Senin 6 November 2023.
- Rm. 11:29-36;
- Mzm. 69:30-31,33-34,36-37;
- Luk. 14:12-14.
KETULUSAN hati seseorang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun pasti bisa kita rasakan hal itu dengan hati.
Setiap ketulusan yang diberikan oleh seseorang, akan lebih mudah menyentuh perasaan, memberikan kesan indah, dan rasa penuh syukur.
Bukan untuk pamrih, namun orang spesial itu akan melakukan yang terbaik untuk kebaikan kita.
Ketulusan bisa disampaikan dengan banyak cara, dalam kehidupan ini. Namun tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
Diperlukan kesungguhan dan rasa ikhlas dalam memberi. Terkadang juga dibutuhkan pengorbanan demi seseorang.
Namun menariknya, akan ada rasa kepuasan tersendiri ketika kita sudah memberikan ketulusan dalam hidup. Perasaan inilah yang justru bisa membuat kita merasa lebih bahagia.
“Saya titip ini untuk romo bagi umat yang menurut romo memerlukan, tidak usah beritahu jika ini dari saya,” kata seorang ibu sambil menyodorkan telur asin yang cukup banyak.
Secara berkala ibu itu berbagai berkat dengan berbagi telur asin. Bahkan beberapa kali OMK mencari dana dengan menjualkan telur asin dan usaha ibu ini.
“Kami biasanya hanya mengembalikan uang modal telur dan biaya kerja, hingga bisa mendapat dana lumayan dari menjual telur asin itu,” kata salah seorang OMK suatu ketika.
“Saya tidak bisa memberi banyak dan berbagai banyak, namun apa yang bisa aku lakukan untuk membantu sesama meski hanya sedikit selalu saya usahakan untuk saya lakukan,” ujar ibu itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.”
Kebiasaan saling memberi, materiel maupun imateriel, mungkin kita lakukan juga ketika menjalin relasi dengan sesama. Tidak jarang, kita berharap mendapat balasan atas apa yang kita perbuat.
Bagi Yesus, kebahagiaan memberi tidak terjadi saat ada balas budi. Kebahagiaan memberi terjadi saat hari kebangkitan, di mana kita mendapatkan anugerah untuk merasakan hidup abadi.
Berhentilah memberi jika motivasi kita masih berorientasi pada keuntungan dan balas budi.
Marilah kita memperbaiki dan memperbarui motivasi kita dalam memberi.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tulus dalam berbagai kepada sesama?