YANG dimaksud dengan pajak dua dirham adalah pajak tahunan untuk memelihara Bait Allah (Lukas 17: 24). Setiap laki-laki yang berumur dua puluh tahun ke atas wajib membayarnya.
Demikian komitmen bangsa Israel yang tetap dijalankan hingga pada Zaman Yesus.
Yesus sebenarnya tidak terikat kewajiban itu, karena Dia adalah Putera Allah, pemilik Bait Allah itu (Lukas 17: 26). Lebih dari itu, Yesus adalah Bait Allah yang baru (Yohanes 2: 19).
Namun, agar tidak menjadi batu sandungan, Yesus membayarnya (Lukas 17: 27). Lalu, pelajaran apa yang bisa dipetik dari injil hari ini (Lukas 17: 22-27)?
Pertama, Yesus memang Anak Allah. Tetapi Dia telah menjadi manusia. Berarti Dia menjadi salah satu subjek pajak. Karenanya, Dia membayar pajak untuk Bait Allah itu.
Kedua, Yesus yang telah menjadi manusia mau menunjukkan bahwa Dia memenuhi kewajiban sebagai pembayar pajak. Tidak mau melawan sistem yang ada dan diistimewakan. Tujuannya, agar tidak menjadi batu sandungan.
Ketiga, semua orang yang menjadi pengikut-Nya ikut ambil bagian dalam status Yesus sebagai Anak Allah. Jadi, mereka pun tidak terikat membayar pajak juga. Apalagi, mereka tidak menggunakan Bait Allah itu sebagai tempat mereka beribadah. Namun, Yesus meminta supaya Petrus tetap membayar pajak itu (Lukas 17: 27).
Tiga pelajaran itu perlu diperhatikan oleh para pengikut Yesus. Mereka itu bukan orang-orang yang harus diistimewakan, melainkan perlu mengikuti sistem baik dan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Lebih dari itu, status mereka itu justru perlu menjadikan mereka teladan; bukan batu sandungan. Orang diingatkan akan semboyan Mgr. Albertus Soegijapranata SJ yakni menjadi “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”.
Itulah salah satu makna kewajiban membayar pajak.
Senin, 8 Agustus 2022
PW Santo Dominikus