Kisah Sengsara Menurut Yohanes

0
1,117 views

Rekan-rekan yang baik!
Tiga pokok dalam Kisah Sengsara yang dibacakan Jumat Agung ini (Yoh
18:1-19:42) saya bicarakan dengan sang empunya kisah itu. Surat menyurat
kami berkisar pada hubungan antara kata-kata terakhir Yesus di salib,
yakni “sudah selesai” (Yoh 19:30, Yunaninya “tetelestai”) dan catatan
Yohanes mengenai mengasihi “sampai pada kesudahannya” (Yoh 13:1, “eis
telos”). Sempat juga saya minta penjelasan mengenai jubah Yesus yang
diundi para serdadu (Yoh 19:23-24). Pokok ketiga bincang-bincang ini
menyangkut arti “darah dan air” yang keluar dari lambung Yesus (Yoh
19:34). Beliau tak berkeberatan surat-menyurat ini diteruskan ke milis
ini. Malah senang, begitulah pesannya pagi ini.
Salam,
A. Gianto

———————
Oom Hans yang baik!
Di sini saya sedang menyiapkan ulasan mengenai Kisah Sengsara yang
dibacakan pada hari Jumat Agung. Terpikir kata-kata Yesus “Sudah
selesai!” (Yoh 19:30). Seorang rekan memahaminya sebagai ungkapan rasa
lega, penderitaan sudah lewat, rampung karya keselamatannya. Tapi saya
kok malah tidak merasa cocok dengan tafsir ini. Kok seperti tonil, layar
turun, tamat, selesai, kukut, bubar. Aslinya di situ kan tertulis
“tetelestai”, dari kata “telos”, yakni akhir yang merangkum sebuah
perjalanan dari awal, yang memberi arti pada semua yang telah dijalani.
Rasa-rasanya Yesus hendak mengatakan kini sudah terlaksana sampai utuh.
Kayak versi Latin yang cespleng “consummatum est” dengan dua m itu. Kan
consummatum itu dari consummare, con + summa, “merangkum semua jadi
utuh”, dan bukan dari consumere satu m, “menghabiskan” (makanan, waktu,
duit) yang ada hubungannya dengan konsumsi. Orang Jakarta bilang udah
kecapai, kalau di Jawa ya wis klakon. Oom gimana?

Ada lagi soal lain. Kalau ndak salah, Oom seperti hendak menggarisbawahi
gagasan bahwa Yesus itu kurban Paskah yang diterima Yang Di Atas sana
sehingga benar-benar menjadi silih dosanya umat manusia. Karena itu Oom
memberi kronologi lain, yaitu penyaliban terjadi sebelum Paskah, ndak
seperti Mark dll. yang menaruh Paskah pada perjamuan malam terakhir. Iya
kan? Saya sudah pernah katakan di sebuah milis bahwa perjamuan terakhir
di mana Yesus membasuh kaki murid-murid itu bukan perjamuan Paskah,
melainkan sebelumnya.

Pada awal perjamuan itu disebutkan bahwa Yesus mengasihi orang-orangnya
yang di dunia ini dan betul mengasihi “eis telos”, sampai pada
kesudahannya, sampai tuntas (Yoh 13:1). Apa ini semacam antisipasi atau
padahan bagi kata-kata Yesus “tetelestai”, sudah terlaksana, yang
diucapkannya pada saat terakhir di salib? Bila begitu kedua ayat itu
memang saling menjelaskan. Yesus mengasihi orang-orangnya sampai
terlaksana sesuatu yang mengubah arah hidup mereka, dan hidupnya
sendiri, begitu kan?

Ada yang tanya nomer hapenya Oom, ingin kirim SMS buat Oma Miryam
seperti ini 2UBOK4ever, + :-)). Kawan-kawan itu sekarang genggamannya
henpon sih, dan bukan lagi rosario,
Gus

———————
Dear Gus, Peace!
You are absolutely right. The truth is, when he uttered “tetelestai”
(Yoh 19:30), Jesus was actually addressing his Heavenly Father, “Here I
am, I’ve done everything to the end, now take it all!” The Indonesian
version “Sudah selesai!” – “It’s over!” – doesn’t sound quite right, I
agree. Why not try “Sudah terlaksana!” or something to that effect?

As I said, the word “tetelestai” was spoken by Jesus to his Father. But
we overheard it. It teaches a lot about him, about God, about what love
means, the thing he dwelt on during the last supper. At first I thought
he was just being odd. But then this “consummatum est” is the key to all
that.

Glad to hear you see the connection between “tetelestai” (your “sudah
terlaksana”) here and “eis telos” (your “sampai tuntas”) said about his
act during that supper (Yoh 13:1). Yes, his death on the cross gives a
fuller sense to what “loving one’s own who are in the world (=still
under the threat of darkness, evil power)” means. He accompanies them,
and us, in our darkest paths. We can be sure now that we won’t be
abandoned by the one sent by the Father to bring us back to Him, the
Source of Light.

As for your second question, quite, Jesus is the true Paschal lamb. Not
that the Almighty likes blood gushing out of this man, by no means! The
point is, his blood acts like the lamb’s blood in Exodus 12:13 (to
guarantee that the owner of the house will be spared from the plague –
saved from death). Thus when Jesus died on the cross in that sense, the
Almighty took him and cast out the power of darkness for good. That’s
the Light of His Word. Did you get it? You’re the exegete.

By the way, don’t try to reconcile my chronology of the passion with
Mark’s story. The washing of the feet, about which he and the other two
young men know nothing, is the preface to the true Passover meal, the
sacrifice of the Lamb of God on the cross, not to the last supper. I
read your note on the washing of the feet. Yes, Jesus wants to share his
origin and destiny so that all of us can become sons and daughters of
the Almighty.

Ma Miryam is okay. She was amused by the SMS. A young seraph taught her
to read the emoticons. She dictated her response: Thanx >:), ;-*. But
let’s not talk gibberish.
As ever,
Hans
——————–
Dear Oom Hans!
Terima kasih buat penjelasan dalam surat barusan. Ada soal lain. Mark,
Matt, Luc cerita bahwa serdadu yang berjaga di tempat penyaliban
mengundi pakaian Yesus di antara mereka. Oom juga ke arah itu, tapi
lebih mendetail. Ada catatan bahwa selain membagi-bagi pakaian, empat
serdadu di situ mengundi jubah Yesus yang terbuat dari satu tenunan kain
utuh tanpa jahitan sehingga tetap utuh. Dan dalam Yoh 19:24 bahkan ada
kutipan dari Mazmur 22:19 “mereka membagi-bagi pakaianku di antara
mereka dan membuang undi atas jubahku.”

Apa ada penjelasannya? Mohon pencerahan. Apa dengar semua ini dari Oma
Mir, Bu Mary Kleopas dan Tante Lena yang katanya ada di kaki salib waktu
itu?
Sampai lain kali,
Gus
———————
Dear Gus,
I’ve seen everything myself, I’ve heard everything Semuanya kulihat dan
kudengar sendiri. Kalau mau, tanyakan kepada ibu-ibu yang juga ada di
situ. Semua ini kuceritakan pada kalian supaya kalian bisa ikut serta
dalam peristiwa itu. Kami ini mata dan telinga kalian bagi peristiwa itu.

Mengapa diingat Mazmur 22:19 “mereka membagi-bagi pakaianku di antara
mereka dan membuang undi atas jubahku”? Ah, kami waktu itu baru sadar
bahwa yang terjadi pada Yesus sesungguhnya sudah sejak lama diketahui
orang bijak dari zaman dulu. Yesus memang sedang dikepung
lawan-lawannya. Ia tidak dianggap bermartabat manusia lagi, kecuali oleh
kami yang mengikutinya. Bahkan pakaiannya pun dijarah. Kalian kan tahu,
bagi kami orang Semit zaman dulu, pakaian itu membuat orang yang
memakainya kelihatan, membuat kentara siapa orangnya. Pakaian itu
seperti badan, apalagi jubah yang utuh dari atas ke bawah itu. Semuanya
ditanggalkan dari diri Yesus sehingga sulit kelihatan lagi bahwa ia juga
ada harganya sebagai manusia. Tak perlu kalian cari-cari tafsiran apa
ini jubah imam menurut praktek liturgi Yahudi juga terbuat dari tenunan
utuh. Memang ada kemiripannya, tapi bukan ke arah itulah pembicaraan itu
waktu. Hanya mau kutegaskan bahwa kini kemungkinannya untuk masih
sedikit tampak sebagai manusia sudah dijarah habis-habisan sampai tak
bersisa. Yang tinggal hanya penderitaan yang sulit diterima akal. Bahkan
juga oleh kami yang dekat dengannya.

Ingat kan, Pilatus sendiri mencoba menunjukkan dalam 19:5 “Lihatlah
orang itu!”, tapi orang banyak di alun-alun itu sudah jadi lupa daratan
dan tak mampu lagi berpikir jernih untuk mengenalinya. Apalagi ketika ia
ada di salib. Pakaian yang bakal menunjukkan ia masih bisa dianggap
orang juga sudah dibagi-bagikan. Habis. Ini kami saksikan sendiri. Dan
Mazmur keramat tadi membantu. Seperti pengarang Mazmur itu, kami juga
percaya akan datang pertolongan dari atas. Yang Maha Kuasa sendiri nanti
akan memberinya “pakaian” yang tak bisa ditanggalkan orang lagi. Malah
nanti Dia akan menjadi pakaiannya. Yesus akan semakin dikenal sebagai
yang sedemikian dekat dengan Yang Ilahi sendiri.

Jangan berhenti mencari hal-hal baru dalam peristiwa yang dikisahkan
mengenai Yesus itu. Penulis Injil hanya memberi kesaksian. Kalau
kauterima kesaksian itu maka kalian sendiri akan ikut memasuki peristiwa
itu dan menemukan makna-makna baru. Bukankah demikian kehidupan yang
lahir kembali dari atas, seperti yang pernah dikatakan kepada Nikodemus
dulu (Yoh 3:3 dan 7)? Dan dalam peristiwa kali ini ia juga datang –
tengok Yoh 19:39 – ia membawa minyak mur dan minyak gaharu, dan tidak
sedikit, sekitar 50 kati. Ini penghargaan bagi seorang Raja yang
berangkat ke perjalanan jauh – ke atas sana!
Salam teguh,
Hans
——————
Oom Hans yang baik!
Terima kasih banyak. Tak pernah saya duga kaitannya dengan Nikodemus!
Masih ada pertanyaan lagi, maaf kalau terasa kelewat ingin tahu. Ketika
lembing ditusukkan, yang keluar dari lambung Yesus ialah darah dan air
(Yoh 19:34). Apa sih maksudnya? Mark dkk. tidak tahu-menahu tentang
perkara itu. Kemarin saya konsultasi perkara itu dengan Luc ketika
ngobrol lewat Skype. Dia malah kasih komentar, ah, Oom Hans kita itu
aneh-aneh, paranormal sih.

Salam hangat buat Oma Miryam begini 4U.
Gus
——————–
Dear Gus,
Menjawab soal darah dan air yang keluar dari lambung Yesus. Begini.
Seperti para leluhur kami dahulu, kami membayangkan darah sebagai
tempatnya kehidupan dan air sebagai kekuatan yang menopang dan
melangsungkan kehidupan. Ketika Yesus meninggal di kayu salib, yang
mengalir keluar dari dirinya ialah kehidupan dan kekuatan penopangnya.
Itulah yang hendak kusampaikan.
Memang aku bukan ahli anatomi, tapi aku melihat lebih jauh. Kan sudah
kukatakan dalam bab 19 bahwa aku menyaksikan semua ini. Juga sekarang
ini masih tetap aku ingin berbagi pengalaman dan kesaksian itu dengan
kalian.Eh, sudah jam dua malam nih!
😮 B4N!
Hans

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here