Yoh 5:32-41
SEORANG rekan imam (X) pernah mengutarakan pergulatan hidupnya kepada saya demikian.
“Saya itu iri dengan rekanku. Setiap kali misa pengalangan dana untuk pembangunan gereja, dia selalu cuan. Mudah sekali dipercayai umat. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti magnet. Umat cepat sekali jatuh hati dan memberi dia donasi.
Apa dia punya ilmu khusus ya?
Sementara saya, misa di mana-mana dan minta donasi ke umat untuk bangun hal yang sama, tidak terlalu cuan. Ada ya… cuma dapatnya hanya cukup untuk beli beberapa sak semen.
Kadang saya berpikir, kita ini sama-sama imam, bentuk jubah, kitab suci dan liturgi misanya sama. Homilinya hampir mirip. Tetapi, hasil donasi melalui misa untuk pembangunan gereja malah dapatnya kadang zonk. Celetuknya, betapa susahnya meyakinkan hati umat.”
Pergulatan teman saya ini, bisa terjadi pula dengan imam lain di luar sana. Semua berharap umat Allah mudah diyakinkan lewat homili saat misa, tetapi fakta yang terjadi malah sebaliknya. Lagi-lagi harapan yang tertunda ini, kerapkali meninggalkan rasa sakit di hati.
Dan bila tidak segera diolah dan diubah lambat laun bisa berubah menjadi penyakit iri hati.
Mungkin banyak logika ideal di antara kami yang berpikir:
“Asal saya jadi imam, maka semua yang dia ucap dan dia buat akan dengan mudah diterima oleh umat. Pada kenyataan di dunia riil tidak semua seperti itu.
Konon, ada juga imam-imam yang terlampau frustrasi atau entah kenapa mati-matian meyakinkan dengan “mengintimidasi” umat dengan kata-kata persuasif yang cenderung menekan dan menuntut psikologi umat supaya segera memberi donasi.”
Upaya semacam ini, menurut hemat saya, kurang baik. Bisa saja umat membantu, tetapi tidak lagi membantu dengan cinta, namun menolong dengan berat hati. Perlu juga kita direfleksikan, sangat mungkin umat tidak mudah memberi atau tidak mudah diyakinkan, karena mereka ingin menguji kualitas hidup imamnya.
Atau barang kali sengaja umat tidak mau memberi donasi karena mereka terlanjur tahu kalau kualitas hidup imamnya itu ada noda atau cacat kepercayaan dan keteladanan.
Jadi, ada banyak alasan juga mengapa mereka ragu untuk memberi donasi.
Ya… lagi-lagi karena faktor penguji dan pengamatan tadi.
Namun, menyedihkan juga bila kita merenungkan kisah Injil hari ini. Tuhan Yesus juga mengalami hal serupa yaitu, terbentur dengan iman umat yang tidak mudah percaya.
Jangankan kata-kata-Nya yang enggan mereka percaya, kehadiran-Nya saja mereka tolak. Kurang apa Dia? Dia yang Tuhan saja diragukan oleh pemuka agama Yahudi.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa kehidupan ini, punya banyak unsur pergulatan dan misteri yang tidak begitu mudah kita pahami.
Menggeluti persoalan kehidupan serta memaknainya melalui sikap dan tindakan hidup sehari-hari adalah ajang refleksi sebagai jalan menuju kebijaksanaan yang sejati yang terus diperjuangankan seumur hidup.
Seninya menemukan kebijaksanaan hidup itu, ada di setiap pergulatan hidup itu sendiri.
Refleksi: “Boleh lelah, tetapi jangan menyerah. Boleh kalah, tetapi jangan pasrah karena hidup adalah perjuangan. Belajarlah ikhlas menerima keadaan tanpa harus membenci kenyatan”
Apau kayan, 31-3-2022