Mat. 15:29-37
Kemarin pagi, seusai doa, saya didatangi kepala tukang pembangunan Gereja St. Lukas Apau Kayan di pastoran. Katanya, “Pastor, persediaan batu pecah 23 sudah habis. Kami tidak bisa mengerjakan cor tiang kalau tidak ada batu pecah”.
Sambil menarik napas panjang karena bingung, saya hanya menjawab oke, nanti saya usahakan.
Begitu tukang pamit pulang, saya kembali duduk termenung di kapel doa. Di sana saya hanya memandang Dia yang di salib.
Pelan pelan saya berkata, “Tuhan…persediaan batu pecah 23 sudah habis. Kondisi dana pembangunan gereja hanya cukup untuk membayar upah tukang. Eh… Tiba-tiba pagi itu juga ada umat datang menemuiku dan menyampaikan idenya untuk minta bantuan ke PT. Budi Bakti d imana PT tersebut menyediakan bahan batu bangunan untuk dijual. Dan yang nota bene pemiliknya tidak seiman dengan kami.
Bisakah? Tuhan,… kalau memang pagi ini, Engkau berkenan memintaku ke PT. Budi Bakti, untuk memohon bantuan batu pecah 23, maka Engkaulah yang berjalan di depan menemui mereka duluan. Kami akan menyusul-Mu dari belakang. Sambil berdoa di dalam hati saya melangkah ke perusahan tersebut.
Di situ saya mengetuk pintu dan managernya mempersilahkan saya masuk dan duduk.
Katanya, “Pastor, ada yang bisa saya bantu? Saya menjawab, iya saya membutuhkan batu pecah 23 untuk pembangunan Gereja. Persediaan telah habis, tapi kebetulan saat ini saya belum punya uang untuk membeli batu 23.”
Dengan nada suara yang begitu akrab dia berkata, “Pastor butuh berapa kubik?
“Ah… Saya malu… Karena butuhnya banyak sekali.”
Sambil bercanda dia berkata, “Iya…banyak itu berapa?.
Saya menjawab, 85 kubik.
Mendengar angka itu, dia diam. Sedangkan, saya malah bertanya di dalam hati, Tuhan…Engkau di mana?
Dengan lemah lembut, si manager merespon permintaanku, “Ok….Pastor kami siap membantu. Pastor tidak perlu membayar. Ini gratis. Kapan barangnya mau dikirim?”
Saya bilang, “Ya, sekarang.”
Sambil berdiri dan membungkuk, saya bilang kepada beliau, “Terimakasih banyak ya pak. Tuhan memberkatimu”.
Dalam perjalanan pulang ke pastoran, saya merenung begini, “Seandainya, batu 23 itu, mereka jual kepadaku, maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar batu tersebut sebesar Rp.170 juta. Saat ini, dana sebesar itu, mau dapat dari mana?”
Melalui banyak pengalaman yang saya temui, saya semakin meyakini bahwa Tuhan bisa berkarya di luar Gereja. Dia bisa hadir dan berkarya di dalam diri orang-orang yang belum mengenal Putera-Nya.
Jadi, kita tidak boleh arogan dan membangun sebuah dogma bahwa hanya orang yang seiman saja yang bisa menolong kita saat kita hidup dalam kesusahan.
Buktinya? Sudah saya rasakan kemarin.
Pengalaman merasakan kesusahan telah menyadarkan iman saya bersama iman mereka yang berbondong-bondong mendatangi Tuhan Yesus untuk meminta solusi atas persoalan hidup mereka.
Gerombolan orang-orang susah ini, begitu kokoh dan yakin bahwa dengan meletakkan masalah hidupnya di depan kaki Tuhan Yesus, maka semua masalah hidup beres. Menjadi bagian dari gerombolan orang susah, sangat tidak mengenakkan di mata banyak orang.
Namun, di mata Tuhan, hal ini menjadi ingatan supaya hidup kesusahan perlu disatukan dengan kekuatan Allah. Selain itu, perlu yakin bahwa pertolongan itu bisa datang darimana dan melalui siapa saja. Mungkin kejadian yang kemarin itu bisa disimpulkan,
“Cara dan karya Allah itu, melampaui agama-agama yang sudah dilembagakan oleh otoritas manusia”.
Dengan kata lain, agama-agama yang kita iman ini, cuma bisa merangkum sebagian kecil saja dari kekuatan Allah yang mahabesar itu. Allah bisa berkarya melampaui agama.
Renungan: “Letakkan masalah hidupmu di depan kaki Tuhan, maka kamu akan mendapatkan hasilnya”
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 2.12.2020