Kisah Mereka yang Ingin Menjadi Bruder Kongregasi MTB (2)

0
1,259 views
Penutupan rekoleksi dengan misa d pimpin Romo Hironimus Bandur, Pr.

SETELAH mendalami materi yang disajikan, para bruder membagi dua kelompok untuk mensharingkan pengalaman panggilanya. Materinya bertitik tolak dari bahan bacaan, terutama  berkiblat gaya hidup pendahulu dan tata cara gaya  mereka dalam melayani Tuhan dan sesama.

Asing di mata saya

Justin, seorang postulan, berbagi kisahnya bahwa pada mulanya dia tidak tahu apa itu panggilan bruder. “Apalagi Bruder MTB yang bersemangat Fransiskan itu masih asing di telinga saya,” katanya.

“Di tempatku, orang hanya kenal imam praja dan SVD,” pungkas pemuda berbakat ini dengan jujur yang sampai saat sekarang masih bergumul batin lantaran belum bisa mendapatkan restu dari ibunya yang tidak mendukung dia masuk biara.

Niat Justin,untuk menjadi  bruder terjadi ketika dia ada di Surabaya.  Proses mengenalnya pun teradi lewat chating FB dengan Br. Marianus MTB.

“Aku merasa ‘ditangkap’ Tuhan. Namun, saya juga  masih bingung, apakah ini pelarian?,” ungkapnya.

Tak mendapat restu ibu

“Tetapi melalui permenungan dari kisah misionaris, saya semakin bertekat untuk berjalan dalam romantisme bersama Yesus,” ungkap pemuda yang mengaku  pernah lari dari rumahnya lantaran ibunya tidak setuju dia masuk biara.

Ia merantau sampai tiba di kota Kupang dan mencari kerja.

Selama tiga hari, pemuda ini bergumul.  Dalam keyakinannya, Tuhan rupanya membuka jalan baginya, sehingga bisa  diterima bekerja di sebuah toko elektronik. Seiring dengan waktu, pemilik toko melihat kinerja kerjanya bagus.

Lalu, ia dipercaya menjaga toko pemilik itu di Surabaya. Di sinilah, ia selalu gelisah atas panggilan hidupnya. Akhirnya, ia memutuskan bergabung dengan Bruder MTB.

Justin tidak pernah lupa pengalaman awalnya ketika tiba di Pati. Ia dijemput oleh Br. Yunus dengan menggunakan motor gerobak merk Viar. “Saya tertarik  pengalaman kelima  bruder misionaris dari Belanda ke Singkawang. Mereka meninggal zona nyaman dan keluarga, lalu mengapa saya tidak bisa seperti mereka?,” katanya apa adanya.

“Semoga di ‘penjara suci’ ini saya mampu mengubahnya menjadi ‘Gunung Tabor’,” kata Justin mengakhiri permenungannya.

Sharing pleno.

Kagum pada jubah kakak

Sedangkan Br. Samuel, seorang novis, mempunyai pengalaman unik. Pemuda berdarah campuran Batak Dayak ini semula bernama Oktavianus. Ia berbagi dinamika pengalaman mengenal Tuhan lewat aneka peristiwa yang selalu menghantui dirinya.

Selama di Nyarumkop (Kalbar), tiap sore ia suka berdiam merenung sendiri. Bahkan berlinang air mata mengapa ia selalu dilanda  hidup dalam kesepian dan  kesendirian terus.

Hampir tiap sore,  matanya selalu memandang jubah abangnya  yang  tergantung di dinding. Abangnya saat ini  sudah menjadi imam praja Keuskupan Agung Pontianak. Hari demi hari hidupnya tidak jelas.

“Saya malas ke Gereja hari Minggu, bah,” ungkapnya  pokok.

“Pokoknya saya alergi bagi. Rasanya Tuhan sudah mati dan tidak ada dalam diriku,” akunya jujur.

Samuel menyesali dirinya telah banyak mengecewakan keluarga dan temannya. Ia jarang terbuka membicarakan tentang panggilannya. Pemuda yang rajin berkebun ini selalu dinasehati oleh ibunya bahwa silakan bekerja apa saja untuk mendapatkan uang, asal jangan sampai jatuh dalam mabuk dan narkoba.

Sharing kelompok untuk saling meneguhkan dan mendukung.

Nasihat dari sang ibu inilah yang akhirnya menjadi daya kekuatan bagi dia untuk kembali ke jalan Tuhan. Suatu hari ia berbagi pengalamannya dengan abangnya dan rupanya Tuhan berbicara dan langsung ‘jatuh hati’ dengan bruder MTB.

“Saya sih dengar kata ‘MTB’ tetapi tidak tahu harus tanya siapa,” kenang Samuel yang mengaku sangat senang, ketika pertama kali datang mengunjungi biara MTB di Pontianak, langsung disambut ramah oleh para bruder.

Itulah yang kemudian magnet bagi dia untuk mau bergabung. Ketika Samuel mendalami bahan rekoleksi kali ini, ia mengalami tiga mata rantai dalam permenunganya yaitu pergumulan, kegembiraan dan akhirnya keyakinan untuk bersama dengan Dia.

Ia tertarik para bruder pendahulu, yang suka dengan pekerjaan sederhana dengan bersahaja  dan penuh tanggung jawab dalam tugas apa saja yang dipercaya oleh pemimpin biara.

Kongregasi Bruder Maria tak Bernoda (MTB), Inilah Wajah Pelayanan Misionernya (1)  

Terkesan waktu rekoleksi semasa SMA

Bagaimana dengan pengalaman bruder senior?

Pemimpin Umum MTB Br. Rafael dengan rendah hati berbagi pengalaman bahwa ia mengenal MTB saat Bruder Timo memberi rekoleksi. Saat itu, kata dia, ia masih duduk di bangku SMA. Menurut dia, sejarah panggilannya unik dan ia juga tidak pernah membayangkan bisa menjadi misionaris ke Belanda.

“Saya banyak pengalaman jatuh bangun dalam hidup membiara. Tetapi saya menghayatinya  penuh gembira. Karena saya percaya, Yesus selalu bersama saya,” ungkap Bruder Pemimpin Umum MTB.

Penulis di depan bekas asrama binaan Bruder di Belanda. (Ist)

Hollandsche sprekken

Inilah cara Yesus mengujinya ketika bergumul dalam berjalan bersama-Nya.

“Saya selama di Belanda harus berjuang berkomunikasi aktif berbahasa Belanda dan Inggris pasif, sementara budaya dan karakter hidup orang Belanda berbeda,” ungkapnya.

”Kalau tidak begitu,  saya tidak bisa berkomunikasi baik dengan para bruder sepuh di sana,” ujar putra Sekadau ini dengan nada gembira.

Di akhir sharingnya,  ia perpesan demikian: Jangan mudah putus asa dan jangan selalu mengenang kisah menarik sebelum masuk biara. “Kalau kita menengok masa kejayaan hidup,  kita  akan menjadi dangkal  dan mandeg menjadi bruder MTB,” tegas penyuka sayur pakis ini dengan mantap.

Para Bruder MTB perintis karya misi di Kalimantan Barat.
HUT misi MTB ke-100 di Banjarmasin pada tahun 1954. (Koleksi Museum MTB Singkawang/Mathias Hariyadi)

Masih banyak ungkapan hati para bruder saat itu, namun saya hanya merangkumnya bahwa setiap bruder harus rela berkorban dalam melayani apa saja yang menghadirkan Gereja dengan senyum. Melayani dengan tulus dalam kehidupan berkomunitas. Tidak bersungut-sungut dalam berkarya di sekolah, asrama, pastoral umat, yayasan, studi, rumah tangga, dan sebagainya.

Suasana rehat bersama.

Keutamaan-keutamaan yang diwariskan oleh pendiri adalah kesederhanaan, kepercayaan, pertobatan terus-menerus, devosional dan mati raga.  Semua itu  tetap dijaga dan jalani sebagai salah satu cara mengejar kesempurnaan hidup demi kemuliaan Tuhan di bumi dan di surga.

Jangan malu dan takut jika ada asumsi umat yang mengatakan bahwa panggilan menjadi bruder itu masuk ‘warga kelas dua’ di dalam Gereja.

Jangan hiraukan hal itu, karena melayani sesama tidak diukur dari jabatan, tetapi mutu dan unggul dalam berperan memulihkan dunia ini seturut maksud seruan Injili.

Rekoleksi ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi bersama Romo Hironimus Pr. (Selesai)

Mengajak para pemuda ini berdoa Rosario. (Dok MTB)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here