Yoh 5:17-30
TIGA pekan belakangan ini, saya sering menerima pesan WA dari beberapa umat dari kota metropolitan (X). Pesan WA nya bernada curhat dan keluhan.
Ada umat yang menyalahkan masa lalu seperti, kesusahan hidup yang dia alami saat ini, dia hubungkan dengan kehidupan ekonomi keluarga di masa lalu yang kurang beruntung sehingga saat ini, dia tidak bisa bersaing dengan anak yang lain yang saat ini ekonominya mapan.
Sangat mungkin dia berpikir, “Kekurangan yg dia rasakan atau kemiskinan harta yang dia alami saat ini merupakan titipan dari masa lalu. Katanya, sudah miskin harta ditambah lagi miskin hidup spiritual. Lengkap sudah. Yang tersisa ya… cuma meratapi nasib dan menyalahkan masa lalu.”
Sementara yang lain lagi curhat dan keluhannya begini:
“Di usia segini (50 tahun), saya belum bisa berdoa dengan baik. Secara ekonomi, ia bangga karena mapan, tetapi secara spiritual, keluarganya ambruk.
Ia semakin gelisah karena anak-anaknya sudah berusia matang, tetapi nggak kunjung dapat jodoh. Lagi-lagi masa lalu keluarganya yang dia ungkit dan persalahkan. Dengan sedikit menggerutu dia bilang:
‘Papi mami kami dulu, cuma mengajarkan kami untuk kerja cari duit. Yang ada di pikiran mereka cuma duit-duit. Duit atau harta ya menjadi goal terakhir dari kehidupan masa lalu mereka. Dan sekarang pun, tradisi mengejar harta begitu kuat dengan kehidupan dia dan anak-anaknya saat ini.’
Bila sudah terjadi begini, bagaimana sikap kita merespon curhatan dan keluhan mereka ini? Apakah masa lalu keluarga mereka bisa kita ikut dipersalahkan?
Menurut hemat saya, orang tidak boleh begitu saja menyalahkan sikap dan pilihan hidup keluarga di masa lalu.
Apa yang terjadi saat ini, meskipun itu berhubungan dengan peristiwa masa lalu keluarga, orang tidak boleh menghakimi begitu saja masa lalu keluarga. Setiap keluarga punya pergulatan tersendiri di setiap waktu dan tempat.
Terkadang untuk beberapa orang Tuhan sengaja membiarkan begitu saja peritiwa dan pergulatan hidup itu mengalir pada setiap orang.
Tujuan Tuhan itu simple sekali, supaya melalui peristiwa tersebut, mereka memiliki story yang indah dan seru dalam memaknai hidup.
Kata orang, “hidup bila tidak disertai dengan kisah kelabu, itu kurang greget dan nggak seru”.
Tengok kisah Injil hari ini, Tuhan Yesus berbuat baik sekalipun, di mata para pendengki dan irihati tetap selalu salah. Dia selalu menjadi pihak yang selalu mereka lihat serba salah. Apa-apa yang dia bilang dan Dia buat selalu salah.
Lagi-lagi mengapa Allah membiarkan hal itu terjadi dalam kehidupan Tuhan Yesus?
Ya.. supaya kita para pengikut-Nya…bisa belajar hidup dari dua sisi sekaligus, yaitu dari pihak Tuhan Yesus dan dari pihak para pembenci-Nya.
Dari Tuhan Yesus kita belajar berbuat baik dan dari para pembenci-Nya, kita belajar mengubah hidup.
Inilah story hidup. Kita mesti belajar mengolah dan mengubah hidup itu sendiri. Jangan tergoda menyalahkan story kehidupan.
Refleksi: Bagaimana sikapku dalam melihat story kehidupan keluargaku?
Apau kayan, 30-3-2022