KONON, katanya, Kongregasi Suster SMFA (Suster Misi Fransiskan Santo Antonius) itu sering disebut tarekat suster-suster Fransiskan dengan cirikhasnya yakni berkharisma ‘Suster Rakyat’. Karisma ini adalah spirit warisan Pastor Gerardus van Schijndel, Sang Pendiri Kongregasi SMFA.
Beliau menyebut SMFA itu “Suster Rakyat” yang dalam istilah bahasa Belanda disebut volk zisters. Itu karena Bapak Pendiri menginginkan para suster SMFA itu selalu bersemangat misioner.
Para suster SMFA diharapkan bisa selalu memprioritaskan karya di daerah terbelakang, terisolir, berusaha mampu ‘menjawab’ tantangan dan kebutuhan yang ada, dan berjuang bersama mereka untuk mengikis mental suka menggantungkan diri pada pihak lain.
Sebagai ‘Suster Rakyat”, maka para suster SMFA diharapkan selalu menjalani keseharian hidupnya secara bersahaja, sederhana, dan bersedia berada bersama dengan mereka yang dilayani.
Pastor Pendiri, Gerardus van Schijndel, menghendaki para suster SMFA untuk bisa berkarya di segala bidang, termasuk pelayanan yang berpihak pada orang yang miskin, sakit, cacat, kesepian, tersisih dan tertindas.
Kongregasi SMFA di Indonesia juga selalu berusaha memberdayakan mereka yang dilayani dalam berbagai reksa pastoral itu agar bisa meningkatkan taraf hidupnya, baik secara rohani maupun jasmani.
Misi pertama di Serimbu, Ngabang
Kota Ngabang sejak dulu dikenal dengan sebutan “Kota Intan”. Ngabang adalah Ibukota Kabupaten Landak.
Kecamatan Ngabang mempunyai 16 desa. Desa Serimbu merupakan satu dari ke-16 desa itu. Kadang orang suka menyebutnya “SerimbuK” atau hanya “Serimbu” tanpa tambahan huruf “K”.
Lokasi Desa Serimbu dari Ngabang sejauh 178,3 km plus kondisi jalan rusak parah di jalur utama Serimbu-Ngabang. Ketika turun hujan, badan jalan sangat rentan menjadi genangan seperti kobangan ‘bubur’ lumpur. Kalau panas terik, maka jalanan itu menjadi sangat berdebu oleh tiupan angin atau terkena dampak gesekan roda mobil.
Hingga awal tahun ini, jalur utama transportasi rute Ngabang-Serimbu masih dalam kondisi rusak parah. Tanggal 29 Januari 2018, bersama Sr. Martina SMFA dan Ekonom Keuskupan Agung Pontianak Romo Andreas Kurniawan OP, penulis ikut dalam rombongan kecil menuju Serimbu.
Kami meninjau sebuah bangunan rumah sangat sederhana yang nanti akan dipakai sebagai tempat tinggal sementara. Untuk ke sana, kami harus memakai mobil four-wheel drive 4WD. Syukurlah, perjalanan kami pergi pulang ke Serimbu lancar.
Jalan provinsi jalur Ngabang–Serimbu itu sudah menjadi urat nadi aktivitas penduduk, terutama masyarakat pedalaman. “Tentang kapan ada perbaikan lagi? Itu selalu klasik saja, yakni jawabannya belum atau tidak ada dana cukup,” begitu komentar orang di sana.
Karya pendidikan berasrama
Kehadiran dan karya kongregasi SMFA ingin mencerminkan kesederhanaan Fransiskan yang tidak mencolok di mata dunia, namun mempunyai nilai serta pengaruh yang mendalam. Karena itu, kami ingin menjadikan Desa Serimbu ini sebagai lokasi pilihan di mana nanti para “Suster Rakyat” itu bisa memulai misi baru di zaman milllenial.
Di Serimbu ini, para suster SMFA ingin berjuang membumikan kharisma Kongregasi SMFA sebagai “Suster Rakyat”. Ini guna mencapai sasaran yakni menjawab tantangan aktual masyarakat yang akan dilayani saat ini: kebutuhan akan adanya asrama, sekolah, dan reksa pastoral umat.
Terima kasih kepada Sr. Martina SMFA dan Sr. Alfonsa SMFA yang telah berangkat meninggalkan Komunitas Boerdonk, menawarkan diri mau memulai karya misi baru di Serimbu.
Kilas balik sejarah
Serimbu sebenarnya bukan hal baru bagi Kongregasi SMFA. Desa itu sering menjadi ‘bahan omongan’ dari waktu ke waktu dan selalu dibicarakan dalam pertemuan–pertemuan resmi maupun pembicaraan santai.
Pertama kali dan sudah terjadi di tahun 2005 silam, peluang SMFA bisa berkarya di Desa Serimbu itu pernah diungkapkan oleh Mgr. Hieronimus Bumbun OFMCap (Uskup Agung Emeritus KAP). Lalu, 10 tahun kemudian di tahun 2015 lalu, hal sama kembali diungkapkan oleh Bapak Uskup KAP Mgr. Agustinus Agus.
Intinya, pemimpin Gereja Katolik Lokal di KAP ini mengajak apakah para suster Kongregasi SMFA itu berminat berkarya di Serimbu.
Merespon ajakan itu, maka tanggal 3–7 April 2016, Sr. Kristina SMFA dan Sr. Martina SMFA bersama Pastor John Rustam Pr memutuskan datang ke lokasi dan melihat Paroki Serimbu dari dekat. Barulah kemudian, diselipkan pembicaraan tentang karya baru di Serimbu di sebuah forum pertemuan internal SMFA di pertengahan tahun 2016.
Kami berpikir demikian. Mohon izin bisa melihat lokasi lapangan dahulu dan keputusan ya dan tidaknya akan dirilis dalam sebuah forum Kapitel. Singkat cerita, kesepakatannya adalah kami ingin meninjau lokasi terlebih dahulu dan menempatkan dua suster SMFA di Serimbu dalam konteks live in.
Barulah nanti ketika berlangsung Kapitel di bulan Juni 2018, SMFA bisa memberikan jawaban “ya” atau “tidak” ajakan Keuskupan Agung Pontianak untuk melakukan karya baru di Serimbu.
Selamat kepada para suster kolega SMFA yang kini telah memulai merintis medan pengutusan baru di Serimbu.
Inilah awal sejarah Kongregasi SMFA menoreh kisah misi pertama di Serimbu untuk menjawab tantangan zaman now: generasi millenial yang membutuhkan pendidikan formal sekolah, asrama puteri, dan juga reksa pastoral.
Mohon doa dari pembaca sekalian untuk misi pastoral dan karya pendidikan SMFA bagi Generasi Millenials di Serimbu ini.