Kesombongan dan Menutup Hati

0
0 views
Ilustrasi: Jangan Sombong. (ist)

Rabu, 5 Februari 2025

Mrk 6:1-6

KESOMBONGAN intelektual sering kali menjadi penghalang untuk bertumbuh.

Orang yang selalu menolak pendapat orang lain cenderung menutup diri dari kemungkinan baru. Padahal, ilmu itu luas, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui segalanya. Bahkan, semakin seseorang belajar, semakin ia sadar bahwa masih banyak hal yang belum ia ketahui.

Kita bisa belajar dari kisah-kisah kebijaksanaan, di mana para ilmuwan dan pemikir besar justru rendah hati dalam keilmuan mereka.

Mereka mendengarkan, berdiskusi, bahkan merangkul perbedaan pendapat. Sebaliknya, mereka yang selalu menganggap dirinya paling benar justru sering jatuh dalam kesalahan yang tidak mereka sadari.

Penolakan terhadap pendapat orang lain bukan hanya soal kecerdasan, tetapi juga soal hati. Maukah kita membuka diri untuk memahami sudut pandang lain? Maukah kita merendahkan hati dan menerima bahwa orang lain mungkin memiliki pemahaman yang lebih baik dalam beberapa hal?

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.”

Yesus ditolak oleh orang-orang di kampung halamannya sendiri. Mereka mengenal-Nya sebagai seorang tukang kayu, seorang anak biasa dari keluarga biasa.

Mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa Dia adalah Sang Mesias. Mengapa? Karena prasangka mereka lebih kuat daripada iman mereka.

Sering kali, kita juga bersikap seperti mereka. Kita menilai seseorang berdasarkan masa lalunya, latar belakangnya, atau hal-hal lahiriah lainnya.

Kita sulit percaya bahwa Tuhan bisa bekerja melalui orang yang menurut kita “biasa saja.” Akibatnya, kita kehilangan berkat yang seharusnya bisa kita terima.

Penolakan mereka terhadap Yesus bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena hati mereka telah tertutup. Mereka lebih percaya pada pemahaman mereka sendiri daripada membuka diri terhadap pekerjaan Tuhan.

Bukankah sering kali kita juga menolak suara Tuhan hanya karena datang dari sesuatu yang tampak sederhana atau tidak sesuai dengan ekspektasi kita?

Tuhan sering bekerja dengan cara yang tidak kita duga, melalui orang-orang yang sederhana, situasi yang biasa, bahkan hal-hal yang tampaknya kecil.

Jika kita hanya mengandalkan logika dan prasangka, kita bisa kehilangan momen perjumpaan dengan-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku termasuk orang yang sombong?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here