Komunitas KOALA Bogor: Misa Alam di Pulau Papateo, Keseimbangan Ekosistem Simbol Kebangkitan Bersama

0
43 views
Komunitas KOALA Bogor gelar wisata bahari dan misa alam di Pulau Papateo, Kepulauan Seribu, Mei 2024. (Ferdinan Sapto)

SAUDARA Petrus Ferdinan Sapto adalah umat Lingkungan Petrus Kanisius Paroki St. Vincentius a Paulo Gunung Putri Bogor. Ia membagikan pengalamannya mengikuti misa alam di Pulau Papateo, Kepulauan Seribu. Berikut ini tulisan yang dibagikan kepada Sesawi.Net.

—————————–

Saya ingin berbagi sedikit cerita mengenai perjalanan saya mengikuti misa alam di Pulau Papateo bersama Komunitas Sahabat Alam (KOALA) Bogor.

KOALA merupakan kelompok kategorial di Gereja Beatae Mariae Virginis (BMV) Paroki Katedral Bogor.

Dua hari satu malam di kawasan Kepulauan Seribu.

Pagi-pagi benar hari Sabtu 11 Mei 2024, saya mendengar alarm HP  berbunyi. Waktu menunjukkan pukul 03:00 WIB. Saya bergegas bangun untuk bersiap berangkat menuju Pelabuhan Muara Angke Jakarta.

Saya bawa satu tas ransel berisi perlengkapan berkemah untuk dua hari satu malam di sebuah pulau kecil di kawasan Kepulauan Seribu.

Menggunakan kendaraan pribadi, saya tiba di pelabuhan pukul 06:00 WIB. Kemudian berjumpa dengan anggota Komunitas Sahabat Alam (KOALA). Mereka berangkat dari rumah masing-masing dengan menggunakan kendaraan umum, KRL, serta kendaraan pribadi. 

Sejak awal perjalanan sudah cukup banyak tantangan, seperti perubahan tujuan awal yang semula direncanakan ke Pulau Dolphin. Tapi karena ada suatu hal di Pulau Dolphin, maka perubahan tempat tujuan dirubah ke Pulau Papateo.

Saat berangkat, di sekitar jalan raya menuju pelabuhan terjadi banjir rob hampir setinggi setengah bodi mobil. Hal ini tidak menyurutkan langkah kami untuk tetap berangkat menghadiri misa alam di Pulau Papateo.

Sejenak kami berkumpul di depan parkiran Pelabuhan Muara Angke. Setelah dipastikan semua peserta hadir. Namun ada beberapa peserta yang batal berangkat, karena masalah kesehatan. Kami terbagi menjadi dua rombongan, karena harus berangkat dengan dua kapal berbeda.

Kapal cepat Dinas Perhubungan dan kapal tradisional

Perjalanan dipimpim Bapak Agustinus Sutanto sebagai Ketua Panitia. Dengan pendamping Romo Alfonsus Sombolinggi Pr. Rombongan berjumlah 63 orang; termasuk anak-anak, remaja dan orang tua. Kami masuk ke dermaga menuju kapal masing masing.

Tepat pukul 08:00 WIB, rombongan berangkat menuju Pulau Harapan di Kepulauan Seribu. Rombongan pertama menggunakan kapal cepat Dinas Perhubungan dari Muara Angke sampai Pulau Harapan; ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan laut. Rombongan kedua menggunakan kapal tradisional dengan waktu tempuh selama 3,5 jam.

Saya berada di kapal traditional KM Satria. Penumpang memenuhi selasar belakang kapal, dek bawah, dan dek atas. Sebelum berangkat, kami berdoa bersama untuk keselamatan seluruh penumpang dan kelancaran sampai di tujuan.

Komunitas KOALA Bogor menggelar misa alam bersama Romo Alfonsus Sombolinggi Pr di Pulau Papateo, Kepulauan Seribu, Mei 2024. (Ferdinan Sapto)

Dibawah terik matahari menerjang ombak

Selama dalam perjalanan di tengah Laut Jawa, kami sedikit berbincang dengan kapten kapal yang dengan tenang menahkodai kapal. Menerjang ombak di bawah terik matahari. Saat itu, langit cukup cerah dan panas.

Sepanjang perjalanan dari Muara Angke menuju Pulau Harapan, kami lihat di kanan-kiri ada pulau-pulau kecil lainnya di Kepulauan Seribu. Tampak indah. Kami mendapat  informasi, jarak Muara Angke sampai Pulau Harapan sekitar 35-37 mil laut; setara dengan 56,32–59,54 Km. Kecepatan kapal yang kami tumpangi rata rata sekitar 8-10 knot atau setara 17-20 km/jam.

Nampak dari kejauhan terlihat dermaga Pulau Harapan. Kami tiba di Pulau Harapan disambut beberapa warga lokal yang ramah.

Sekitar pukul 11:00 WIB, saat itu cuaca sangat terik. Kami beristirahat sebentar untuk makan siang dan berdoa bersama pukul 12:00. Mendoakan Doa Ratu Surga.

Cuaca panas tidak menyurutkan langkah kami untuk melanjutkan perjalanan menuju Pulau Papateo. Jarak Pulau Papateo dari Pulau Harapan sejauh 7-9 Mil setara 11,26–14,48 km dengan menggunakan perahu  nelayan kecil dengan kecepatan rata rata 4-5 knot setara dengan 7-9 km/Jam.

Misa alam

Sebelum ke Pulau Papateo kami berlayar dengan tiga kapal kecil. Kami dibawa menuju sebuah pulau untuk melihat penangkaran penyu langka. Kemudian melakukan snorkling melihat terumbu karang dan biota laut serta ikan-ikan kecil.

Selesai melakukan snorkling waktu menunjukkan pukul 15:15 WIB. Perjalanan masih cukup panjang menuju Pulau Papateo. Semakin jauh kami berlayar ombak semakin besar. Letak pulau yang kami tuju berada di paling timur gugusan Kepulauan Seribu.

Kapal terombang-ambing naik turun menembus ombak. Kami berdoa dalam hati supaya tetap selamat. Akhirnya sampailah kami dengan selamat di Pulau Papateo sekitar pukul 16:30 WIB.

Kegiatan misa alam tanggal 11-12 Mei 2024 di Pulau Papateo mengusung tema “Kesimbangan Ekosistem Simbol Kebangkitan Bersama”.

Kegiatan ini di inisiasi oleh Romo Alfonsus Sombolinggi Pr bersama rekan-rekan pengurus Komunitas KOALA. Kegiatan ini merupakan bentuk Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si’ dalam kehidupan sehari hari.

Kilas balik KOALA Bogor

Sedikit kilas balik kegiatan misa alam ini bukan kali pertama diadakan. Komunitas ini bersama Romo Alfonsos Sombolinggi Pr melaksanakan misa alam pertama di Gunung Papandayan; di ketinggian 2665 MDPL sekaligus peresmian pembentukan Komunitas KOALA tanggal 3 September 2023.

Kini, Komunitas KOALA sudah resmi terdaftar sebagai kelompok kategorial di Gereja BMV Paroki Katedral Bogor. Komunitas terus tumbuh, menerima anggota-anggota baru. Tidak terbatas. Menerima anggota lintas paroki dan lintas agama. Dasar yang menjadi pijakan bergabung bersama-sama menyatu, mengenal, dan bersahabat dengan alam.

Konteks mencintai alam, selain mengadakan misa alam, Komunitas KOALA pernah berbagi sekitar 500 bibit-bibit pohon secara gratis pada tanggal 12 November 2023 di Gereja Paroki Katedral Bogor. Mengadakan misa alam di Bukit Halimun Pancawati tanggal 25-26 November 2023 sekaligus kegiatan menanam puluhan bibit-bibit pohon di sekitar Bukit Halimun.

Kegiatan ini juga sebagai bentuk implementasi Ensiklik Laudato Si’ seperti ajakan Paus Fransiskus untuk berbuat terhadap Ibu Bumi sebagai rumah tinggal kita bersama.

Pada tanggal 11-12 Mei 2024, kegiatan misa alam kali ini diadakan di ketinggian nol mdpl di Pulau Papateo. Titik terendah di bumi yang berada di sebuah pulau kecil tidak berpenghuni, masih dalam kawasan Kepulauan Seribu yang terletak di sisi paling timur dengan keindahan alam pulau ini serta jernihnya air laut.

Sabtu 11 Mei 2024 pada malam hari pukul 19:00 WIB ada sesi perkenalan antar peserta. Menarik ada peserta jauh-jauh datang dari salah satu paroki di Cirebon. Suami isteri beserta tiga anak anaknya. Mereka adalah keluarga Bapak Ridwan. Keluarga ini terlihat semangat mengikuti rangkaian acara misa alam di Pulau Papateo.

Kegiatan ini juga diikuti:

  • Beberapa saudara dari Kelompok Sahabat Disabilitas Tuna Rungu Bogor yang didampingi Juru Bahasa Isyarat.
  • Perwakilan teman-teman lintas Paroki dari Keuskupan Bogor dan Keuskupan Agung Jakarta.
  • Perwakilan anak-anak remaja yang duduk di bangku SMA dari salah satu sekolah Katolik di Jakarta

Keikut-sertaan mereka semakin memberikan warna dalam Komunitas KOALA.

Komunitas KOALA Bogor menggelar kegiatan wisata bahari dan misa alam di Pulau Papateo, sebuah pulau kecil di wilayah Kepulauan Seribu. Misa alam diselenggarakan di alam terbuka di mana altar diletakkan di dalam tenda untuk menguransi risiko tersapu angin kencang. (Ferdinan Sapto)

Hujan lebat di tengah malam

Tepat pukul 20:30 WIB setelah makan malam kami bersama sama melaksanakan Doa Rosario, kebetulan saat itu masih bulan Maria. 

Setelah Doa Rosario kami kembali ke tenda masing-masing. Terbagi kedalam 23 tenda untuk beristirahat.   Sebagian peserta terlihat menyalakan api unggun di tepi pantai dibawah langit yang cerah.

Belum lama kami beristirahat di dalam tenda, cuaca berubah sangat cepat. Kami dikejutkan dengan adanya hujan lebat. Tengah malam sekitar pukul 23:30. Malam itu banyak tenda-tenda yang mengalami kebocoran, karena derasnya hujan. Bahkan ada beberapa tenda hampir rubuh karena tersapu badai malam itu.

Menjelang Minggu pagi sekitar pukul 03:00 hingga pukul 06:00, angin kembali bertiup sangat kencang. Terjadi hujan badai.

Persiapan Misa Minggu pagi yang semula dijadwalkan pukul 06:00 terpaksa mundur menjadi pukul 06:30 WIB. Panitia sudah menyiapkan tenda khusus untuk dijadikan altar sangat sederhana. Berdiri diatas pasir laut yang putih.

Misa dipimpin oleh Romo Alfonsus Sombolinggi Pr. Hari Minggu 12 Mei 2024 masih dalam Masa Paskah VII dan bertepatan dengan peringatan Hari Komunikasi Sedunia yang ke-58. Awal misa, angin masih cukup kencang dan langit terlihat mendung. Kami mulai bernyanyi menyanyikan lagu pembuka. Saat Mazmur Tanggapan, langit mulai nampak cerah dan angin sudah mereda.

Komunitas KOALA Bogor menggelar misa alam bersama Romo Alfonsus Sombolinggi Pr di Pulau Papateo, Kepulauan Seribu, Mei 2024. (Ferdinan Sapto)

Komunikasi dengan alam

Saat homili Romo Alfonsus Sombolinggi Pr mengatakan pentingnya komunikasi. Komunikasi bukan hanya sekedar berbicara dengan sesama manusia, tetapi komunikasi juga dilakukan dengan alam semesta.

Hadirnya badai di malam hari ketika sedang tertidur mengingatkan kita untuk selalu berjaga jaga. Komunikasi kita dengan Tuhan dalam doa dan renungan. Tindakan nyata bersama sama perlu dilakukan.

Komunikasi saling manguatkan satu sama lain dalam setiap hal yang terjadi. Komunikasi saling menguatkan sesama, sehingga menjadi berkat untuk sesama; berkat untuk keluarga, untuk komunitas, pekerjaan, karya dan menjadi berkat kedamaian terhadap seluruh alam raya ciptaan Tuhan.

Menjelang berakhirnya kegiatan wisata bahari dan mengadakakan misa alam, seluruh peserta melakukan “operasi semut” dengan mengumpulkan semua sampah. Kami melakukan hal ini sebagai wujud nyata atas peduli kebersihan lingkungan dan cinta alam. (Ferdinan Sapto/Komunitas Koala Bogor)

Setelah misa alam selesai, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Ada perlombaan kecil mencari telur Paskah. Mencari telur sambil mengumpulkan sampah-sampah plastik, sterofoam, botol, dan sampah lainnya.

Kami berkeliling menyisir tepian Pulau Papateo mengumpulkan sampah. Inilah persahabatan dengan alam yang kami coba lakukan. Selain berrekreasi kami juga belajar menjaga keseimbangan ekosistem di lautan dan daratan.

Inilah makna kecil yang ingin kami timba dari Misa Alam dan belajar memaknai pertobatan ekologis.

Pengalaman dekat alam

Sekitar Pukul 11:00 WIB, semua peserta berkemas untuk pulang. Dari dermaga Pulau Papateo kami menumpangi dua kapal kecil menuju Pulau Harapan.

Sesampai di Pulau Harapan, kami berpindah kapal bersama sama menjadi satu rombongan menggunakan Kapal Dinas Perhubungan menuju Pelabuhan Muara Angke. Sesampai di Muara Angke, dengan hati gembira kami berpisah satu sama lain dan kembali kerumah masing-masing dengan selamat.

Misa di alam bukan saja memindah tempat misa, namun memberi pengalaman dekat dengan alam ciptaan-Nya.

Penulis Petrus Ferdinan Sapto

Lingkungan Petrus Kanisius – Paroki St.Vincentius A Paulo Gunung Putri Bogor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here