SEPANJANG 10 hari berkelana masuk ke beberapa titik lokasi pedalaman Agats, mata saya selalu terpaku pada satu jenis binatang aneh bin ajaib yang di situ lazim disebut klodok. Ini adalah binatang amfibi –semacam ikan—yang bisa hidup di dua alam berbeda: air dan daratan.
Yang menarik saya, klodok ini selalu menimbulkan bunyi gemerisik krocok… krocok, setiap kali jejaknya diketahui manusia. Dan sesegera mungkin, klodok ini lalu berenang sangat cepat menyembunyikan diri dari pandangan mata manusia.
Binatang sejenis ikan ini selalu eksis di perairan di bawah permukiman rumah bedeng di seluruh Agats. Tak terkecuali di seluruh aliran sungai.
Dimana-mana selalu ada klodok. Dan klodok ini pula yang selalu menarik perhatian saya, setiap kali berjalan menyusuri jalanan papan di atas hamparan air payau yang masuk ke permukiman orang.
Menjadi susah tidur
Kadang-kadang, pada malam hari, ayunan gerak klodok yang berenang cepat untuk secepat mungkin bisa menghindari sergapan musuh telah membuat tidur kami sedikit terhenyak. Kami sempat mengira kalau di bawah dipan dimana kami tidur ada ular atau buaya masuk ke bawah hunian kami ketika air laut tengah pasang.
Klodok punya tekstur bentuk yang sedikit aneh. Sekilas seperti ikan uceng di aliran sungai-sungai Jawa Tengah sewaktu saya kecil dulu tahun 1965-an. Badannya sedikit memanjang, namun di ujung bagian akhir dia punya ekor layaknya cebong (calon katak). Kepalanya membesar persis seperti kepala katak dewasa.
Warnanya hitam legam. Berenang sangat lincah dan cepat. Begitu pula kalau naik ke daratan, klodok bisa meloncat dengan sangat cepat menghindari sergapan musuh atau predator.
Selama di Agats, keberadaan klodok sungguh membuat saya terhibur. Setidaknya di alam pedalaman yang sunyi itu ada bebunyian gemericik di peraian akibat ulah klodok. Berkat klodok, perairan menjadi lebih nyaring. Itu karena klodok selalu berlarian kesana kemari.
Di perairan seluruh Agats, klodok itu benar-benar eksis bertebaran dimana-mana.