Ketulusan vs Kemunafikan

0
357 views
Ilustrasi: Munafik. (Ist)

Senin, 25 Maret 2024

  • Yes 42:1-7;
  • Mzm 27:1.2.3.13-14;
  • Yoh 12:1-11.

TERKADANG kita salah menilai orang karena sikap baik orang itulah yang diperlihatkan kepada kita. Namun, tidak ada yang tahu seperti apa dia saat kita tidak ada.

Akan tetapi ini bukan berarti kita wajib mencurigai semua orang disekitar kita. Memilah-milah teman memang bukan perkara yang mudah, tapi sebagai manusia yang pandai kita diberi pikiran dan perasaan supaya dapat mengira-ira mana teman yang baik dan mana yang kurang baik.

Lingkup pertemanan yang sehat yang ada di inner-circle memang sangat penting karena ini berpengaruh terhadap sikap dan perilaku kita kedepannya.

Selain itu, banyak lingkungan sehat yang berisikan orang-orang baik membawa banyak keberuntungan dan rejeki. Sebaliknya jika inner-circle tidak sehat terkadang justru membawa hal buruk.

Maka dari itu, sangat penting untuk bisa memilah-milah pertemanan karena orang baik akan mendatangkan hal baik. Untuk dapat terhindar dari orang-orang yang kurang baik seperti orang munafik, kita perlu mengetahui ciri-ciri mereka.

Sehingga ketika menemui hal serupa dalam kehidupan nyata kita dapat menghindari orang-orang dengan ciri seperti ini atau bahkan kita dapat mencegah agar diri sendiri tidak terjerumus dalam sifat yang sama buruknya.

“Rasanya lelah jika memikirkan sahabat yang munafik,” kata seorang bapak. “Kita tidak bisa memegang omongannya, bahkan dengan licinnya dia memutarbalikkan kenyataan sesuai dengan keinginannya. Dia tidak peduli nasib perasaan orang lain karena yang dia pikirkan adalah kenyamanan dan kepentingannya sendiri.

Kesulitan dan kesusahan orang lain dianggap proyek untuk meningkatkan harga dirinya dan jika mungkin bisa mendatangkan manfaat bahkan keuntungan baik itu secara moril ataupun materiil.

Untuk itulah, betapa pentingnya menjaga omongan dan sikap pada oenag munafik ini. Tidak salah saja kita bisa dijadikan pesakitan apalagi jika kita berbuat salah, kita pasti dihabisin,”urai bapak itu dengan semangat.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?”

Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.”

Bacaan Injil hari ini menampilkan dua orang figur berbeda. Ada orang yang tulus dan figur yang munafik.

Ketulusan itu dicerminkan oleh tindakan Maria yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal, seharga 300 dinar. Nilai yang sangat besar pada waktu itu, dan juga saat ini jika nilainya dikonversi.

Pada saat yang sama, muncullah Yudas yang terheran-heran dan mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Maria. Secara spontan ia merespons bau semerbak narwastu itu dengan bersikap seolah-olah peduli terhadap orang miskin.

Yudas sangat menyayangkan hal itu. Namun, penulis Injil Yohanes mencatat siapa sesungguhnya Yudas-seorang pencuri uang kas. Ia menggunakan orang miskin hanya untuk maksud tersembunyi sesuai dengan karakter dan kebiasaannya.

Hal itu terbukti nyata pada akhir hidupnya ketika ia menjual Yesus seharga 30 keping uang perak, jauh lebih rendah dari apa yang dipersembahkan oleh Maria.

Ketulusan akan bermuara pada tindakan pengorbanan, sementara kemunafikan hanya menghasilkan tindakan yang mencari keuntungan dan kenyamanan diri sendiri. Ketulusan Maria mengajar kita-sebagai murid Kristus-untuk berkorban dan merelakan milik kita kepada Kristus untuk memuliakan-Nya. Mari kita perhatikan dengan saksama pikiran, tutur kata, motivasi, dan tindakan keseharian kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku telah membangun hidupku di atas dasar ketulusan atau kemunafikan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here