Kopi, Vitamin Penting untuk Semakin Beriman

0
2,258 views

BELAKANGAN ini kopi lagi naik daun. Dimana-mana mulai bertebaran warung-warung kopi. Mulai dari tingkat jalanan di gang-gang kecil sekelas warteg sampai kopi dengan format yang lebih keren sebagaimana tampil di beberapa kafe di mal. Semua mengusung satu tema: kopi itu enak sekaligus –katanya—menunjang pola hidup sehat.

Lantaran kopi sudah berhasil membius banyak orang, maka banyak pula para pemodal dadakan suka menanamkan uangnya mendirikan kedai-kedai kopi. Yang penting, dari aroma kopi mengalirlah duit dan profit. Kini, kopi ibarat duit dan profit. Pokoknya, euforia kopi lagi ngetren di Indonesia.

Eforia kopi muncul, ketika orang mengumbar dahsyatnya minum kopi luwak. Belum lagi kalau kopi dikemas dengan campuran susu, sirup, iced, whipp cream, dan bahkan alkohol.

Kandungan rohani

Mari sejenak kita tinggalkan aroma semerbak kopi yang mewangi dan mendatangkan profit. Kita lihat dimensi spiritualnya tentang fenomena ngetrennya kebiasaan minum kopi dari tingkat warteg sampai kafe di mal-mal gede.

Sembari minum kopi, mari kita lihat acara televisi kita. Banyak acara berlabel siaran agama plus berita aneka kekerasan menjadi menu harian mata kita. Padahal, dalam kehidupan nyata suasananya jauh lebih “ganas” daripada apa yang tersaji dalam acara-acara berlabel keagamaan itu.

 

Gereja Katolik pun tak luput. Kini banyak muncul kelompok-kelompok kategorial sekaligus aneka macam kegiatan rohani. Entah itu kelompok doa, retret penyembuhan batin, dan masih banyak lagi. Sama seperti banyaknya varian kopi dan bentuk kemasannya, demikian pula “isi” Gereja pun bervariasi tiada tara.

Iman ketika dibicarakan di atas mimbar kotbah memang menarik. Namun, dalam kehidupan nyata isi kotbah sering kali tidak sinkron dengan kondisi riil yang kita temui sehari-hari. Korupsi masih meraja lela, problem rumah tangga kian banyak, begitu pula banyaknya praktik amoral di lingkungan intern kita sendiri. Pokoknya, banyaklah.

Ibarat minum obat pahit demi kesembuhan, maka minum kopi hitam pun tiada tara faedahnya. Kita minum kopi tanpa gula agar bisa mendapatkan manfaat kafeinnya. Dalam iman katolik pun kita belajar,  kemuliaan tak mungkin terjadi tanpa salib. Setelah bertatih-tatib meniti jalan salib, di sana ada kemuliaan.

Harapan akan kemuliaan

Pengharapan menjadi dasar iman kita. Sama seperti para murid yang putus asa karena Yesus mati, namun harapan membuat mereka “bangkit” kembali setelah mendengar berita kebangkitanNya. Segala kepahitan hidup harus kita jalani dengan dasar iman dan pengharapan akan penyelenggaraan ilahi.

Jangan sekali-kali mencoba “menutupi” kepahitan hidup ini dengan banyak kamuflase suci namun tidak sampai menyentuh dasar  iman kita: harapan akan kemuliaan Tuhan yang lebih besar. (Asas dan Dasar Latihan Rohani).

Eforia minum kopi agaknya sama dengan eforia iman yang tampak dalam kehidupan menggereja. Aneka kegiatan devosional memang bisa meningkatkan kesucian pribadi. Tidak berarti juga, kalau tidak kegiatan devosional maka tingkat keimanan berkurang.

Yang penting, mari kita minum kopi sembari menimbang-nimbang kedewasaan iman kita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here