Kesetiaan

0
1,209 views
Ilustrasi -- Pasutri yang saling setia. (Ist)

Renungan Harian
Sabtu, 12 Juni 2021
Bacaan I: 2Kor. 5: 14-21
Injil: Mat. 5: 33-37
 
SUATU sore, saya menerima tamu seorang ibu.

Ibu itu datang minta didoakan dan berkat agar kuat. Saya bertanya pada ibu itu apa maksud agar kuat, apakah sedang sakit atau karena apa.

Ibu itu menjawab dengan pendek bahwa ia mohon agar kuat menjalani hidupnya.

Saya menjawab bahwa saya dengan senang hati berdoa dan memohonkan berkat agar ibu kuat menjalani hidup.

Ketika saya mengajak hening sebentar untuk berdoa, ibu itu mulai menangis, maka saya diam dulu membiarkan ibu itu menangis.

“Romo, sebelum doa, apakah Romo punya waktu untuk mendengarkan cerita saya?” tanya ibu itu.

“Silahkan ibu, saya akan mendengarkan,” jawab saya.
 
“Romo, beban hidup saya amat berat. Saya tidak mengerti, apakah saya ini tertipu atau bodoh. Teman-teman dan keluarga saya mengatakan bahwa saya ini bodoh.

Romo, ketika kami masih pacaran, saya kenal suami saya sebagai seorang pria yang baik, sabar, pekerja keras, meski tidak romantis dan agak cuek.

Setelah enam bulan pacaran kami menikah. Keluarga setuju kami menikah, mengingat bahwa pacar saya kelihatan baik dan menurut orangtua bibit, bobot dan bebet-nya baik.
 
Romo, kami menjalani hidup perkawinan dengan baik.

Kami berdua kerja sehingga ekonomi kami cukup baik. Kami bisa beli rumah dan punya mobil. Sampai suatu sore rumah kami didatangi polisi dengan surat perintah penggeledahan rumah kami.

Saya syok, ketika tahu bahwa ini semua karena suami saya ditangkap atas penggunaan narkoba.

Rumah kami “diacak-acak”, tetapi tidak ditemukan apa pun berkaitan dengan narkoba. Saya ditanyai dan memang saya tidak pernah tahu kalau suami saya pemakai.
 
Romo, mobil kami jual, agar suami bisa pulang.

Suami minta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi. Saya menerima dan percaya dengan janjinya. Karena kasus itu, suami saya diberhentikan dari tempat kerjanya.

Maka sekarang, saya menjadi tulang punggung keluarga, sembari menunggu suami mendapatkan pekerjaan baru.

Ternyata Romo, kejadian itu bukan yang terakhir. Belum juga enam bulan suami ditangkap dengan kasus yang sama.

Suami minta agar saya merelakan rumah untuk biaya dia keluar dan direhab.

Saya turuti Romo, karena saya kasihan kalau suami harus dihukum. Kami sekarang sewa rumah kecil. Selesai direhab, suami kembali ke rumah dan kami hidup biasa lagi.

Tetapi tiga bulan kemudian ditangkap lagi.

Dan kali ini sudah tidak punya apa-apa lagi. Saya harus merelakan suami saya dihukum.
 
Suami marah-marah, menuduh saya tidak cinta lagi, dan senang kalau dirinya dihukum.

Saya hanya diam, mendengarkan semua tuduhan itu.

Saya beberapa kali bilang ke dia, bahwa sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi.

Romo, belum juga saya bisa menerima semua peristiwa itu, ada orang yang menagih hutang, karena ternyata suami saya punya hutang yang cukup besar.

Untung, masih untung Romo, hutang bisa diangsur, sehingga saya mengangsur hutangnya.

Romo, karena beban keuangan yang cukup berat, saya tinggal dengan oran tua saya.
 
Romo, orangtua, saudara-saudara dan teman-teman saya menyarankan agar saya meninggalkan suami saya. Mereka berpendapat bahwa orang seperti suami saya tidak layak untuk diperjuangkan; dia sudah tidak akan bisa sembuh lagi.

Saya menolak saran-saran itu, saya masih berharap bahwa entah kapan suami saya akan sadar kembali hidup sebagai manusia normal.

Itulah mengapa saya selalu dikatakan bodoh oleh keluarga dan teman-teman.

Romo, saya berpegang pada doa-doa saya, agar saya diberi kekuatan untuk menjalani ini semua dan suami saya menjadi sadar. Saya berharap dengan cinta dan doa-doa suami saya bisa bertobat,” ibu itu bercerita.

“Wow, hebat nian, luar biasa ibu ini,” kata saya dalam hati.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan Surat Paulus kepada jemaat di Korintus:

“Maka dalam  Kristus kami meminta kepada kalian: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Kristus yang tidak mengenal dosa, telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, agar dalam Dia, kita dibenarkan oleh Allah.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku selalu berjuang untuk berdamai dengan Allah?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here