“Kata-Nya lagi kepada mereka, ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.’” (Luk 12, 15)
BEBERAPA hari yang lalu, saya membaca berita tentang Sin Chew, seorang pria tua yang berasal dari Propinsi Jiangsu. Pria ini akhirnya memutuskan diri untuk dikremasi bersama dengan uangnya yang berjumlah sekitar Rp. 443 juta. Pria ini tidak memberikan uangnya kepada anaknya, karena dirinya kesal dan kecewa terhadap mereka. Kedua anaknya tidak mau merawat dan menelantarkannya sendirian di rumah. Mempunyai anak, menantu dan cucu tidak membuat pria ini bahagia di masa tuanya. Mempunyai uang yang cukup banyak juga tidak membuat pria ini hidup bahagia. Pria ini justru menyimpan rasa kesal dan kecewa, yang terbawa sampai akhir hayatnya.
Hidup manusia memang tidak bisa tergantung dari kekayaan yang dimilikinya. Kekayaan yang banyak juga bukan merupakan jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Uang ratusan juga tidak bisa menggantikan kerinduan seseorang untuk diperhatikan dan dicintai oleh anak-anaknya atau sesamanya.
Dalam hal ini benarlah ajaran Sang Guru, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan.” Ketamakan membuat seseorang selalu menimbun harta bagi dirinya sendiri. Tamak tidak hanya berkaitan dengan uang, tetapi juga tamak terhadap pangkat, jabatan, kuasa, kedudukan, kesenangan serta berbagai keinginan lain. Orang bisa kaya akan hal-hal duniawi, tetapi tetap miskin di hadapan Allah.
Bagaimana caranya agar kita bisa menjadi kaya di hadapan Allah dan terhindar dari sikap tamak? Teman-teman selamat malam dan selamat beristirahat. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)