APA yang terjadi jika kerja keras dibarengi dengan kepasrahan akan penyelenggaraan Tuhan? Tampaknya jawabannya satu: mukjijat. Hal ini tampak dalam kisah hidup Santo yang baru, Luigi Guanella (1842 – 1915). Luigi percaya bahwa penyelenggaraan Ilahi ditentukan oleh iman, doa, dan kerja.
Diceritakan suatu saat Luigi sedang membangun kembali sebuah kapel. Tiba-tiba saja, tanpa alas an yang jelas, beliau minta semua pekerja keluar dari bangunan itu. Dalam hitungan menit, perancah bangunan (scaffolding) jatuh ke tanah. Tak ada yang terluka. Satu kisah lagi, seorang suster kepala sekolah berkata kepada Luigi bahwa tidak ada makanan untuk para murid sekolah. Luigi hanya bilang,”Penyelenggaraan Tuhan masih perlu waktu setengah jam lagi. Sekarang baru jam 11:30.” Suster itu mengajak murid-murid berdoa. Tanpa dinyana-nyana, pada tengah hari sebuah kereta membawa karung beras untuk mereka. Tak ada seorangpun tahu darimana kereta itu berasal.
Dilahirkan pada tahun 19 Desember 1842 di Francisio, Italia Utara, Luigi Guanella adalah anak kesembilan dari tiga belas bersaudara. Luigi masuk seminari pada usia 12 tahun, dan ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 26 Mei 1866. Beliau merupakan pendiri “Servants of Charity” (Abdi cinta kasih), “the Daughters of St. Mary of Providence” (Putri Santa Maria dari Penyelenggaraan Ilahi) dan “the “Confraternity of St. Joseph” (Saudara Santo Yusuf).
Ketiganya tidak kita kenal di Indonesia. Pada saat ini konggregasi tersebut mempunyai 100 rumah dan 1,200 suster serta 50 rumah dan lebih dari 500 bruder, di seluruh dunia. Confraternity of St. Joseph, yang didirikan untuk mendoakan mereka yang sedang sekarat, saat ini sudah mempunyai anggota 10 juta orang.
Cinta pada kaum miskin, korban bencana, cacat, dan terbelakang
Karya Luigi, sahabat dekat Paus Pius X, sebagian besar ditujukan bagi orang miskin, terlantar, cacat, maupun korban bencana dan perang. Luigi menolak menyebut kaum cacat sebagai “kaum terbelakang.” Beliau menyebutnya “anak-anak yang baik” dan “harta berharga” dari Tuhan. Kecintaanya untuk menolong orang, terutama yang menderita, sudah ditunjukkan semenjak muda. Bahkan ia tergolong nekat.
Sewaktu di seminari, seorang rekannya menderita penyakit menular dan sudah kritis. Ketika orang lain selalu menghindarinya karena takut tertular, Luigi justru ikut merawatnya, kendati ia sudah diberi peringatan akan bahaya penularan penyakit tersebut. Kenekatannya membuahkan hasil. Baik temannya maupun dirinya terhindar dari penyakit mematikan tersebut. Bahkan sampai saat berumur 73 tahun (tahun akhir sebelum wafat), beliau masih pergi sendiri ke sebuah daerah yang sudah porak poranda untuk merawat para yatim piatu, dan tunawisma.
Kendati sudah menunjukkan bakat pelayanan kepada orang miskin sejak muda, ia mengaku banyak mendapat inspirasi saat hidup bersama dengan Santo Don Bosco dan Joseph Cottolengo pada tahun 1875-1878.”Tuhan memperlihatkan bahwa saya harus bertemu Romo Don Bosko dan Romo Cottolengo, dua pribadi yang saya kagumi. Saya semakin bertumbuh dalam cinta dan banyak semakin banyak belajar dari mereka.”
Pada tahun 1905 dan 1915 beliau terlibat aktif membantu korban gempa bumi di Italia. Selama perang dunia pertama, ia juga sangat aktif memberi pertolongan. Atas jasanya membantu korban perang, ia menerima medali emas dari pemangku kekuasaan di Como, Italia, pada tahun 1915. Tiga tahun sebelumnya, 1912, ia pergi ke Amerika untuk membantu para imigran Italia.
Luigi menderita stroke dan wafat pada tahun 1915, dibeatifikasi oleh Paus Paulus VI pada tahun 1964. Baru-baru ini, Minggu 23 Oktober 2011, Paus Benediktus XVI mengangkatnya menjadi Santo, bersama dengan Santo Guido Maria Conforti dan Santa Bonifacia Rodriguez Castro.
Sumber dan photo credit: www.luigiguanella.com