Yer 17:5-10
BEBERAPA bulan terakhir ini, banyak emosi orang terkuras di pelbagai negara karena diaduk-aduk, dibuat frustasi, stres, takut dan kalang kabut oleh merebaknya coronavirus.
Coronavirus ini bak senjata pemusnah masal. Virus ini berhasil menciptakan gap dan ketakutan masal. Tidak terhitung sudah korban berjatuhan mati, terjangkiti sakit dan ketakutan massal.
Ada begitu banyak sekali spekulasi di luar sana yang menyebut bahwa, virus ini berasal dari kebocoran laboratorium senjata kimia di Wuhan. Ada yang lain bilang, virus berawal dari pasar kelelawar di Wuhan.
Sedangkan yang tidak kalah heboh lagi, malahan ada seorang dari negeri antah brantah bilang, virus adalah “Tentara Allah”.
Lagi-lagi dia yang suka bilang kafir kekelompok yang bukan alirannya ikut nimbrung dan dibuat bingung. Kalau dia sudah bingung begini, Tuhan pun dia pakai sebagai alat kampanye untuk membalas pihak yang dia tidak suka.
Oh… coronavirus , hebat kamu. Kamu bisa membuat spekulasi dan imaginasi seorang setingkat dewa.
Apa pun bentuk spekulasi dan imaginasinya di luar sana, virus ini bila belum ditemukan antibiotiknya, akan tetap menyebar tanpa toleransi kepihak mana pun.
Dia tidak hanya mendekati dan menyerang ke pihak yang imun tubuhnya lemah, tetapi ke pihak yang imun imannya lemah, dia akan menyebarkan ke pelbagai macam bentuk ketakutan.
Kalau iman manusia dibuat takut sedemikian rupa dan mendadak mati, apalagi yang mau kita harapkan? Tidak ada selain dari kematian iman itu sendiri.
Menurut hemat saya, virus ini muncul tidak hanya menjadi ujian berat bagi imun tubuh kita yang lemah. Dia juga bisa menjadi penguji imun iman kita di Masa Prapaskah ini.
Saat ini, yang Gereja hadapi tidak hanya berhadapan dengan peningkatan puasa, doa, amal, pantang dan mati raga. Gereja saat ini, benar-benar diuji imannya, doanya, puasanya, amalnya, sikap solidaritasnya, dan matiraganya oleh “sahabat” kita yang bernama coronavirus .
Selain itu, menurut saya, satu-satunya sahabat kita yang terbaik di Masa Prapaskah ini adalah coronavirus . Bila di luar sana, dia disebut musuh, penyakit, dan “tentara Allah”, maka saya malah menyebutnya sehabat sejati dan teman terbaik.
Dia juga adalah guru atau dosen terbaik yang setia menguji imanku. Tanpa dia dan bila dia tidak ada, kita tidak pernah dibantu untuk memahami:
- bagaimana dan apa itu orang beriman tanpa ketakutan;
- bagaimana bersikap solider dengan orang lain (khususnya yang terpapar dan yang meninggal dunia), kendati diintimidasi oleh kebengisannya;
- bagaimana iman kita bisa bertahan sekalipun dia tak alpa mencambuk seluruh tubuh dan emosi kita.
Di hadapan dia saat ini, kualitas iman Gereja mulai dari pemimpin sampai ketingkat umat paling bawah semakin di perlihat dengan jelas. Dia benar-benar tampil saat ini, sebagai penyaring iman yang berkualitas.
Dia hadir di Masa Prapaskah ini, sebagai penampi untuk membedakan gandum dan ilalang. Bahkan dengan sebarannya yang meluas, dia bisa memperlihatkan kekita, insan-insan mana yang mencintai “nyawa” dan duniawi dan yang berani berkurbankan nyawa demi pengabdian kepada Allah.
Coronavirus saat ini, sedang menjelajah dunia dan sedang menguji rangkaian tes imun tubuh, iman dan psikologi massa.
Siapa yang kita andalkan saat ini?
Renungan: Apakah aku juga menjadi bagian peserta yang dia test saat ini?
Tuhan memberkati.
Apau Kayan,12.3.2020