SETIAP Misa Minggu di Werribee, saya naik taksi. Selama enam tahun terakhir ini, saya punya sopir taksi langganan, namanya Rashid Ali, berasal dari Ethiopia dan seorang Muslim. Dari tahun ke tahun, sepanjang waktu itu kami jadi saling mengenal dengan baik. Saya menganggap Rashid lebih sebagai teman ketimbang sopir taxi.
Pada hari Minggu, setelah saya didiagnosa mengidap penyakit MND (Motor Neuron[e] Disease: gangguan pada sistem syaraf yang menyebabkan semacam kelumpuhan), saya menceritakan hal itu kepada Rashid. Dia mengatakan bahwa bulan puasa Ramadhan akan dimulai minggu itu dan ia beserta keluarganya akan berdoa khusus untuk saya pada bulan suci tersebut. Pada hari Jumat Agung tahun ini (2012), ketika saya akan memimpin ibadat dan berkhotbah di Werribee pada jam di 03:00 sore, saya bertanya kepada Rashid apakah dia dapat mengantar saya. Ia siap, asalkan kami berangkat sedikit lebih awal (sekitar jam 1:00 siang) sehingga ia dapat pergi ke masjid untuk sholat Jumat berjamaah. Saya menyetujuinya dengan senang hati.
Jadi begitulah kami–bersatu dalam doa menentang “benturan peradaban” dan menjadi bagian dari persekutuan para kudus yang jauh melampaui batas-batas agama Kristen.
———————————————————————
Ditulis oleh Pater Geoffrey King SJ, seorang pastor Jesuit Australia. Beliau tinggal di Paroki Richmond, Melbourne. Walaupun sekarang sudah harus menggunakan kursi roda ke mana-mana, beliau masih menjadi Presiden di United Faculty of Theology Melbourne dan mengajar Hukum Gereja, Sejarah Gereja, serta Etika Kristen di sana. Setiap Minggu beliau juga masih mempersembahkan misa di Werribee. Tulisan di atas dapat dibaca di blog beliau di: http://www.geoffreysj.com/thoughts-and-opinions/.
Photo credit: Ilustrasi kerukunan beragama (Ist)