus datang.

Tetapi dia justru menganggap diri tidak pantas. Ia yang hanya seorang bawahan bisa memerintah prajurit untuk mengerjakan ini itu.

Perwira itu juga sangat yakin Yesus yang lebih berkuasa, pasti bisa membuat yang tidak bisa menjadi bisa, yang tidak ada menjadi ada, karena Dia adalah Allah.

Yesus mengapresiasi iman si perwira itu.

“Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel.”

Hebatnya lagi, perwira itu adalah orang di luar bangsa Israel, bangsa terpilih.

Dari perikop ini kita bisa belajar banyak.

Pertama, janganlah kita bersikap egois hanya berpikir untuk diri sendiri.

Kedua, kerendahan hati dan keyakinan yang besar sangat dihargai Tuhan. Ada nasihat bagus, “Aja adigang, adigung, adiguna.”

Ketiga, menghargai orang lain yang berbeda. Ada kebaikan dan mutiara yang bercahaya di luar kelompok kita seperti yang ditunjukkan oleh perwira di Kapernaum itu.

Bunga melati mekar di taman sangat indah.
Silih berganti kupu-kupu hinggap dan terbang.
Iman itu membawa kebaikan dan berkah.
Kebaikan mengalir untuk semua orang.

Cawas, doaku untuk anda yang sakit.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here